“Kami menerima informasi dari salah satu anggota Buser
Polres Dompu bahwa diantara yang tewas tertembak Densus 88 di Kandai Dua adalah
anak saya Sirajuddin. Makanya kami datang ke sini Komandan,” tutur Jikra kepada
Kapolres Dompu AKBP Benny Basir Warmansya SIK.
Mendapat cerita dari Jikra orangtua Sirajuddin, Kapolres
langsung menghubungi rekannya diantaranya Kapolres Bima. Dia menanyakan
perkembangan informasi dari Mabes Polri soal identitas para terduga teroris
yang tewas tertembak tim detasemen khusus (Detasmen 88) anti terror di
ladang kacang kedalai wilayah Kelurahan Kandai Dua, Kecamatan Woja
melalui telfon genggamnya. Pada saat itu, Kapolres menerima kabar bahwa para
terduga teroris yang tewas tak ada yang bernama Sirajuddin alias Eja. Karena
ketiga orang yang tewas tersebut para warga Poso yang melarikan diri di
Kabupaten Dompu.
Karenanya, Jikra dan para kerabatnya terpaksa pulang sia-
sia tanpa membawa informasi mengenai keberadaan putranya.
Terkait masalah hilangnya Sirajuddin, membuat lembaga
DPRD Dompu turun tangan dengan memanggil Kapolres Dompu dan Dandim 1614 Dompu
untuk dimintai klarifikasi soal keberadaan terduga teroris, salah satunya
tentang hilangnya Sirajuddin bersamaan dengan peristiwa penggrebekan tim
Densus 88.
Saat Komnas HAM, Jikra sempat menanyakan soal identitas
para jenazah terduga teroris di Mabes Polri dengan harapan agar mendapati
informasi keberadaan anaknya. Lagi – lagi, harapannya hampa. Kata petugas
Komnas HAM Tak satupun dari jenazah terduga teroris bernama Sirajuddin Dompu.
Yang ada hanya bernama Fais warga Poso.
Setelah lebih dari satu Bulan Sirajuddin menghilang, Jikra
bersama keluarganya diantaranya Baharuddin strat dari Dompu menuju Mabes
Polri pada hari Minggu. Mereka sampai di Mabes Polri pada hari Senin.
Di Kantor Mabes Polri, mereka menemui sejumlah petugas
kepolisian dan menanyakan apakah Sirajuddin alias Eja termasuk salah satu
yang tertembak mati di Kelurahan Kandai Dua saat penggrebekan terduga
teroris. “Petugas awalnya menunjukan foto dan indentitas para terduga
teroris yang tewas dalam operasi penggrebekan di Dompu dan Bima. Di situ tak
ada foto Sirajuddin. Semua identitas beralamat Poso,” jelas Baharuddin paman
Sirajuddin.
Kendati demikian, pihak keluarga tetap meminta ijin melihat
langsung wajah mayat – mayat terduga teroris di ruangan jenazah Mabes Polri
walaupun amat sulit. “Masing – masing jenazah ada identitasnya. Namun diantara
deretan jenazah itu ada yang tidak punya indentitas dan diberi nama mister x.
Kami melihatnya, ternyata dia anak kami Sirajuddin,” terang Baharuddin.
Jika dan Baharuddin menandai wajah Sirajuddin,
meskipun kondisi mayat sudah membeku karena tersimpan lama
dalam suhu dingin. “Walaupun kami kenal anak kami. Tapi petugas Mabes
tetap mengklaim bahwa mayat itu bernama Fais asal Poso. Mereka menunjukan
KTP Fais. Kami ngotot dan membuktikan bahwa itu Sirajuddin, sehingga Mabes
Polri mengijinkan jenazah itu diijin dibawa pulang,” tandasnya.
Keluarga Jikra menilai ada yang tidak beres dengan kinerja
tim Densus 88, sehingga menewaskan Sirajuddin. Mereka berspekulasi bahwa
Sirajuddin salah sasaran dan bukan anggota jaringan teroris.
“Kami melihat terjadi kesalahan yang dilakukan tim Densus
88. Pertama, Sirajuddin di kira Fais warga Poso. Sementara anak kami tidak
pernah keluar daerah, jangan kan
ke Poso. Ke Bima pun tidak pernah,” tegasnya.
Mereka tak terima bila anak sulungnya di cap sebagai
terduga teroris. Sebab belum ada bukti yang menguatkan keterangan pihak Mabes
Polri. “Kami tidak mau anak kami di tuduh sebagai teroris. Buktinya mana kalau
dia terlibat. Justru Mabes Polri salah menyebutkan identitas Sirajuddin sebagai
Fais dan beralamat di Poso. Sementara dia beralamat Dompu,” tuturnya.
Keluarga Sirajuddin bertekad meminta keadilan lewat
jalur hukum atas tindakan Densus 88 yang menembak mati serta mengklaim
Sirajuddin sebagai terduga teroris. “Kami akan menuntut Mabes Polri baik secara
lembaga maupun pelaku penembakan,’’pungkas Baharuddin. (*)