Dompu, (SM).- Wakil Manteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Prof.
Widjajono Partowidagdo meninggal dunia saat melakukan pendakian
gunung berapi Tambora Sabtu (21/4) meliwati jalur Doro Peti Kecamatan
Pekat.
Ibnu Kaldun S.Sos warga Dompu
yang ikut mendaki Tambora bersama rombongan itu, ditemui di kediamannya Ahad (22/4) menuturkan, Wamen gagal sampai ke kaldera Tambora. Pasalnya, pejabat negara tersebut mengalami kondisi
kritis sekitar 50 meter dari lokasi kaldera.
Sumber berita dari salah satu
stasiun televisi swasta menyebutkan bahwa Wamen menghembuskan nafas
terakhir saat berada di Pos 1 kawasan Tambora.
Beda halnya dengan keterangan
Ibnu
Khaldun. Menurutnya, Wamen meninggal dalam perjalanan
evakuasi di
pertengahan Pos 3 dan Pos 2.
Sebab di
lokasi itu, denyut nadi Wamen sudah terhenti. “Dari mulai proses evakuasi saya memeriksa denyut nadi
Wamen. Awalnya ada tapi lamban. Namun di pertengahan Pos tiga dan Pos dua,
denyut nadinya sudah tak ada lagi”, terangnya.
Ibnu Khaldun menjelaskan, Wamen
tiba dengan rombongannya di lokasi pendakian pada Jum’at Sore. Dosen ITB
ini datang menggunakan mobil pribadi Kepala Dinas Pertambangan
Kabupaten Bima. Tak ketinggalan, Kabid Pertambangan Dompu dan dua orang
stafnya, dua orang kru TV One, serta Abdul Haris Kepala Kantor Fulkanologi Tambora ikut dalam ekspedisi tersebut. “Jumlah peserta pendaki Tambora mencapai 22 orang”, katanya.
Tim mulai melakukan
pendakian pada sore itu juga dengan menggunakan tiga unit kendaraan roda
empat. Wamen dari Pos 1 ke Pos 2 menumpangi mobil Kadis Pertambangan Bima.
“Tim sampai di Pos dua sekitar pukul 17.00 Wita”, ungkapnya.
Namun di pertengahan Pos 2 dan Pos 3, mobil tumpangan Wamen tak dapat melanjutkan
pendakian karena mengalami gangguan akibat medan yang berat berupa pasir
dan bebatuan. Keadaan demikian, kata pria yang
akrab disapa Adun memaksa Wamen ganti mobil. Dia menaiki mobil Hartop yang
ditumpangi sumber ini yang dikendarai Andi staf Bagian Hukum Setda Dompu. “Laju kendaraan kami tidak mengalami hambatan hingga di
Pos 3. Kami sampai sekitar pukul sekitar pukul 20.15 Wita”,
akunya.
Karena sudah malam, Tim memilih
bermalam di Pos 3. Wamen sempat diwawancarai oleh wartawan TV One Salam, beberapa menit. Sedangkan yang anggota Tim yang lain sibuk membangun
tenda. Sehabis diwawancarai, Wamen beristirahat
dan satu tenda dengan Kadis Pertambangan Bima. Suhu pada malam itu
sangat dingin. Dia sempat melihat muka Wamen tampak pucat seperti orang yang
kelelahan. “Sebelum dia istirahat saya dan salah satu staf Wamen
sempat memijat tubuh kaki Wamen. Soalnya dia mengeluh kakinya keram”,
urainya.
Sekitar pukul 04. 30
Wita, Tim pun bersiap – siap menuju puncak kawah Tambora dengan
berjalan kaki karena medannya cukup terjal sehingga tak bisa dilalui kendaraan.
“Jarak tempuh antara Pos 3 ke Kaldera diperkirakan mencapai 1
KM lebih”, katanya.
Dalam perjalanan menuju
kaldera, Ibnu Khaldun bersama Abdul Haris dan dua orang staf Wamen jalan
beriringan. Cuaca kala itu cerah dan tak ada kabut. Wamen selalu mengeluh kelelahan. Dia hampir puluhan kali beristirahat.
Sayangnya tak ada satupun tenaga kesehatan yang ikut dalam rombongan. Bahkan
persediaan obat – obatan pun tak maksimal. Yang ada hanya sebotol minyak
cengkeh dari peserta. “Wamen sempat minta balsem, tapi tak ada yang bawa. Yang ada hanya minyak cengkeh. Hanya itu
yang diolesin pada bagian tubuh Wamen yang sakit”,
ujarnya lagi.
Jarak sekitar 50 meter sebelum
kaldera, Wamen tak berdaya untuk melanjutkan pendakian. Dia diawali kejang –
kejang dan sesak nafas. Itu terjadi sekitar pukul 08.00 Wita. Melihat kondisi
Wamen memburuk, Tim memutuskan untuk menghentikan perjalanan menuju kaldera dan harus turun mengevakuasi Wamen. Dirinya
memerintahkan Andi untuk mengambil tiang bendera di atas kawah Tambora. Tiang itu dipatahkan menjadi dua bagian,
guna menandu Wamen. Sedangkan kain sarung dari para anggota Tim. “Jam 9 pagi saya mengirim SMS kepada Bupati Dompu dan
meminta bantuan supaya Wamen segera dievakuasi”,
katanya.
Sementara Abdul Haris, bersusah
paya menghubungi Tim Orari agar menyebarkan kabar tentang keadaan Wamen. Namun sayang, meski nyambung tapi para
pegiat Orari tak percaya dengan berita itu. Malah mereka bermain
– main. “Jam 11.30 wita kami mendapat kabar bahwa bala bantuan
helikopter Newmont tiba di Tambora. Tapi mereka tak bisa mendarat di pos 3
karena kabut tebal. Karenanya heli kopter menunggu di Pos 1”, katanya.
Proses evakuasi terhadap Wamen menuju Pos 3 memakan waktu yang cukup
lama. Disamping kabut sudah mulai muncul, stamina anggota Tim pun tak normal
sehingga mereka sering beristirahat. “Proses evakuasi memakan waktu lama karena kabut tebal”,
cetusnya.
Sampai di Pos 3 Wamen
dinaikan ke mobil hartop yang dikendarai Andi. Dimana dirinya bersama dua
orang crew TV One ikut satu mobil dengan Almarhum. Tubuh Wamen
diletakkan di atas tas – tas yang tertata. Mereka sampai ke Pos 1 sekitar
pukul 16.15 Wita.
Sementara dua orang dokter
yakni 1 orang dokter dari Puskemas Doro Peti dan doker dari Newmont 1 orang
tengah menunggu. Dari hasil pemeriksaan disimpulkan bahwa Wamen telah meninggal
dunia.
Sore itu juga jazat Wamen
diterbangkan menggunakan heli kopter Newmont
menuju Denpasar Bali. (SM.15)