Awalnya
membantu, justru dililit persoalan. Mely Lodyais (44) dan putranya, Tomy
Lodyais (9), Warga Negara Malaysia
itu hidup terlantar apa adanya tanpa keluarga dan bekal setelah ditinggal
seorang pria.
#Firmansyah, Wartawan Suara Mandiri
SEORANG
ibu dan anak keluar dari pelataran Mushola Mapolres Bima Kabupaten setelah
dipanggil seorang Polisi untuk sarapan pagi. Rupanya ibu paruh baya dan seorang
anak itu bernama Mely Lodyais dan Tomy Lodyais, asal negara tetangga, Malaysia.
Singkat cerita, kedua orang itu adalah Warga Negara Malaysia
yang sudah berada di Bima sejak 10 hari terakhir. Mely dan putranya, Tomy, tiba
di Indonesia
berawal dari tujuan membantu seorang pria yang diketahuinya bernama Mawar.
Mawar, menurut cerita Mely, seorang pemuda asal Kabupaten
Dompu yang dibantunya pulang ke desa asal dari perantauan di Malaysia. Pada awalnya Mely tidak
mengenal Mawar, hanya saja ia terenyuh dengan nasib yang dialami Mawar.
Pada Suara Mandiri, Mely menceritakan ihwal perkenalan
dengan Mawar hingga tiba di Bima. Suatu hari di kediamannya, Mely didatangi
seseorang yang sudah dikenali namun tidak mengetahui siapa namanya. Seseorang
itu meminta pertolongan untuk bicara dengan Kepolisian Malaysia atas nasib temannya, Mawar yang tengah
dililit persoalan dan ditahan Polisi Malaysia.
Kisah Mely, Mawar berurusan dengan Polisi Malaysia karena laporan majikannya
dengan tuduhan bahwa Mawar tidak berkerja selama sepekan, padahal jaminan kerja
selama sebulan sudah dipenuhi.
“Saya dimintai tolong untuk membebaskan Mawar yang ditahan
Polisi Malaysia.
Karena iba, saya mau saja menolong, kemudian saya datangi kantor Polisi tempat
Mawar ditahan,” akunya.
Mely mengaku memberikan jaminan pada Polisi Malysia bahwa
Mawar adalah orang yang baik dan sudah dikenalinya lama. Karena adanya jaminan,
Polisi Malaysia
melepaskan Mawar dari jeratan hukum.
“Selama berada dalam tahanan Polisi Malaysia, Mawar kerap mendapat
siksaan fisik yang dibuktikan di sekujur badannya terlihat bekas luka memar.
Setelah keluar, Mawar meminta lagi pertolongan pada dirinya.
Karena iba, tanpa pikir panjang diirnya langsung manut saja memenuhi permintaan
tersebut. “Saya antar ke pelabuhan dan kasi duit buat kembali ke Indonesia,”
kenangnya.
Setiba di pelabuhan, Mawar meminta dirinya agar ikut serta
pulang ke Indonesia,
sehingga bisa mengembalikan duit kepulangannya. “Saya terima saja ajakannya
Mawar,” cetusnya.
Total biaya yang sudah dikeluarkan selama membantu Mawar
sebesar 1900 Ringgit. Apesnya, saat transit tiba di di Indonesia dan transit di Kota
Makasar menunggu kapal menuju Bima, musibah pertama menimpa dirinya,“ uang saku
saya kecopetan disaat-saat mencari penginapan,” akunya dengan sekali menyeka
air mukanya.
Tetapi akhirnya tiba juga di Kabupaten Dompu, di rumah
keluarganya Mawar, hingga tidak ada lagi uang di sakunya.
“Saya cuma sehari tidur di Dompu. Keesokan harinya, Mawar
janjikan ada kapal jam 9 menuju Malaysia.
Saya tunggu sampai jam 11, tapi dia tidak juga muncul. Sore hari baru ia muncul
dengan sepeda motor,” kisahnya.
Saat itu Mawar menjanjikan pada dirinya mengantar ke
Pelabuhan Bima, tapi malah diajak ke rumah keluarganya di Desa Boro Kecamatan
Sanggar. “Setiba di sana,
saya diinapkan di rumah keluarganya Hamdan. Saya sudah pasrah tidak bisa pulang
lagi ke Malaysia,”
sambungnya.
Hati Mely benar-benar kalut ketika Mawar, meninggalkannya di
Desa Boro tanpa kejelasan. Mawar yang ditunggu berhari-hari tak kunjung datang
menjemputnya. Mely akhirnya pasrah dan akhirnya menikah dengan Hamdan.
Baru menikah beberapa hari, keberadaan Mely di Desa Boro
diketahui pihak kepolisian. Meski sudah resmi menikah secara siri dengan
Hamdan, namun keberadaan Mely tetap saja dianggap liar, tanpa dokumen lengkap.
Saat itu juga Mely diasingkan dari suaminya oleh pihak
Kepolisian dengan tujuan untuk difasilitasi kepulangannya ke Negara Malaysia.
“Saya sudah ihklas untuk pulang kembali ke negara saya, walau saya sudah punya
suami sah,” keluhnya.
Hingga hari Rabu pagi, Mely dan putranya pasrah menunggu
nasib selanjutnya. Apakah benar-benar akan difasilitasi pulang kembali ke
negara asalnya di Malaysia
ataukah akan tetap berada di Bima untuk selama-lamanya. (*)