Bima, (SM).- Sudah
menanggung penderitaan, para korban kebakaran mobil pick-up pengangkut BBM di
Desa Talabiu Kecamatan Woha, harus pula menguras isi dompet untuk membiayai
pengobatan selama perawatan medis di RSUD Bima.
Seperti dialami delapan orang
korban yang hingga Selasa (14/8) siang masih mendapat perawatan intensif di
Rumah Sakit (RS) setempat. Bahkan keluarga korban patungan dengan keluarga lain
untuk memenuhi biaya resep dokter. “Mulai kemarin sampai hari ini (kemarin)
saya sudah dua kali membeli obat di apotik menggunakan uang pribadi. Sudah
Rp205 ribu uang saya keluarkan,” aku Aminah, ibu korban Fahmi di ruang rawat
isolasi RSUD Bima.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Bima yang sebelumnya akan menanggung semua biaya yang diakibatkan dari bencana
tersebut, justru belum realisasikan perintah Bupati Bima H.Ferry Zulkarnain, ST
untuk hajat dimaksud. “Saya belum tahu jika biaya pengobatan anak saya
ditanggung Pemerintah. Perawat berikan resep obat dan menyuruh beli di apotik,
kita beli. Walaupun persediaan kita pas-pasan,” timpalnya.
Obat yang dibeli Aminah, berupa
salep anti bakar dan jenis obat lain yang tidak diketahui namanya. Obat
tersebut, ujarnya, telah dipakai. “Kata perawat obat itu tidak ada di rumah
sakit hanya ada di luar,” imbuhnya.
Aminah menyebutkan, bukan hanya
dirinya yang membeli obat pada apotik lain untuk keperluan anaknya. Agussalim,
Supriyadin, Syahril serta korban lain pun juga membeli sendiri obat yang
diperlukan. “Ada
juga obat yang diberikan secara gratis, seperti infus (cairan) dan beberapa
obat lainnya,” ucapnya sembari menunjukan lembaran kwitansi bukti pembelian
obat.
Senada juga diakui Ahmad Sumba,
ipar korban M. Said Abdullah. Dia mengaku sudah dua kali beli obat. Pertama dia
merogoh kocek Rp130 ribu dan yang kedua bayar biaya rontgen Rp40 ribu. Nasib
yang dialami Ahmad Sumba lebih tragis ketimbang dialami Aminah.
Pada Senin malam, Ahmad Sumba
sempat menitipkan uang jaminan senilai Rp50 ribu pada petugas apotik di RSUD
Bima baru diberikan salep yang dibutuhkan. Malam itu mereka butuh obat, tapi
tidak ada uang. Oleh petugas jaga apotik saat itu, tidak memberikan obat karena
tidak punya uang. “Akhirnya kita titip uang jaminan. Tadi pagi uang jaminan
kita sudah dikembalikan lagi,” ungkapnya.
Selain mereka, Saodah, istri
korban Syahril juga mengaku hal serupa. Sewaktu mendapat perawatan pertama di
Puskesmas Woha, Saodah sudah malah keluarkan uang untuk beli obat. Setiba di
RSUD Bima juga beli obat. “Saat pertama masuk di RSUD ini saya beli obat seharga
Rp100 ribu. Obat kedua kali seharga Rp50 ribu dan bayar biata rontgen Rp40
ribu. Ada juga
obat yang diberikan secara gratis,” beber Taufik
Kepalan Dinas Sosial Kabupaten
Bima Abdul Wahab yang dihubungi, mengaku tidak tahu menahu kalau ada korban kebakaran
yang disuruh beli sendiri obat. “Setahu saya semua biayanya ditanggung
Pemerintah,” ucapnya.
Bahklan, kata dia, Bupati Bima
sudah memanggil Kepala Dinas Kesehatan dan Direktur RSUD Bima untuk
menyampaikan segala biaya pengobatan korban kebakaran ditanggung oleh
Pemerintah. “Setahu saya seperti itu,” sebutnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Bima Hj. Siti Hadjar Yoenoes yang dihubungi awalnya tidak mengetahui kalau ada
pasien yang membeli obat sendiri. “Tidak ada seperti itu,” elaknya.
Disinggung pertemuan dengan
Bupati Bima yang menginstruksikan biaya pengobatan ditanggung Pemerintah, Ia
belum menjawab. Sejurus kemudian menghubungi kembali wartawan memberitahukan
uang pasien dikembalikan.
“Saya sudah koordinasi dengan
Direktur Rumah Sakit, mereka belum tahu ada instruksi Bupati. Mereka belum
koordinasikan dengan perawatnya. Sekarang juga mereka akan kembalikan uang yang
dipakai beli obat,” ujarnya. (SM 06)
Keterangan foto: Keluarga
korban kebakaran pick-up pengangkut BBM menunjukan rupa obat yang dibeli dengan
uang pribadi. Inzert: Aminah, Ibu korban Fahmi perlihatkan
lembarana kwitansi bukti pembelian obat di apotik. Fail foto di com lay out
data d foto hari ini foto ima.