Bima, (SM).– Sejumlah kalangan intelektual yang
mengatasnamakan diri Himpunan Mahasiswa Monggo kembali menggoyang PT. Bunga
Raya dengan aksi unjuk rasa susulan yang berlangsung di depan halaman kantor
Desa Monggo, Kecamatan Madapangga, Kamis (3/1) pagi.
Liputan SM, pada aksi kedua kalinya ini sejumlah masa aksi membawa keranda
mayat sebagai simbol matinya aparatur desa dalam memperjuangkan aspirasi
masyarakat. Demo susulan tersebut dilakukan karena tuntutan mengusir PT. Bunga
Raya untuk meninggalkan desa tersebut belum ada tindaklanjutnya.
Pernyataan sikap yang sama
disampaikan mahasiswa melalui Juanidin selaku korlapnya. Massa meminta PT. Bunga Raya secepatnya meninggalkan
Desa Monggo karena kehadirannya dalam melakukan eksploitasi kekayaan alam
seperti galian C samasekali tidak memberikan dampak positif untuk kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat, khususnya
warga Desa Monggo.
Selain meminta PT. Bunga Raya angkat koper, mahasiswa juga meminta aparatur
desa setempat untuk menjelaskan penggunaan konstribusi tetap dari PT. Bunga
Raya bagi desa pada tahun 2012 sebesar Rp 7 juta dan dari CV. Lam- Lama Rp 5
juta. “Kami ingin aparatur desa bisa keluar dan menemui kami di luar untuk
menjelaskan penggunaan dana desa tersebut dan jangan hanya duduk diam didalam
ruangan,” teriak massa.
Setelah ditekan oleh para pendemo,
akhir Kades Monggo, Drs. Abdullah H.Yusuf keluar menemui para pendemo di depan
pintu kantor desa guna memberikan penjelasan yang dijaga ketat aparat keamanan.
Kades dalam penjelasannya mengatakan, sumbangan dari PT. Bunga Raya Rp
7 juta dan CV. Lam-Lam Rp 5 juta untuk Desa Monggo pada tahun 2012 telah
dipergunakan untuk pembangunan masjid raya desa.
Kata dia, selama PT. Bunga Raya melakukan kegiatan operasi di wilayah
Desa Monggo sama sekali tidak memberikan konstribusi khusus untuk APPKD Desa
Monggo, tapi hanya memberikan insentif pada anggota BPD Rp 500 ribu per bulan
serta Rp 500 ribu untuk karang taruna desa. “Jika para mahassiwa ingin menanyakan
penggunaan dari hasil konstribusi untuk BPD dan Karang Taruna silahkan tanyakan
langsung pada anggota BPD serta pada pengurus Karang Taruna,” jawabnya.
Setelah mendapatkan penjelasan, para pendemo kembali mengucil dan
menuding para anggota BPD setempat sebagai perman yang minta jatah dengan lebih
mengedapankan kepentingan pribadi dibanding memperjuangkan nasib masyarakat
sesuai tugas dan fungsinya sebagai legislator masyarakat di wilayah desa.
Selama aksi berlangsung, aksi mahasiswa Monggo tidak melakukan tindakan
anarkis sedikitpun berkat penjagaan ketat oleh aparat kepolisian, Danramil dan
Pol-PP. Hanya pada saat itu, massa sempat membakar ban bekas dan keranda mayat
di jalan lintas desa setempat. (pul)