Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Polemik SK 676, Wabub Temui Dewan

11 Januari 2013 | Jumat, Januari 11, 2013 WIB Last Updated 2013-01-11T02:08:31Z

Bima, (SM).- Polemik yang berkepanjangan yang begitu membias di masyarakat atas diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Gubernur NTB nomor 676 tahun 2012 tentang pelimpahan sementara tugas dan wewenang Bupati Bima pada Wakil Bupati Bima untuk menjalankan roda pemerintahan setempat sampai Bupati Bima sembuh dari sakit, akhirnya berujung pula pada pertemuan dua pemerintahan yakni eksekutif dan legislatif.

Kamis (10/01) siang, Plt Bupati, Drs H Syafruddin yang didampingi Asisten I Setda, Drs Abdul Wahab dan aparatur Bagian Hukum, duduk satu meja dengan DPRD Kabupaten Bima, guna mengklarifikasi kronologis hingga munculnya SK 676 tersebut. Rapat yang dipimpin Ketua DPRD Kabupaten Bima, Drs H.Muchdar Arsyad dan dihadiri dua wakilnya selaku unsur pimpinan berikut puluhan anggota dewan setempat, dilangsungkan di ruang rapat utama.
Terpantau, mengawali rapat, Ketua dewan langsung menggarisbawahi ada atau tidaknya SK 676 sama saja. Artinya tidak berpengaruh pada eskalasi politik yang disalahartikan atau murni untuk menyelaraskan jalannya roda pemerintahan. Meski demkian kata Muchdar, guna mendapatkan kejelasan seperti apa duduk permasalahan lahir dan terbitnya SK Gubernur tersebut, tentu harus diklarikfikasi dan dibicarakan bersama dan perlu ada jawaban langsung dari eksekutif.
Wabub yang diberi kesempatan penuh untuk menjelaskan, langsung menjelaskan kronologis terbitnya SK 676. Kata Wabub, mengingat kondisi Bupati Bima yang masih sakit dan tidak bisa menjalankan tugas sebagaimana mestinya apalagi pada momentum yang sama pula pengesahan APBD 2013 sangat membutuhkan tandatangan Bupati Bima. Ditambah lagi, massa bhakti beberapa Kepala Desa (Kades) yang berakhir masa jabatannya dan akan mengikuti pilkades, tentu membutuhkan SK Bupati yang memberhentikannya. Kemudian mengacu pada pemerintahan yang tidak boleh fakum, maka perlu dilakukan konsultasi dengan pihak provinsi.
Atas dasar itu jelas Haji Syafru, eksekutif mengutus Asisten I dan Kabag Hukum Setda untuk berkoordinasi dan berkonsultasi dengan pihak pemerintah provinsi, guna mendapatkan kejelasan seperti yang diatur undang-undang. Jawaban pihak propinsi saat itu, jelas Wabub, berdasar pasal 26 (1) huruf G yang intinya berhalangan dijabarkanlah Bupati berhalangan sementara dan perlu pelimpahan tugas sementara sampai kondisi bupati dinyatakan sembuh. Lalu, gubernur selaku yang mewakili pemerintah pusat, memohon pada pihak RS Jantung Harapan Kita untuk melakukan tindakan medis pada pasien yang bernama H Ferry Zulkarnaen ST selaku Bupati Bima (pejabat negara) dan hasilnya oleh pihak rumah sakit merekomendasikan, bahwa sementara ini bupati belum bisa menjalankan tugas sebagaimana mestinya karena kondisi kesehatan belum pulih. “Jadi itulah dasar lahirnya SK 676,“ ujarnya sembari mengaku lahirnya SK itu sebagai amanah yang mesti dijalankannya. Hirarkinya, jabatan Bupati dan Wakil Bupati sama (satu paket) apa yang dilakukannya tetap atas nama Bupati. Dengan mengakhiri dan meminta semua yang hadir selalu mendoakan agar bupati cepat sembuh dan dapat bekerja seperti biasa.
Usai Wabub menjelaskan duduk persoalan lahirnya SK 676, sejumlah angota dewan yang diberi kesempatan berbicara menimpali beragam lahirnya SK tersebut. Wahyuddin SAg, misalnya mengaku kecewa dengan gelaran pertemuan tersebut. Mestinya kata dia, koordinasi dengan pihaknya seyogyanya dilakukan eksekutif sebelum lahirnya SK, sehingga semua dapat dibicarakan secara bersama dan tidak menimbulkan polemik dan perbendaan penafsiran juga analias atas lahirnya SK 676 dimaksud. Wahyu juga mengomnetari redaksi SK yang dinilainya memang akan berdampak pada perbedaan penafsiran.
Drs M.Sarjan M.Si, malah mempertanyakan wewenang apa saja yang boleh dibijaki Wabub pasca menerima amanat atas SK tersebut, “apakah memutasi juga menjadi kewenangan Wabub, singkatnya. Sementara, H.Mustahid H Kako, malah mempertanyakan kenapa Plt dipersoalkan. “Itu menjadi hal yang lumrah,“ pungkasnya. Firdaus SH, malah menegaskan jabatan itu ex oficio.
Sayangnya, setelah ditimpali sejumlah anggota dewan, Muchdar selaku pimpinan rapat, mengakhiri dengan kalimat semua harus dimaknai dengan baik. Diakhir rapat, terkesan tidak ada kesimpulan yang pasti. (ris)           
×
Berita Terbaru Update