Kota Bima, (SM).- Setelah sebelumnya ditolak lantaran tidak
lengkapnya barang bukti dan jumlah tersangka, kini kejaksaan Negeri (kejari)
Raba-Bima menerima pelimpahan tahap dua berkas kasus tersangka kerusuhan Lambu
dengan syarat, berkas para tersangka yang sebelumnya dalam satu berkas perkara
di Splitsing. Atas petunjuk pihak Kejaksaan, penyidik kepolisian kini bekerja
ekstra membagi berkas perkara para tersangka.
Kasi Intel Kejari Raba-Bima, Edi Tanto Putra, SH ditemui di kantornya,
Selasa (8/1) mengatakan, seluruh berkas perkaran tersangka kasus kerusuhan
Lambu telah diterima penyerahan berkas tahap duanya dengan syarat berkas perkara
yang sebelumnya ditolak untuk dipisahkan atau di splinsing.
Pada penyidik kepolisian diminta untuk memisahkan berkas perkaranya sesuai
jumlah tersangka yang saat ini telah menyerahkan diri. Petunjuk pemisahan
berkas ini sebagai syarat pihak kejaksaan menerima pelimpahan tahap dua dari
berkas para tersangka dari kepolisian. ”solusinya ya splinsiing saja kalau mau
diterima,” ujar Edo.
Pemisahan berkas perkara para tersangka guna memudahkan pihak kejaksaan
memproses lebih lanjut untuk penuntutan di Pengadilan. Persoalan penolalakan
sebelumnya kata Edo, karena memang sesuai diamanatkan aturan bila jumlah
tersangka tidak lengkap, sesuai yang teruang didalam Berkas Acara Pemeriksaan
(BAP) diserahkan kepolisian tentunya kejaksaan mengalami kesulitan dalam melanjutkan
kasus tersebut kepersidangan.
Tambah Edo, penyidik kepolisian bersama kejaksaan guna mensiasatinya dengan
cara splitsing atau pemisahan berkas para tersangka. Untuk jumlah tersangka
yang telah diterima berkas perkara yang terakhir sudah secara keseluruhan
diterima, sesuai jumlah tersangka yang menyerahkan diri sebelumnya. Namun ada
beberapa tersangka yang berkasnya dipisahkan dan digabung menjadi dua tersangka
dalam satu berkas.
Untuk pasal yang bakal dijerat pada tesangka yaitu pasal
pengerusakan dan perlawanan pada petugas, itu sesuai pasal yang diterapkan
dalam berkas yang diserahkan oleh pihak kepolisian ditambah dengan pelanggaran
terhadap Undang-Undang darurat tahun 1951.(dd)