Bima, (SM).- Fakta yang satu ini menjadi deretan potret
miris yang dialami wartawan selaku pemilik profesi menyuguhkan informasi pada
publik dalam kerangka pencerdasan bangsa. Rabu (9/01), sejumlah wartawan yang
hendak meliput jalannya pertemuan antara warga dan jajaran Pemerintah Kabupaten
Bima di salah satu aula kantor Bupati Bima, tiba-tiba saja diusir oleh Sekda
Drs H Masykur HMS, untuk tidak melakukan peliputan pada prosesi pertemuan yang
membahas sengketa tanah di wilayah Kecamatan Sape dan Lambu.
Di tempat dan momentum yang sama pula,
sebelumnya, sejumlah wartawan yang ikut memadati ruang rapat saat itu,
tiba-tiba dikejutkan peringatan untuk meninggalkan ruang rapat oleh beberapa
aparatur pegawai setempat.
Tidak terima dengan pengusiran untuk
melakukan peliputan jalannya rapat antara warga Sape dengan pemerintah
tersebut, sejumlah wartawanpun dengan nada sedikit kesal, menanyakan perihal
tidak diperbolehkannya meliput pertemuan dimaksud. Lucunya, beberapa aparat
pemerintah yang dari awal merasa risih dengan kehadiran sejumlah wartawan,
mengoceh rapat ini tertutup dan tidak diperkenankan wartawan melakukan
peliputan. Tidak itu saja, oknum aparat yang melarang tersebut, sempat berkata,
pihaknya merasa bingung mana wartawan dengan alasan tidak jelas wartawan mana
karena tidak mengenakan identitas kewartawanan.
Sejumlah wartawan yang semakin risih
dengan sikap arogan yang diperlihatkan pemangku kepentingan di rapat tersebut,
langsung menunjukan identitas yang memang tetap dibawah kemanapun saat wartawan
bertugas. “Kami wartawan jelas,“ kata Abbie wartawan Mingguan Stabilitas yang
memang berseragam medianya sembari memperlihatkan kartu pers miliknya.
Perdebatan antara oknum aparatur Pemkab
pada momentum rapat yang mestinya sudah harus dimulai semakin menjadi.
Pasalnya, Sekda yang awalnya sudah duduk manis di depan sejumlah wakil
masyarakat Sape dan Lambu yang datang menuntut hak pengelolaan tanah eks
jaminan, pun ikut angkat bicara, “teman-teman wartawan keluar dulu, nanti kami
akan menyampaikan hasilnya lewat jumpa pers,“ ujarnya.
Mendengar pernyataan Sekda yang senada
dengan peringatan anak buahnya yang melarang wartawan meliput langsung, membuat
sejumlah wartawan semakin mempertanyakan apa maksud dibalik perintah wartawan
untuk keluar tersebut.
Kata wartawan saat itu, UU Keterbukaan
Informasi Publik tidak mengharamkan siapapun untuk mengakses informasi, khusus
wartawan dalam bekerja. Tetapi penegasan sejumlah wartawan bahwa pekerjaan yang
tengah dilakoninya dilindungi undang-undang, tidak mempan. Belum lagi saat
sejumlah wartawan menanyakan pada wakil masyarakat Sape dan Lambu terkait boleh
tidaknya wartawan meliput, diterima dan diperbolehkan. Namun Sekda dan sejumlah
oknum aparatnya, bersih kukuh melarang wartawan untuk meliput, dengan janji
akan menyampaikan secara resmi usai pertemuan berlangsung.
Akhirnya dengan rasa kecewa dan tidak
ingin pertemuan tertunda karena keinginan untuk tetap meliput, mengalah dengan
harapan janji untuk jumpa pers dipenuhi Sekda. Anehnya, jumpa pers yang
dijanjikan sebenarnya tidak akan terjadi. Atas dasar kebutuhan pemberitaan dari
pertemuan itu, wartawan mendatangi Kasubag Pemberitaan, Yan Suryadin M.Si,
untuk difasilitasi pertemuan dengan Sekda. Meski faktanya sejumlah wartawan
diterima Sekda, namun harus menunggu beberapa saat karena Sekda masih menerima
tamu.
Sekda yang ditanya apa maksudnya melarang
dan mengusir wartawan saat pertemuan dimaksud, secara tegas tidak ingin disebut
mengusir. “Bukan mengusir. Saya tidak mengusir. Hanya meminta pada teman-teman
untuk tidak meliput dulu. Nanti saya akan jelaskan setelah pertemuan dengan
masyarakat,“ tampiknya.
Sekda mengaku, sangat respek dengan
wartawan dan tidak ada niat sedikitpun untuk melarang wartawan mendapatkan
informasi. (ris)