Sekolah baru di daerah
pelosok, berharap dengan semangat membaja di tengah keterbatasannya akan sarana
prasarana. Jangan biarkan SMA Karampi, sekedar pelengkap menampung para
generasi yang sebenarnya haus akan ilmu pengetahuan.
Catatan,
Wartawan Suara Mandiri, S.Samada
PENDIDIKAN, suatu
upaya sadar yang dilakukan untuk mengubah eksistensi dan esensi masyarakat
secara spesifik serta bangsa secara universal. Sekolah memiliki tanggung jawab
yang besar karena sekolah sebagai tool dalam rangka merealisasikannya. Itulah
sebabnya, demi percepatan pencapaian tujuan yang dimaksud sekolah seharusnya
menjadikan dirinya senyaman mungkin agar para peserta didik merasa menikmati
keberadaannya.
Hanya saja, harapan terkadang
tidak selalu berbanding lurus dengan realita. Terdapat berbagai kendala yang
mengaral sebagai batu sandungan dalam mencapai harapan. Sebagai misal dan hal
inilah yang sangat lazim terjadi pada pihak sekolah, apalagi lokasi sekolah
tersebut terletak di daerah yang terisolasi (terpencil), yakni keterbatasan
atas ketersediaan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran. Sehingga, sadar
atau tidak, pepatah lama: tiada rotan akar pun jadi menjadi kalimat pelipur
lara yang dipatenkan.
Berbicara mengenai keterbatasan
ketersediaan sarana dan prasarana penunjang pencapaian tujuan pembelajaran,
rasanya tidaklah berlebihan jika sedikit menyentil eksistensi SMAN 1 Langgudu
Kelas Jauh Karampi Persiapan SMAN 3 Langgudu. Lokasi terpencil, menumpang di
sekolah lain (SDN Inp. Karampi), intake siswa yang masih standar (baca: minim),
sarana dan prasarana yang terbatas (baca: sangat kurang) menjadi pemberi
sumbangan bagi melambannya pencapaian tujuan pendidikan pada sekolah yang
didirikan sejak 2 tahun silam dan telah mendapatkan ijin operasional dengan
nomor: 2246/130.21.420/C/2012 tertanggal 19 November 2012 ini.
Muhammad Yusuf, S.Pd. selaku
penanggung jawab KBM ketika membuka statemennya mengatakan, sekolah ini
menyekolahkan sebanyak 62 siswa dengan rincin kelas X sebanyak 41 siswa dan
kelas XI sebanyak 21 siswa dengan dibina oleh 16 guru S1 dan 3 staff.
Kata dia, sebagai sebuah sekolah
rintisan jumlah tersebut memang tidak bisa dianggap sedikit apalagi untuk
ukuran distrik seukuran Desa Karampi. Namun demikian, 3 SMP pendukung (SMPN 4
Langgudu, Satap Sido, dan Satap Soro Bali) saat ini menyediakan sekitar 70
siswa yang akan ujian tahun ini. Jika seluruh siswa tersebut mampu
dimaksimalkan untuk menjadi siswa di SMA Karampi maka tahun pelajaran 2013/2014
sekolah ini akan memiliki siswa di atas angka 100 orang.
“Itulah sebabnya, hal-hal yang
kami lakukan adalah mengadakan kerja sama atau pendekatan terhadap pihak sekolah
serta mensosialisasikannya kepada masyarakat sekitar,” ungkap Yusuf.
Dengan mengadopsi motto sang
pahlawan antirasis, mantan presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela, “I’m the
master of my fate, I’m the captain of my soul”. Itulah sebabnya, “Do
everything right and not only do right everything, adalah ajimat motivasi yang
didaulat dari Robert L. Wolke merupakan suatu harga mati yang menjadi bagian
yang tidak terpisahkan terhadap diri dan rekan-rekan seprofesi yang berujung
pada kemajuan dan pemajuan SMAN 1 Langgudu kelas Jauh Karampi Persiapan SMA 3
Langgudu.
Dalam kesempatan itu pula, guru
Bahasa Inggris yang hobo menulis ini menyatakan keyakinannya bahwa suatu saat
sekolah yang dimandati sebagai tanggung jawabnya akan menjadi sekolah yang
mampu disejajarkan dengan sekolah – sekolah lainnya. Menurutnya, “Comentnya
tersebut bukan sesuatu yang tidak beralasan. Karna motivasi internal yang
dimiliki oleh segenap pendidik (guru) dan staff yang menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari sekolah tersebut menempati prosentase lebih. Tambahan pula,
spirit siswa dalam mengenyam dan menerima pembelajaran pun dapat diacungi
jempol.
Hal senada juga dipaparkan oleh,
Nurwasillah, S. Pd, tingginya minat dan motivasi siswa-siswa yang menjadi
peserta didiknya menyebabkan dirinya dan semua guru selalu dan selalu untuk
terus mengasah kemampuan dan kompetensi. Karena dalam keadaan yang serba
terbatas seperti ini. “Saya dan semua rekan guru menjadi sumber belajar yang
paling menentukan bagi improve yang akan dialami oleh siswa,” cetusnya.
Pemegang mata pelajaran
Matematika ini pun mengakui adanya berbagai kerikil yang menghambat gerak
langkahnya untuk menapaki jalan kemajuan yang telah diretas, semisal minimnya
finansial sebagai salah satu faktor pendukung.
Senada dengan Sila, Buyung Arif,
S.Pd., mengatakan, siswa adalah spirit eksternal untuk kian mengakrabi diri
dengan berbagai referensi dalam ikhtiar keintelektualan dalam merambah
belantara kemajuan yang bernama pengetahuan.
“Dalam keterbatasan memaksa
seseorang untuk dapat berbuat lebih banyak lagi. Karena suasana seperti itu
akan menyebabkan seseorang memaksimalkan seluruh potensi yang dimilikinya agar
mampu berpikir dan berbuat secara lebih kreatif,“ ungkap Romansyah, S.Pd.
Itulah sebabnya, M.Amin Idris,
S.Pd, salah seorang pendiri sekolah mengharapkan kepada semua lapisan
stakeholder (masyarakat, komite, sekolah, dan lebih – lebih pemerintah) agar
turut memperhatikan eksistensi sekolah ini sesuai dengan tupoksinya
masing-masing.
Sebab, sekolah ini bukan hanya
milik orang karampi melainkan set bangsa dan negara yang kebetulan secara
lokasi terletak di Desa Karampi yang sungguh kebetulan lagi, tempatnya
terpencil. Namun demikian, langkah yang tertapak jangan sampai tertahan apalagi
terhenti, sebab sekarang adalah momen yang paling tepat bagi kita dalam
mengepakan sayap.
“Be sooner be better, kalau bukan
sekarang, kapan lagi, kalau bukan di sini (Karampi) di mana lagi, dan kalau
bukan kita, siapa lagi. Jika hal tersebut dapat dimaksimalkan, pencapaian ke
arah kemajuan bukan merupakan sebuah mimpi,” urainya mengharap. (*)