Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Republik “Sebentar-Sebentar” Demo

19 April 2012 | Kamis, April 19, 2012 WIB Last Updated 2012-04-19T15:06:42Z

Oleh: Fidel Hardjo

GAWAT mencermati aksi demo akhir-akhir ini. Ada-ada saja alasan untuk berdemo. Sebentar demo KPK, lalu demo DPR, sebentar FPI, sebentar demo premanisme, dan kini demo tolak naik harga BBM. Jika kerjaan kita demo melulu, kapan fokus kerjanya? Atau kita namakan saja negeri ini “Republik Sebentar-Sebentar” (Demo)?
Hari-hari ini demo riuh rendah BBM berkecamuk di mana-mana. Protes mahasiswa di kampus sudah menjalar demo ke jalan-jalan. Di ruang DPR, diskusi para dewan lebih sengit. Para pakar pun mulai angkat bicara di televisi bahkan berkoar-koar di koran. Di kampung pun, Pak RT sudah rancang demo. Nelayan di laut pun siap gantung jala. Ibu-ibu di dapur pun lebih memilih gantung periuk hanya untuk demo.
Energi bakal habis hanya untuk demo dan protes. Belum terhitung (akan) terjadi aksi anarkis. Setuju, kita protes. Tetapi saya khwatir, kita lupa tugas pokok. Mahasiswa belajar. Petani turun ke sawah. Nelayan menebarkan jala. DPR rumuskan Undang-Undang bantai korupsi (urgen). Para pakar bikin penelitian lintas.
Adakah keuntungan di balik semua aksi ini? Atau, lebih banyak kerugiannya? Kerugian material dan imaterial sudah bakal menumpuk. Secara ekonomis, kita tidak produktif. Pemerintah juga terkelepot stagnan. Dunia akademis kampus juga mampet. Belum terhitung derita stres dan sakit hati akibat aksi demo yang kandas.
Anda boleh mencibir saya. Kalau saya agak berseberangan dengan aksi demo belakangan ini. Saya justru mempersilakan SBY untuk tancap gas dengan kebijakannya, sejauh alasan menaikkan harga BBM bukan untuk kepentingan dirinya, keluarganya, dan partainya. Kita sudah mendengar semua alasan harga BBM naik. Atau, sekalipun ada alasannya, pasti tolak mentah-mentah. Tetapi, BLSM-nya tidak.
Ini yang ganjil. Tolak naikkan harga BBM, tetapi diam-diam besok terima duit BLSM. Tak dapat duit itu, main habok lurahnya. Jelas-jelas ganjil. Coba kita beri kepercayaan kepada pemerintah. Boleh-boleh saja protes kebijakan. Itu tandanya warga yang kritis.
Bayangkan saja. Kalau setiap bulan demo, kapan kita fokus kerja. Pemerintah linglung tadah protes atas kebijakannya. Sementara warga sibuk tak karuan rancang protes kebijakan pemerintah. Adakah hasil yang maksimal? Tengok, negara lain terus meninggalkan keterbelakangan kita. Kita hanya sibuk berdemo. Sebentar, kok!
Negara tetangga sibuk bekerja keras merancang masa depannya. Kita malah sibuk demo melulu. Kapan kerja kerasnya dan kapan pula ada hasilnya? Hasilnya juga, pasti hasilnya sebentar-sebentar saja. Manakala, negara tetangga agak bangga akan kemajuannya, kita malah cepat sensitif bahkan cepat naik darah tanpa alasan.
Mengapa kita tidak gumpalkan kekuatan? Bekerja lebih tekun dengan pekerjaan kita. Selain hasilnya bisa dinikmati sendiri, juga membangun bangsa ini. Daripada kita sibuk menggunting kebijakan pemerintah, lebih baik kita sibuk dengan pekerjaan kita masing-masing. Itu jauh lebih berguna. Toh, kita sendiri menyetir ritme hidup ini.
Lain halnya, kalau pemerintah kita korup. Korupsi harus dilawan mati-matian. Bila perlu seret dan gantung ramai-ramai koruptor di tugu monas. Karena, penyakit ini membuat negara kita klepek ketinggalan dengan negara lain. Kalau koruptor dibiarkan, apapun impian kita, negeri ini hanya makmur seperti kisah lagu romantika.
