Kota
Bima, (SM).- Persoalan
penggunaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang menyeret Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bima kini ditanggapi sejumlah
praktisi hukum. Kasus tersebut dinilai sebagai bentuk tindak pidana korupsi dan
penegak hukum diminta untuk mengusut tuntas.
Praktisi
Hukum M.Lubis, SH mengatakan, bahwa yang berkaitan dengan penggunaan keuangan
daerah dan keuangan negara, kemudian merugikan, maka tidak bisa jauh dan keluar
dari tindak pidana korupsi. “Apakah yang dilakukan itu menguntung diri sendiri
atau orang lain, lalu itu dilakukan secara disengaja atau tidak disengaja,
tetap masuk kategori korupsi,” ujarnya, di kantor Pengadilan Negeri Raba Bima,
Kamis (31/10).
Menurut
dia, dari kasus tersebut, Kejaksaan Negeri Raba Bima bisa langsung mengambil
alihnya. Bisa dengan cara menunggu LHP dari Inspektorat atau dari Kepala
Daerah. Tapi jika Kejaksaan Negeri Raba Bima lebih proaktif, setelah kasus
tersebut mencuat di media massa, Jaksa bisa langsung mengusut. “Bukti permulaan
yang digunakan oleh Jaksa bisa dalam bentuk informasi dan berita. Artinya Jaksa
bisa langsung ambil alih untuk tahap penyelidikan. Siapapun bisa dipanggil oleh
Jaksa,” katanya.
Ia
menilai, masalah tersebut ini tidak ada hubungannya dengan Kepala Daerah.
Karena SKPD itu ada pimpinannya masing-masing. Apapun yang terjadi, ada Kepala
SKPD yang harus bertanggungjawab atas perbuatan tersebut. “Selain diusut oleh
penegak hukum, ada sanksi administrasi juga yang harus diberikan oleh Kepala
Daerah, melalui Inspektorat,” tambahnya.
Kemudian,
praktisi hukum lain yakni Sulaiman MT, SH juga mengatakan hal yang sama. Jika
memang benar adanya masalah tersebut, hal itu jelas merupakan tindak pidana
korupsi, dan bisa diusut oleh Kejaksaan dan Polisi. “Polisi juga sudah ada
bidang Tipikornya,” sebutnya.
Kata
dia, tanpa ada laporan dari masyarakat pun, baik Jaksa maupun Polisi, harus
mengusut tuntas kasus tersebut. Karena dilihat dari sisi hukum, tidak harus menunggu
ada laporan dari masyarakat. “Masalah ini sudah beberapa kali mencuat di
pemberitaan media massa,” ucapnya.
Mengenai
keterlibatan Maskapai Penerbangan Merpati, menurutnya pihak BPK juga harus
memintai keterangan Merpati. Jika Polisi dan Jaksa juga memiliki niat untuk
mengusut kasus ini, Merpati juga harus dipanggil. “Pengakuan dari Bappeda dan
Inspektorat itu dijadikan pintu masuk oleh penegak hukum untuk mengusut kasus
ini,” tambahnya.
Sementara
itu, Kasi Intelejen Kejaksaan Negeri Raba Bima, Edi Tanto Putra, SH saat
dihubungi koran ini, belum bisa memberikan keterangan karena masih menjalani
agenda sidang di Pengadilan Negeri Bima. (BNQ)