Kota Bima, (SM).- Meski pekerjaan tambang
marmer di Lingkungan Kadole Kelurahan Oi Fo’o sudah mulai berjalan, namun riak
protes dari sejumlah kalangan masih saja ada. Senin kemarin, Front Rakyat
Menggugat (FRM) Kota Bima menggelar aksi di depan kantor Walikota Bima dan
meminta agar pertambangan itu dihentikan.
Alasan mereka, selain kurangnya
sosialisasi, cacat hukum dan cacat administrasi, kekhawatiran akan dampak
negatif dari keberadaan aktifitas eksplorasi perusahaan tambang bukan suatu hal
yang mengada-ngada, tapi menjadi ancaman nyata.
Koordinator Lapangan, Syaiful mengatakan,
Indonesia merupakan Negara yang kaya raya akan sumber daya alam yang
menjanjikan kesejahteraan rakyat, demikian pula di daerah Kota Bima. Namun
realitas yang terjadi, kekayaan itu seperti sudah dirampas oleh para petinggi
negeri ini, untuk kepentingan pemilik modal. “Kekayaan alam ini telah dijual
untuk kepentingan asing, dan kepentingan penguasa. Bukan untuk kepentingan
rakyat,” sorotnya.
Menganggap proses pertambangan marmer juga
yang tidak sesuai aturan, dan masih banyaknya tahapan administrasi yang
dilewati, Syaiful mengajak masyarakat Kota Bima untuk berpikir jernih mengenai
keberadaan tambang dan menolaknya. “Di mana-mana pertambangan itu tak ada yang
mensejahterahkan rakyat. Malapetaka dan bencana akan muncul,” ujarnya.
Orator lain, Irwan mengungkapkan tentang
kehidupan baru masyarakat Kadole yang direlokasi untuk kepentingan
pertambangan, sangat jauh dari kesejahteraan. Dulu masyarakat setempat yang
masih bisa bertani dan berladang, kini lahan sudah dirampas untuk kepentingan
pemilik modal. “Inilah yang kami namakan penindasan. Rakyat ditindas oleh
sistem dan kepentingan para investor,” tegasnya.
Selain tak adanya lapangan pekerjaan untuk
masyarakat setempat, kebutuhan sehari-hari warga yang direlokasi juga belum
tercukupi dengan baik, seperti janji Pemerintah Kota Bima yang ingin
memberikan fasilitas kebutuhan hidup warga setempat. “Tidak hanya warga,
kesejahteraan warga lingkar tambang juga direlokasi,” ungkapnya.
Kemudian orator lain, Adi Supriyadin
menyatakan, kebijakan tambang yang diterapkan Pemerintah Kota Bima juga
kebijakan sesat, sebab munculnya pertambangan di lingkungan Kadole Kelurahan Oi
Fo’o dipaksakan oleh perselingkuhan pemilik modal dan Pemerintah Kota Bima.
“Kasus Lambu jadi contoh nyata pemaksaan
kehendak yang dilakukan pemerintah. Jika hal ini juga masih terus terjadi di
Kota Bima, kami pun tak akan berdiam diri. Perlawanan tetap kami kobarkan untuk
mengusir inventor”, tegasnya. (SM.07)