Bima, (SM).- Wacana
pembentukan daerah otonom baru, Kabupaten Bima Timur disuarakan Komite
Pembentukan Kabupaten Bima Timur (KPKBT) dinilai sebuah kebutuhan dan
akselerasi berbagai keinginan.
“Apa yang menjadi tuntutan dan aspirasi
berbagai kelompok tersebut, mesti dijewantakan dan dipahami sebagai sebuah
dinamika politik,” tutur salah seorang akademisi STISIP Mbojo Bima, Syarif
Ahmad.
Selain itu, sambungnya, pembentukan
Kabupaten Bima Timur kebutuhan yang terurai dalam kerangka percepatan
pembangunan dan pendekatan komunikasi dan informasi yang dirasakan tak terjawab
sebelumnya.
Pemekaran sebuah wilayah Kabupaten Bima
Timur dari Kabupaten Bima, ucapnya, mengacu berbagai aspek dan prasyarat. Mulai
dari`sisi geografis, jumlah penduduk, potensi dan hasil ekonomi serta prasyarat
lainnya.
“Termasuk didalamnya mekanisme yang
telah diamanatkan Undang-undang (UU). Hanya saja, aspirasi dan tuntutan
kebutuhan atas pemekaran yang diinginkan masyarakat menjadi modal utama yang
melandasi segera terbentuknya wilayah baru,” jelasnya.
Soal kesepakatan dan kesepahaman
politik seluruh masyarakat di tujuh Kecamatan di wilayah Bima Timur, hendaknya
tidak menjadi persoalan yang utama apalagi dijadikan ‘peluru’ politik untuk
menghambat keinginan dan aspirasi masyarakat.
“Kalau itu yang menjadi hal utama yang
dijadikan acuan pemekaran sebuah wilayah, tentu tidak ada wilayah yang bisa dan
cepat memisahkan diri. Indonesia saja sejarahnya tidak ada konsensus semcam itu
ketika ingin merdeka dan keluar dari belenggu penjajahan,” tuturnya.
Legislator sebagai pengemban aspirasi
masyarakat, menurutnya, memiliki kewajiban menerima setiap aspirasi yang
disuarakan masyarakat, termasuk didalamnya soal pemekran wilayah Bima Timur.
Sebab tugas DPRD, sebutnya, merespon
setiap tuntutan kebutuhan masyarakat. Persoalan proses dan mekanisme yang akan
dilewati menjadi kewenangan Depdagri yang menyimpulkan daerah tersebut perlu
atau tidak dimekarkan. (SM 08)