Bima,(SM).- Pelayanan Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Bima yang dibawah kendali direktur baru, kembali tercoreng
dengan sikap apatis dan memandang sebelah mata pasien. Fakta terbaru, sebut
saja yang dialami Samiah (60), ibu uzur warga asal Desa Sampungu Kecamatan
Soromandi Kabupaten Bima yang tengah didera sakit diare (mencret), diperlakukan
layaknya pasien miskin pengguna kartu Jaminan Kesehatan Mayarakat (Jamkesmas)
oleh para medis setempat.
Sebagaimana dikeluhkan Suharni
(35) anak pasien yang tengah dirawat di Sal penyakit dalam kamar Cendrawasih,
Sabtu lalu, ibunya yang dirawat inap sejak Senin pekan kemarin, tak kunjung
membaik dan dirasakan berkurang dari sakit diare. Tutur Suharni, resep obat
yang disodorkan setiap pemeriksaan oleh para medis di zal penyakit dalam,
ternyata obat generik yang tidak paten.”Selama lima hari ibu saya tak kunjung sembuh.
Mencretnya tetap saja tak membaik,“ keluhnya.
Ironisnya, setelah dikonsultasi
alias ditanyakan pada petugas medis, pemberian resep dokter soal obat yang
mesti dibeli yang berjenis generik tersebut, merujuk dari dugaan Rumah Sakit,
pasien tersebut pengguna Jakesmas.”Kami dikira pasien pengguna Jamkesmas,“ ujar
Suharni mengulang timpalan pelayan medis.
Parahnya lagi, pihak rumah sakit,
justeru mengatakan ada obat paten untuk menyembuhkan diare pasien, bentuknya
kapsul dengan harga Rp 100 ribu perbutir, “Kalau mampu ada obat paten harganya
seratus ribu, “kembali Suharni mengulang kata para medis.
Sikap dan pelayanan yang tidak
prima serta memandang sebelah mata pasien, yang mebuat keluarga pasien kecewa.
Malah kata Suharni, uang tidak menjadi masalah asalkan ibunya bisa sembuh dari
sakit yang tengah dirasakan. Seharusnya, pihak rumah sakit mengutamakan
pelayanan dan kesembuhan pasien, bukan mengutamakan materi yang menjadi
tuntutan yang mesti dipenuhi pasien.
Menanggapi keluhan pasien,
Direktur RSUD Bima melalui Kabid Pelayanan, Heru Joko Setiono SKm, mengaku
tidak ada sama sekali niat dan tujuan pihaknya memandang sebelah mata siapapun
pasien yang membutuhkan perawatan intensif. Semuanya, kata Heru, pasti
dilayanai seuai prosedur pelayanan yang ada. Meski diakuinya, secara bertahap
kondisi dan kenyataan berbagai keluhan yang muncul selama ini, menjadi bahan
pelajaran pihaknya untuk terus berbenah menjadi lebih baik lagi.
Soal pemberian resep obat
sebagaimana dikeluhkan keluarga pasien dimaksud, Kabid Pelayanan baru di RSUD
Bima itu, juga menjelaskan, pemberian asupan obat pada setaip pasien memliki
tahapan dan tingkatan. Tentunya, tidak langsung diberikan resep obat yang
dosisnya tinggi, meski diakuinya dosis tinggi memang cepat memproses
penyembuhan seseorang.
Kaitan dengan obat generik hanya
untuk pasien miskin atau pasien pengguna Jamkesmas, sama sekali tidak berdasar
asumsi seperti itu. Mau obat generik atau obat paten yang dijual swasta, sama
saja khasiatnya. Justeru kata dia, obat generik lebih murah dan bisa dijangkau
siapapun ketimbang obat paten swasta. (ris)