Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Headline: Kasus SPPD Fiktif Masuk Kategori Tipikor

01 November 2013 | Jumat, November 01, 2013 WIB Last Updated 2013-10-31T16:28:27Z


Kota Bima, (SM).- Persoalan penggunaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang menyeret Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bima kini ditanggapi sejumlah praktisi hukum. Kasus tersebut dinilai sebagai bentuk tindak pidana korupsi dan penegak hukum diminta untuk mengusut tuntas.

Praktisi Hukum M.Lubis, SH mengatakan, bahwa yang berkaitan dengan penggunaan keuangan daerah dan keuangan negara, kemudian merugikan, maka tidak bisa jauh dan keluar dari tindak pidana korupsi. “Apakah yang dilakukan itu menguntung diri sendiri atau orang lain, lalu itu dilakukan secara disengaja atau tidak disengaja, tetap masuk kategori korupsi,” ujarnya, di kantor Pengadilan Negeri Raba Bima, Kamis (31/10).
Menurut dia, dari kasus tersebut, Kejaksaan Negeri Raba Bima bisa langsung mengambil alihnya. Bisa dengan cara menunggu LHP dari Inspektorat atau dari Kepala Daerah. Tapi jika Kejaksaan Negeri Raba Bima lebih proaktif, setelah kasus tersebut mencuat di media massa, Jaksa bisa langsung mengusut. “Bukti permulaan yang digunakan oleh Jaksa bisa dalam bentuk informasi dan berita. Artinya Jaksa bisa langsung ambil alih untuk tahap penyelidikan. Siapapun bisa dipanggil oleh Jaksa,” katanya.
Ia menilai, masalah tersebut ini tidak ada hubungannya dengan Kepala Daerah. Karena SKPD itu ada pimpinannya masing-masing. Apapun yang terjadi, ada Kepala SKPD yang harus bertanggungjawab atas perbuatan tersebut. “Selain diusut oleh penegak hukum, ada sanksi administrasi juga yang harus diberikan oleh Kepala Daerah, melalui Inspektorat,” tambahnya.
Kemudian, praktisi hukum lain yakni Sulaiman MT, SH juga mengatakan hal yang sama. Jika memang benar adanya masalah tersebut, hal itu jelas merupakan tindak pidana korupsi, dan bisa diusut oleh Kejaksaan dan Polisi. “Polisi juga sudah ada bidang Tipikornya,” sebutnya.
Kata dia, tanpa ada laporan dari masyarakat pun, baik Jaksa maupun Polisi, harus mengusut tuntas kasus tersebut. Karena dilihat dari sisi hukum, tidak harus menunggu ada laporan dari masyarakat. “Masalah ini sudah beberapa kali mencuat di pemberitaan media massa,” ucapnya.
Mengenai keterlibatan Maskapai Penerbangan Merpati, menurutnya pihak BPK juga harus memintai keterangan Merpati. Jika Polisi dan Jaksa juga memiliki niat untuk mengusut kasus ini, Merpati juga harus dipanggil. “Pengakuan dari Bappeda dan Inspektorat itu dijadikan pintu masuk oleh penegak hukum untuk mengusut kasus ini,” tambahnya.
Sementara itu, Kasi Intelejen Kejaksaan Negeri Raba Bima, Edi Tanto Putra, SH saat dihubungi koran ini, belum bisa memberikan keterangan karena masih menjalani agenda sidang di Pengadilan Negeri Bima. (BNQ)
×
Berita Terbaru Update