Kota Bima, (SM).- Polemik pembangunan Lapak PKL permanen di
sekitar kawasan lapangan Pahlawan Kota Bima makian menarik. Semula masyarakat
Kelurahan Rabadompu Barat dan Rabadompu Timur minta agar dibongkar. Kini
giliran para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang disebut-sebut sebagai calon
pemanfaat yang meminta bangunan Lapak yang menelan biaya ratusan juta rupiah itu
agar tidak dibongkar alias tetap dipertahankan.
Saat didatangi Koran ini di sekitar lokasi
pembangunan Lapak, sejumlah PKL yang sudah lama mengais rejeki di kawasan
lapangan Pahlawan Kota Bima justru meminta agar bangunan Lapak tidak dibongkar
karena bermanfaat.
Sundari misalnya. Ia mengaku sangat terbantu
dengan adanya bangunan Lapak tersebut. Kata dia, selain rapi, nantinya mereka
bisa berjualan dengan rasa nyaman, tanpa gangguan terik matahari maupun
derasnya hujan. “Lapak baru ini bagus. Saya pribadi minta agar ini tidak
dibongkar,” pintanya.
Ia menilai, bangunan Lapak baru tersebut justru
memperindah kondisi kawasan lapangan Pahlawan yang semula terkesan kumuh dan
tidak teratur. Dulu, sebelum ada bangunan Lapak, para PKL setempat seringkali
mengalami kebanjiran saat berjualan ketika musim hujan datang. Tapi dengan adanya
bangunan Lapak baru ini, kondisi tersebut sepertinya tidak akan terjadi lagi. “Karena
semuanya sudah diatur dengan sedemikian rupa oleh Pemerintah Kota Bima,”
pujinya.
Lanjutnya, untuk penggunaan bangunan Lapak yang
lama, diakuinya pula tidak secara gratis. Ada semacam iuran yang harus mereka
setor. Setiap bulannya, kata Sundari, para PKL menyetor pajak dan retribusi
sebesar Rp35 ribu dengan rincian Rp25 ribu untuk retribusi Lapak dan Rp10 untuk
retribusi kebersihan. “Kalau bangunan Lapak yang baru ini, kami belum tahu,”
ucapnya.
Meski belum memperoleh kepastian informasi mengenai
retribusi yang akan dibebankan pemerintah pada para pemanfaat bangunan Lapak
baru itu, Sundari meminta pada pihak terkait agar tidak terlalu mematok dengan
mahal.
Disinggung munculnya penolakan dari elemen
masyarakat atas bangunan Lapak tersebut, menurut Sundari, mengakui demikian.
Tetapi secara pribadi wanita asal Kelurahan Rabadompu Barat itu tetap
berkeinginan bangunan Lapak tidak dibongkar.
“Kami ingin Lapak ini tidak diganggu karena kami
sangat membutuhkannya untuk dimanfaatkan. Justru kami PKL di sini sangat
bersyukur pada pemerintah yang berinisiatif dengan membangun tempat jualan
permanen,” tuturnya.
Senada disampaikan Hadijah, calon pemanfaat
bangunan Lapak. Wanita asal Rabadompu Barat itu juga sangat berharap agar
bangunan Lapak tidak dibongkar. “Keberadaan bangunan Lapak ini sangat
bermanfaat,” ucapnya.
Hadijah belum bisa membayangkan nasib mereka
sebagai calon pemanfaat apabila bangunan Lapak tersebut benar-benar jadi
dibongkar oleh Pemerintah lantaran desak dari oknum-oknum warga yang lainnya.
“Kalau bangunan Lapak ini dibongkar, dimana lagi
kami harus cari makan. Di sinilah satu-satunya tempat harapan kami cari
kehidupan. Tetapi kalau memang dipaksa untuk dibongkar, kami tidak bisa berbuat
banyak,” ungkapnya pasrah.
Meski demikian, Hadijah sangat berharap bangunan
Lapak tersebut tidak dibongkar, karena keberadaannya juga tidak sampai
mengganggu aktifitas masyarakat lain yang ingin memanfaatkan kawasan lapangan.
“Kami di sini ingin semuanya berjalan aman.
Kegiatan di lapangan tetap berjalan, kami juga tetap bisa berjualan. Kami juga
berharap aksi protes dari masyarakat tidak berlarut-larut,” pintanya.
Harapan Sundari dan Hadijah tersebut, sama
seperti harapan Natsir. Warga Kelurahan Rabangodu Selatan penjual es itu mengharapkan
agar bangunan Lapak baru tidak dibongkar. “Sayang kalau bangunan yang sudah
dibangun ini dibongkar lagi,” tuturnya.
Ia yakin, bangunan Lapak baru tersebut akan
sangat bermanfaat untuk warga sekitar. Misalnya peluang membuka lapangan kerja
baru bagi pengangguran yang ingin berjualan. “Saya kira lapangan masih tetap
bisa digunakan warga untuk bermain bola dan aktifitas lainnya,” tambahnya.
(SM.07)