Bima, (SM).- Diskusi publik yang
didesain dalam rangka halal bi halal Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) cabang Bima di salah hotel disimpulkan bahwa di Bima tidak ada
terorisme. Diskusi dengan tajuk Rekonstruksi Nilai Dakwah Islami Rahmatan Lil
Alamin menuju Ikhtiar Pencegahan Terorisme di NTB menghadirkan berbagai tokoh
ulama Bima, yang digelar hari Senin (27/8/12).
Pembicara dalam acara diskusi itu, yakni
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bima KH Abdurahim Haris, Ketua
DPD Hisbut Tahrir Indonesia (HTI) Kota Bima Muhammad Ayubi, Wakil Akademisi
Syarif Ahmad dan Kepala Kesbanglinmaspol Kabupaten Bima Drs Syarifuddin.
Ketua MUI Kabupaten Bima KH Abdurahim
Haris mengatakan, terorisme di Bima tidak ada. Kalimat terorisme, ujarnya,
hanyalah kultus makna yang sama sekali tidak bisa ditemukan dalam penjelasan Al
Quran. “Kesimpulannya, kata terorisme hanya didesain sedemikian rupa untuk
sebuah kepentingan diskriminisasi”, tegasnya.
Senada dengan Ketua HTI Kota Bima M.Ayubi.
Ia menyinggung deradikalisme sebagai paradigma cacat yang dinilai gagal guna
mendiskreditkan dan menyudutkan umat Islam dalam menyimpulkan sebuah issue. Pada
hakaketnya, isu terorisme mengusung kepentingan barat dan kapitalisme serta
pemilik modal.
Selama ini, kata dia, tidak ada kesimpulan
yang jelas terhadap stigma umat Islam yang bertindak terorisme. Dicontohkannya,
untuk memuluskan paradigma sesat terkait terorisme dan radikalisme itu,
pemerintah melalui Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT) telah
menghabiskan anggran Rp476 Milir untuk proyek pemberantasan teroris di
Indonesia. “Besaran anggaran tersebut belum termasuk biaya lain yang jumlahnya miliaran”,
sorotnya.
Wakil Akademisi, Syarif Ahmad, menyinggung
kalimat radikalisme yang kebanyakan masyarakat cenderung berkonotasi negatif
alias berarti pembangkangan. Memang, sambungnya, tidak dipungkiri radikalisme
adalah hal negatif.
Bicara terorisme di Bima, lanjutnya,
selama ini merupakan hal yang acap dibesar-besarkan saja, termasuk oleh media
nasional maupun internasional. Padahal, fakta lapangan yang terpantau olehnya
penganggapan terorisme sama sekali belum teruji kebenarannya oleh pihak keamanan.
(SM.08)