Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

UPK Bedah Rumah Desa Sori Sakolo Diduga Pungli

07 Maret 2013 | Kamis, Maret 07, 2013 WIB Last Updated 2013-03-07T01:50:28Z

Dompu, (SM).- Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) program bedah rumah tak layak huni Desa Sori Sakolo Kecamatan Dompu, yang bersumber dari dana APBD Provinsi tahun anggaran 2012 yang dikerjakan 2013 atau dibawa kendali BPMPD Dompu, diduga melakukan pungutan liar (Pungli) masing – masing Rp500 ribu kepada 22 KK penerima  bantuan dari total 25 penerima yang dikucurkan pada wilayah tersebut. 

Ketua BPD Sori Sakolo A.Majid H.Ahmad yang ditemui di kediamannya Rabu (06/3) menuturkan, tiga orang pengurus UPK yakni Samsuddin selaku ketua, Mustamin Yusuf Sekretaris dan Habib Ibrahim bendahara.
Dia menuturkan, total penerima bedah rumah tak layak huni dari BPMPD sebanyak 25 orang x 5 juta/kk. Tiga orang diantara penerima bantuan program tersebut  yaitu pengurus UPK. ‘’Kami mendapat laporan 22 KK ditarik masing – masing 500 ribu sehingga total uang yang terkumpul dari hasil perbuatan itu sebanyak Rp11 juta,’’terangnya.
Dugaan Pungli ini terungkap atas pengakuan Ketua UPK, lantaran uang Rp11 juta yang dipegang oleh bendaha telah lenyap tanpa sepengatahuan dirinya. ‘’ Ketua UPK melaporkan pada saya tentang uang itu,’’katanya.
Karena tindakan  pengurus UPK dinilai telah menyalahi prosedur  dan mekanisme program, sehingga dia berinisiatif melakukan klarifikasi dengan bendaha di rumah dirinya. “Rapat klarifikasi jam 9 pagi di rumah saya. Yang saksikan ada beberapa orang, mulai dari ketua RT, ada Ababakar Ahmad selaku tokoh masyarakat serta beberapa orang lainnya,” jelasnya.
Saat itu, tambah A.Majid, bendahara UPK Habib Ibrahim merincikan tentang peruntukan dana Rp11 juta diantaranya ia menyerahkan  kepada Kepala Desa total 6 juta selama dua kali yakni pertama 3 juta biaya administrasi desa dan penyerahan kedua 3 juta dengan dalih untuk diserahkan kepada Kepala BPMPD. Lanjutnya, dia menyerahkan lagi ke Sekretaris UPK 700 ribu, Kaur Desa 600 ribu, biaya sewa motor pribadi bendahara Rp 2 juta, kemudian diberikan kepada seorang wanita yang tak dijelaskan identitasnya Rp 300 ribu dan sisahnya di gunakan untuk biaya lain – lain.
Mendengar penjelaskan tersebut, Ketua UPK langsung menyanggahnya. Menurut dia, uang sewa motor bahkan sampai biaya administrasi yang menyangkut pelaksanaan program bedah rumah tak layak huni di Desa Sori Sakolo telah ditanggulangi dengan dana  swadaya masyarakat yang ditari dengan kisaran Rp 100 ribu – 150 ribu per rumah saat nama penerima bantuan diusulkan. ‘’Waktu itu Ketua UPK langsung membantah keterangan bendahara. Karena peruntukannya tidak sesuai kondisi riil dilapangan,’’tegasnya.
Tak lama kemudian, Kades Sori Sakolo bertandang kerumahnya  disaat rapat klarifikasi masih berjalan. A. Majid memanfaatkan momen tersebut untuk mengkonfrontirkan dengan Kades terkait pengakuan bendahara yang tidak lain anak kandung si Kades bahwa orang nomor satu di desa setempat ikut menerima  aliran dana  hasil pungli dimaksud. ‘’Yang Rp3 juta untuk biaya administrasi desa di akui sama Pak Kades. Sedangkan saat ditanya soal uang Rp3 juta lagi untuk Kepala BPMPD dia (Kades) hanya diam saja,’’tuturnya.
Terkait masalah ini, BPD besama Kades Sori Sakolo membuat perjanjian untuk melakukan klarifikasi kembali di tingkat desa dengan menghadirkan tiga orang pengurus bedah rumah. Namun upaya itu gagal dilaksanakan, karena Kades jutru tidak proaktif untuk menindaklanjuti kesepakatan tersebut. ‘’Upaya persuasive tidak bisa menyelesaikan masalah ini, kami selaku BPD akan mengambil sikap tegas,’’tandasnya.
Di tempat terpisah Kades Sori Sakolo yang dikonfirmasi membantah segala tudingan bendahara UPK dan Ketua BPD. Malah dia menantang pihak – pihak yang mencemarkan nama baiknya untuk menempuh jalur hukum. ‘’Saya tidak pernah menerima uang dari bendahara UPK dan saya tidak pernah mengaku di hadapan Ketua BPD menerima uang. Mereka semua bohong,’’tegasnya.
Katanya, bila dirinya menerima uang sebesar Rp 6 juta dari bendahara. Ia minta bendahara UPK agar menunjukan buktinya baik berupa kwitansi atau sejenisnya. ‘’Sekali lagi silahkan laporkan saya ke polisi, jaksa atau pengadilan, saya akan ikut. Kalau menempuh jalur hukum kan harus punya bukti, saya terima uang,’’entengnya.
Hingga berita ini diturunkan, wartawan Koran ini belum berhasil menemui Kepala BPMPD Dompu. (dym)        
×
Berita Terbaru Update