Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Masyarakat Wajib Dilibatkan dalam Perumusan Standar Pelayanan

07 Februari 2013 | Kamis, Februari 07, 2013 WIB Last Updated 2013-02-07T02:00:00Z
Bima, (SM).- Amanat UU nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, penyelenggara pelayanan wajib melibatkan masyarakat dalam perumusan rancangan dan penetapan Standar Pelayanan (SP). Tujuannya, menyelaraskan kemampuan penyelenggara pelayanan dengan kebutuhan atau kepentingan masyarakat dan kondisi lingkungannya.

Dermikian ditegaskan Ismiyarto SH, M.Si selaku Kepala Bidang Pelayanan Hukum dan Keamanan Kemen PAN dan Reformasi Birokrasi RI dalam Seminar dan Lokakarya Implementasi UU Pelayanan Publik dengan tema penguatan partisipasi warga, yang digelar Perkumpulan Solud Bima bersama Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3), didukung Pemkab Bima dan AusAID, Rabu (6/2) di Hotel Marina, Kota Bima.
Dijelaskannya, pengikutsertaan masyarakat dan pihak terkait tentunya dilakukan dengan pedoman tertentu yang diatur dalam peraturan pemerintah. Kemudian, penyelenggara harus menyusun, menetapkan dan menerapkan SP paling lambat 6 bulan setelah Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pedoman penyusunan SP diundangkan.
Kata dia, kini PP nomor 69 tahun 2012 sudah ditetapkan Oktober 2012, artinya tinggal beberapa bulan lagi, SP tersebut harus ditetapkan. Bagi penyelenggara yang telah memiliki standar wajib menyesuaikan dalam waktu 6 bulan setelah PP disahkan. Sedangkan penyelenggara yang baru dibentuk, wajib menetapkan dan menerapkan SP dalam waktu 6 bulan setelah dibentuk.
“Bila penyelenggara yang tidak menyusun dan menetapkan SP akan dikenakan sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan bila tidak mengikutsertakan masyarakat dalam penyusunannya, dikenakan sanksi pembebasan dari jabatan. Pemberlakuan UU 25 dan PP 96 tahun 2012 ini agak ekstrim,” ungkapnya.
Ia menambahkan, penyelenggara layanan dapat menyediakan layanan berjenjang secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan SP serta peraturan perundang-undangan. Maksudnya, pelayanan bertingkat yang didasarkan pada kelas-kelas pelayanan dengan memperharikan prinsip keadilan, proporsionalitas dan tidak diskriminatif.
Adhar Hakim, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Povinsi NTB yang memaparkan materi Pelayanan Publik, Mal Aministrasi, dan konsep good governance mengawali dengan mengenalkan Ombudsman sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan. Penyelenggaraan dimaksud yang dilaksanakan oleh BUMN, BUMD termasuk swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.
Menurut Adhar, kesalahan atau penyimpangan administrasi berawal dari budaya orde baru. Karena itu ekologi tata pemerintahan yang baik (good governence) pada sisi negara, masyarakat sipil dan pasar. Ketiga unsur ini harus sama-sama kuat dalam menegakkan prinsip tata pemerintahan yang baik mencakup akuntabilitas, partisipasi dan transparansi. Maraknya kasus korupsi dan penyimpangan karena selama ini hanya menitikberatkan pada aspek penindakan, padahal aspek penting yang harus dilakukan adalah pentingnya pencegahan pentimpangan merupakan persoalan fundamental yang haru diselesaikan. “Inilah yang mendasari dibentuknya lembaga negara yang mempunyai tugas dan wewenang dalan pencegahan sehingga dibentuk Ombudsman RI mengacu pada UU nomor 37 tahun 2008,” jelasnya.
Adhar selanjutnya memaparkan, kendala dasar dalam pelayanan publik antara lain kurangnya sosialisasi peraturan, rendahnya kinerja pegawai, penempatan pegawai yang kurang tepat, menjamurnya praktek KKN, maraknya suap dan atau gratifikasi serta kurangnya komitmen penyelenggara negara. (ris/sam)
×
Berita Terbaru Update