Suasana Rakor Pemkot Bima dengan tokoh masyarakat. |
Hadir juga saat itu, seluruh kepala Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Bima, jajaran Muspida, DPRD Kota Bima. Pada
rapat tersebut, selain membicarakan mengenai antisipasi mengenai potensi
konflik, juga dibicarakan mengenai terorisme yang beberapa hari kemarin marak
diberitakan di sejumlah media.
Qurais dalam pidatonya mengatakan,
penangkapan dua oknum dokter oleh detasemen khusus (densus) 88 Mabes Polri pada
pertengahan tahun 2012 lalu, muncul kesan bahwa wilayah Kota Bima cenderung
menjadi basis jaringan-jaringan terorisme. “Kesan ini tentu saja merupakan
kesan yang keliru. Karena pada kenyataannya, Pemkot Bima semakin giat melakukan
pemantauan dan pengawasan terhadap berbagai isu-isu keamanan, serta terus
berkoordinasi dengan kepolisian,” ujarnya.
Selain itu, Pemkot Bima juga mengaktifkan
simpul-simpul linmas (perlindungan masyarakat) sebagai garda terdepan deteksi
dini dalam masyarakat. Pemerintah pun berharap agar masyarakat dapat ikut aktif
dan melaporkan hal-hal atau gerakan yang aneh dan mencurigakan dalam
masyarakat, agar situasi tetap kondusif. “Saya menyayangkan beberapa waktu yang
lalu berkembang informasi yang sangat menyesatkan tentang penculikan anak, yang
telah membuat masyarakat NTB terpengaruh sehingga terdorong melakukan
tindakan–tindakan penganiayaan terhadap korban yang ternyata tidak melakukan
penculikan,” katanya.
Menurut Qurais, tidak semua informasi
bersifat konstruktif atau membangun. Masyarakat harus belajar menyaring berita
dari perangkat teknologi. Karena ada juga pesan-pesan yang sifatnya destruktif
atau merusak, sehingga nantinya kita tidak kecolongan oleh ulah orang-orang
yang tidak bertanggung jawab. “Kini dibutuhkan kontribusi seluruh elemen yang
ada untuk membenahi kembali iklim keamanan NTB, khusus Kota Bima,” pintanya.
Sebagai catatan, selama tahun 2011
tercatat ada 97 kejadian konflik baik horisontal maupun vertical di seluruh
provinsi NTB. Dalam hal keamanan, Kota Bima bersama Kabupaten Bima menduduki
ranking empat, dimana masing-masing tercatat ada Sembilan kejadian konflik
sepanjang tahun 2011. Urutan pertama, kedua, dan ketiga, berturut-turut adalah
Lombok Utara (2 kejadian), Kabupaten Sumbawa (5 kejadian) dan Kabupaten Dompu
dan Kota Mataram (masing-masing 7 kejadian).
Untuk dipahami, perankingan ini
berdasarkan lokus (tempat kejadian), bukan akar permasalahan, sehingga demo
yang dilaksanakan di wilayah kota namun
berdasarkan permasalahan di Kabupaten, dikategorikan dalam lokus Kota tempat demo.
Walaupun situasi secara umum kondusif
sepanjang tahun, tetap ada beberapa hal yang harus dibenahi. Kota Bima, seperti
halnya daerah-daerah lain di NTB, memiliki potensi konflik. Berkaca dari
beberapa kejadian di daerah lain, ada tiga aspek ketahanan masyarakat yang dapat
berpotensi menjadi pemicu konflik, yaitu faham keagamaan, akses terhadap sumber
daya ekonomi, khususnya pengelolaan sumber daya alam dan lemahnya penegakan
hukum.
Ada ciri khusus faham keagamaan yang akan
menimbulkan konflik, yaitu yang menganggap diri sendiri benar dan orang lain
salah. Jika ada komunitas yang bercirikan faham seperti ini, saya himbau kepada
para tokoh agama dan tokoh masyarakat, agar mendatangi langsung tempat tinggal
mereka. ajaklah berdialog, lakukan pendekatan persuasif, jangan langsung menyerang.
Lanjutnya, menurut arahan presiden, pada
tataran daerah, harus menerapkan sistem 1 komando, yaitu kepala daerah. Jika
ada situasi genting atau dibutuhkan, kepala daerah punya wewenang untuk memberi
perintah kepada aparat keamanan dan instansi vertikal. “Menutup ini, saya
mengajak kita semua untuk tidak mudah terprovokasi. Jangan mudah terpancing
isu-isu negatif. Saya meminta dukungan semua pihak, terutama kepolisian, TNI,
Linmas, POL PP, serta seluruh masyarakat, untuk menjaga keamanan wilayah,” harapnya.
(BNQ)