Bima,
(SM).- Hujan
yang turun dengan lebat di wilayah Desa Kawuwu Kecamatan Langgudu sejak pukul 01.15
Wita pada hari Sabtu (26/5) menyebabkan lima wilayah di Kabupaten Bima seperti Kecamatan
Langgudu, Belo, Monta, Woha, dan Kecamatan Palibelo diterjang banjir bandang.
Bahkan banjir yang datangnya mulai pukul 06.00 Wita merendam rumah dan ratusan
hektar lahan pertanian warga.
Menurut
H.M Sidik (75) warga Desa Cenggu, banjir bandang yang terjadi sekarang
merupakan banjir terbesar. Apalagi banjir itu datangnya di musim kemarau, padahal
musim hujan saja tak pernah ada banjir se-dahsat ini. “Umur saya sudah tujuh
puluh lebih tahun, baru sekarang saya rasakan banjir bandang yang dahsyat”,
ungkapnya.
Informasi yang di lapangan, sejumlah
rumah warga Desa Ngali terendam banjir dengan ketinggian sampai dada orang
dewasa terjadi di Dusun Lewi, Dusun Sigi, Dusun Rade Bari. Rumah di tiga dusun itu digenangi air hingga
setinggi jendala rumah.
Diduga banjir banding tersebut merupakan
‘kado kiriman’ Sungai Na’e Desa Kawuwu dengan Sungai Lante Desa Sambori
Kecamatan Lambitu yang bermuara akhir di salah satu sungai di Desa Ngali. Beruntung,
tidak ada korban jiwa dibalik musibah banjir tersebut, kecuali warga mengalmi
kerugian materi.
Salah seorang warga Ngali,
Julfin, SH pada wartawan saat kejadian mengatakan, saat ini warga Ngali dalam
keadaan dan suasana mencekam, karena sejumlah pemukiman penduduk sedang direndam
banjir setinggi dada orang dewasa.
Selain mengalami kerugian harta
benda, sejumlah lahan pertanian yang ada di tiga lokasi seperti di So Tolo
Monta, So Dana Mpungga, So Santula, So Bente juga ikut hanyut tergenang air
hingga mengakibatkan juga kerugian bagi sejumlah warga.
Camat
Belo, M Chandra Kusuma mengungkapkan, banjir bandang itu cukup mengagetkan
warga Kecamatan Belo, terutama masyarakat di Desa Ncera, Soki, Lido, Ngali dan
Renda. Akibat banjir bandang, tanaman bawang merah yang siap panen hancur. Tidak
itu saja, bawang yang sudah dipanen, bahkan sudah deal harganya dengan pembeli ikut
terbawa banjir. “Demikian juga dengan tanaman padi yang diperkirakan akan gagal
panen”, ujarnya.
Kata
Chandra, lahan pertanian warga Ncera seluas 100 Ha yang dipakai untuk tanaman
bawang, padi dan kacang tanah juga rusak. Selain itu, lahan warga Soki 18 Ha, lahan
pada masyarakat Lido 16 Ha dan lahan bawang Merah 14 hektar.
Sedangkan
lahan tanaman bawang merah yang rusak milik warga Ngali sekitar 400 hektar.
Lahan padi masyarakat Renda 75 ha, bawang merah 125 hektar serta lahan padi masyarakat
Cenggu 103 hektar dan 40 hektar tanaman bawang merah.
Di
samping kerusakan lahan, banjir bandang juga menghanyutkan satu buah tiang
listrik dan satu buah jembatan putus. “Syukurlah ketika jembatan patah, saya
sudah kembali dari Soki”, ujar Chandra.
Menurut
alumni STPDN Jatinangor ini, banjir bandang yang datangnya sekitar pukul 6 pagi
itu, selain merusakkan lahan pertanian dan tanaman petani, juga ikut
menghanyutkan beberapa unit rumah warga Ngali. “Kalau dinilai dengan uang,
kerugian petani bawang bisa mencapai Rp 50 juta per orang. Tidak ada satupun
petani yang sanggup selamatkan hasil panen berupa bawang merah”, terangnya.
Akibat
lainnya, terputusnya jalur transportasi dari dan ke Desa Cenggu – Tente Kecamatan
Woha karena jalan dilewati air banjir setinggi dada orang dewasa. Masyarakat
Belo yang hendak menuju Tente terpaksa mengambil jalan lingkar. “Termasuk untuk
kendaraan roda dua, roda empat dan benhur”, cetusnya.
Sedangkan
pengguna jalan yang tak melalui jalan lingkar utara terpaksa menunggu airnya
surut. “Banyak antrian kendaraan, dan orang yang melintas terpaksa pakai
pembantu agar tidak terseret arus yang cukup deras di batas Cenggu dan Tente”,
urai Chandra.
Masih
menurut Camat Belo, lingkungan sekolah baik SMPN 2 Belo maupun SMAN Belo serta
kantor Camat, kantor Danposramil serta PDAM ikut terendam banjir setinggi perut
orang dewasa.
Guna
mengurangi resiko banjir, jelasnya, harus dibangun tanggul di sebelah selatan pemukiman
warga Cenggu. Pasalnya, setiap musim, banjirnya akan meluap, dari sebelah
selatan pemukiman ataupun lapangan sepak bola desa Cenggu. “Kantor saya tidak
masuk air, karena sudah ditinggikan bangunannya. Kalau sebelumnya, sudah jadi
langganan terendambanjir”, cetus Chandra. (SM.12/11)