Bima,
(SM).- Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB atas laporan keuangan Pemerintah
Daerah Kabupaten Bima tahun anggaran 2011 menyimpulkan realisasi belanja
senilai Rp43 milyar tidak dapat ditelusuri dan diuji.
Dalam
LHP tersebut, BPK merincikan, pada tahun anggaran (APBD) 2011, Pemerintah
Kabupaten Bima menganggarkan belanja senilai Rp882.925.999.003 milyar dan telah
merealisasikan Rp824.749.621.117 milyar atau 93,41 persen.
Berdasarkan
hasil pemeriksaan terhadap bukti pertanggungjawaban belanja, bunyi LHP BPK,
diketahui terdapat realisasi belanja sebesar Rp119.885.926.205 milyar, yang
bukti SPj terbakar pada insiden 26 Januari 2012.
Bukti
SPj yang realisasi belanjanya tersebut terbakar, terdapat pada 4 SKPD. Yakni
Sekretariat daerah (Setda), BPBD, Kantor Pelayanan Ijin Terpadu dan Satuan Pol
PP. Atas ketidaktersediaan bukti SPj tersebut, tim BPK lakukan prosedur
alternatif. Yakni dengan melakukan wawancara dan penelusuran dokumen dan
konfirmasi pada SKPD lain dan pihak eksternal melalui penelusuran SP2D pada
Bank BPD NTB dan Bank BNI dan lainnya.
“Hasil
penelusuran itu, dari total SPj belanja Rp119 milyar yang dapat ditelusuri
Rp76.826.258.439 milyar.
Dan
yang tidak dapat ditelusuri oleh tim BPK sebesar Rp43.059.667.766 milyar. Namun
Pemerintah Kabupaten Bima membentuk tim tersendiri untuk menelusuri jejak
realisasi belanja langsung pada 4 SKPD tersebut.
Hasil
penelusuran tim Pemerintah Kabupaten Bima yang termuat dalam LHP BPK, yakni
dengan meminta surat pernyataan dari pihak-pihak terkait yang disampaikan pada
BPK per tanggal 31 Oktober 2012, dijelaskan total realisasi belanja
Rp43.059.667.766 milyar, nilai belanja yang dapat ditelusuri Rp33.833.233.906
milyar.
Dan
yang tidak dapat ditelusuri oleh tim Pemerintah Kabupaten Bima senilai Rp9.226.433.860
milyar, dari total Rp43. 059.667.766 milyar total realisasi belanja yang tidak
dapat ditelusuri dan diuji oleh tim BPK.
Dalam
LHPnya, BPK menegaskan tidak dapat laksanakan prosedur pemeriksaan untuk
menilai kewajaran karena penyerahan data setelah pemeriksaan berakhir 9 Oktober
2012.
Kasubag
Pembukuan dan Verifikasi Bagian Keuangan Setda Bima, Iwan Setiawan, yang
dimintai kejelasan LHP BPK atas realiasi belanja yang tidak dapat ditelusuri
dan diuji tersebut, menegaskan, hal itu bagian dari dampak peristiwa kebakaran
kantor Pemerintah Kabupaten Bima.
Dari
total dana senilai Rp43 milyar yang tidak dapat ditelusuri dan diuji, versus
BPK, tersebut, Ia jelaskan sudah ditelusuri pihaknya senilai Rp33 milyar lebih.
“Masih ada 9 milyar yang belum mampu kami telusuri,” ucapnya.
Dana
senilai Rp9,2 milyar yang belum dapat ditelusuri itu, jelasnya, adalah komponen
belanja yang bersumber dari barang dan jasa yang didalamnya terdiri dari
pembelian ATK, makan minum, penggandaan, penjilidan.
Ia
mengakui, jika realisasi komponen belanja dan jasa tersebut sulit diperoleh
SPj-nya. “Siapapun yang kerjakan, tidak akan dapat. Karena untuk menentukan
tempat pembelanjaan sangat sulit mengingat dokumen sudah tidak ada lagi,”
ujarnya.
Iwan
mengakui, sulitnya penelusuran SPj realisasi belanja barang dan jasa tersebut,
sehingga BPK memberikan predikat penilaian pengelolaan keuangan Pemerintah
Kabupaten Bima tahun anggaran 2011, disclamer.
“Sejarah
dimanapun terjadinya kebakaran kantor Pemerintahan di Indonesia ini, tidak akan
pernah keluar dari predikat disclamer, walaupun kami sudah berkomitmen untuk
dapat menyediakan data sebisa mungkin dengan berkerja sungguh-sungguh. Justru
kami tidak mampu merubah tata kerja yang dilakukan BPK. Ini kategori fos
mayor,” tandasnya. (ima)