Dompu, (SM).- Bagi Calon Kepala Sekolah
(Cakepsek) yang lolos seleksi 83 orang kemarin jangan senang dulu.
Pasalnya, diantara mereka belum tentu akan dinobatkan sebagai Kepala Sekolah
(Kepsek). “Lolos Cakepksek hanya salah satu dari sekian syarat untuk diangkat
menjadi Kepsek,” ungkap Bupati di Pandopo Kamis (28/2).
Ditegaskannya,
penetapan 83 guru menjadi Cakepsek setelah melalui seleksi di tingkat Kabupaten
yang diadakan Dinas Dikpora beberapa waktu lalu. Namun para Cakepsek tidak
mutlak langsung diangakat menjadi Kepsek.
Akan
tetapi masih ada sejumlah petimbangan lain yang menjadi indikator penting untuk
diangkat atau tidaknya figur tersebut sebagai orang nomor satu di sekolah dia
ditugaskan. “Kita akan lihat lagi. Kalau dia melakukan perbuatan yang melanggar
norma dan kedisiplinan, tidaK mungkin Cakepsek demikian diangkat sebagai
Kepsek,” tandasnya.
Meski
demikian, Bupati tetap mendukung upaya Dikpora mencari
bibit terbaik yang akan menduduki jabatan Kepsek. Tentunya Cakepsek
tersebut akan menjadi bahan pertimbangan bagi dirinya merestrukturisasi system
penempatan Kepsek. “Kita dukung langkah seperti ini dan mereka yang lolos
Cakepsek bisa menjadi bahan pertimbangan kami,” terangnya.
Tapi,
menyangkut penarikan uang sebesar Rp 2 juta per orang Cakepsek yang
dilakukan Dikora ia secara tegas tidak melegalkan hal itu. Sebab penarikan itu
tidak mendasar. “Saya tidak ingin menimbulkan multi tafsir soal penarikan uang
itu. Karena saya tidak pernah menyuruh Kadispora melakukannya,” katanya.
Penarikan
uang setelah para Cakepsek ditetapkan. Jika dilakukan sebelum itu, kemungkinan
besar orang akan menganggap bahwa mereka yang lolos Cakepsek karena menyogok. “Saya
bersukur penarikan uang itu setelah ditetapkan nama Cakepsek,” katanya seraya
mebambahkan “menurut saya guru punya gaji, mendapatkan sertifikasi bisa lah
mengeluarkan uang sendiri untuk biaya beli buku, ikuti seminar dan pelatihan
guna meningkatkan kapasitas. Uang yang ditarik kemarin termasuk untuk
mendatangkan para tutor dari daerah lain,” tegasnya.
Lebih
lanjut, masalah ini dapat dijadikan pengalaman buruk yang tak boleh diulangi kembali
di masa yang akan datang. Jika pun itu dilakukan, maka harus diikat dalam
sebuah regulasi yang jelas. “Kalau orang tidak pernah makan cabe, tidak akan
merasakan pedasnya. Kalau menganggap cabe pedas, maka jauhi cabe itu. Jika
masih melakan hal yang sama, saya sendiri tidak akan tolerir,” pungkasnya.
(dym)