Kota
Bima, (SM).- Akademisi
STISIP Mbojo Bima, Drs Arif Sukirman MH pada Suara Mandiri mengatakan, anggota DPRD Kota dan
Kabupaten Bima adalah legislator yang telah kehilangan roh sebagai figur
pembawa kebenaran dan menyuarakan harapan rakyat sebagaimana titahnya.
Hal
itu dikatakannya ketika men jawab pertanyaan wartawan mengenai sepak terjang
anggota dewan, sampai-sampai situasi kantornya dalam keadaan sepi, seperti yang
dilansir Suara Mandiri, baru-baru ini.
Bahkan
katanya, lembaga dewan yang terhormat itu telah dieksploitasi (dimanfaatkan)
untuk kepentingan meraup keuntungan pribadi, bukan lagi sebagai lembaga
pengabdian. “Anggota dewan lebih mementingkan perut ketimbang berbuat untuk
kepentingan masyarakat banyak”, sorotnya.
Dijelaskannya, tiga fungsi
DPR yang diembannya, bagaikan pisau tumpul tak berguna lagi. Fungsi kontrol
yang mesti dijalankan semaksimal mungkin oleh dewan pada eksekutif, dilakukan
setengah hati. Asal ada kepentingan sifat pembiaran menjadi hal yang biasa.
Sementara hak budget yang
mesti diperankan secara sempurna sebagai salah satu kewajiban lembaga dewan pun
tak berfungsi baik. Mestinya kondisi kota yang acap disclaimer ini, bisa ikut diemban pula oleh anggota dewan.
Begitupun hak legislasi yang diharapkan mampu melahirkan aturan yang berpihak
pada kepentingan dan kemajuan daerah, tidak mampu dilahirkan secara baik oleh
lembaga aspirasi rakyat tersebut.
Kesan
yang muncul atas citra dewan tersebut, duganya, semakin membuat masyarakat
krisis kepercayaan lagi pada legislator bahkan lembaga dewan yang telah selalu
diekploitasi demi kepentingan pribadi anggotanya itu. “Hanya kepercayaan
terpaksa yang ada di masyarakat atas dedikasi buruk yang diperankan anggota
dewan”, sentilnya.
Ia menyarankan, anggota
dewan mesti kembali jadi manusia yang berhati nurani dan berpihak pada rakyat.
Bukan yang menjadikan lembaga dewan sebagai tempat mencari pekerjaan. Sebab,
kalau itu jadi maindsetnya, sudah pasti anggota dewan telah kehilangan
roh sebagaimana fitranya.
“Kalau memang studi banding,
konsultasi atau apapun namanya yang memerlukan penganggaran yang besar, tentu
bisa dihemat bahkan tidak perlu diselengarakan, jika tidak bermanfaat dan tidak
ada out put bagi pengembangan daerah secara nyata dan berkesinambungan,
“ujarnya.
Jikapun, berbagai tunjangan
yang diperoleh dirasakan tidak sesui kejra pengabdian yang dilakukan, mestikah
harus diambil. ”Sangat sedikit anggota dewan yang menolak uang yang diperoleh
seeprti itu”, heranya. (SM.08)