Lawan korupsi adalah obligasi moral kolektif perlu digalakkan. Bukan protes kebijakan pemerintah. Jelas setiap kebijakan itu pasti ada lost-benefit-nya. Tentu, pemerintah tidak bermain sandiwara. Tugas kita sebenarnya dukung bulat. Jika kebijakan sekarang dinilai jelek dari pilihan terjelek, jangan kita bikin lebih jelek lagi.
Kalau besok harga sembako melambung, apakah kondisi kita lebih jelek dari kemarin. Atau jika esok ongkos transportasi lebih mahal dari hari ini, apakah kondisi kita lebih baik besok? Saya tidak bermaksud meminimalisir situasi negatif terjelek pasca kenaikan harga BBM. Tetapi, mari kita lakukan hal-hal yang positif untuk kita.
Lagian, kenaikan harga BBM bukan baru pertama kali. Dan, bukan hanya di Indonesia. Negara lain pun sudah menaikkan harga BBM. Tetapi reaksi mereka tidak seberingas kita. Bahkan jika dibanding dengan negara tetangga, harga BBM kita masih terlalu murah. Tetapi reaksi mereka lebih terkonsilidasi ke energi positif.
Asal tahu saja. Kenaikan harga BBM di masa pemerintahan SBY sudah mau yang ketiga kalinya. Dari kebijakan yang sudah-sudahnya, tak satupun kebijakan itu dinegosibel apalagi dianulir. Pasca kenaikan harga BBM (2005, 2008) riak-riak ekonomi memang ada, tetapi bisa dikendalikan. Tidak seram seperti yang diyelkan.
Memang ada kesan, gelombang demo di republik ini lebih berbau politis. Antara politisi selalu mencari cela untuk saling mencongkel. Ada protes yang benar dan banyak pula yang menurut saya, semestinya tidak perlu. Tidak selektif dan produktif. Ada juga mahasiswa tak sadar bergerombol mengikuti kerumunan politisi seperti ini.
Warga yang tidak tahu menahu pun ikut demo. Sebab mahasiswa sudah menjadi ikon perubahan, entah salah atau benar apa yang didemo mahasiswa, asal mahasiswa demo. Ayo demo! Padahal, aksi demo mahasiswa sekarang tidak sejernih demo 98. Benar atau salah kritik ini silahkan nurani mahasiswa menjawab.
Oleh karena itu, apa yang harus kita lakukan? Kita terus melawan dengan demo kenaikan harga BBM, yang jelas-jelas sudah pasti tidak bisa dianulir atau menyambutnya dengan lapang dada, sambil terus bekerja giat dan mengawasi subsidi pemerintah, yang sudah diprogramkan agar terlaksana baik dan tepat sasar.
Pertama, jika kita tetap konsisten dengan sikap berdemo maka kerugian yang kita dapat jauh lebih banyak daripada apa kita terima. Dari segi efektivitas program subsidi ditawarkan pemerintah bisa saja kandas. Roda pemerintahan sudah jelas tidak fokus. Padahal, masih banyak masalah lain yang harus ditangani pemerintah.
Selain pemerintah tidak fokus, rakyat juga lebih tidak fokus. Sibuk demo atau kerja. Sibuk belajar atau demo. Sibuk bikin penelitian atau demo. Pilihannya, mengangkang di dua pilihan. Sebentar kerja, sebentar demo. Sebentar belajar, sebentar demo, sebentar penelitian, sebentar demo. Hasilnya, “sebentar-sebentar”.
Lain hal dengan politisi. Ini ladang mereka. Semakin seru protes warga, semakin solid wilayah politiknya. Dan, semakin besar kans melumpuhkan lawan politiknya. Ujung-ujungnya merebut kekuasaan. Meski, dengan cara yang kesannya membela rakyat kecil. Biasa, setelah mendapat kekuasaan, selamat pula riwayat rakyat itu.
Bagaimana impak pasca kenaikkan BBM? Rumitlah. Semua harga barang naik. Betul, itu konsekuensi ekonomis yang ditakut-takuti.Terimalah itu dengan tulus. Hidup lebih hemat adalah pilihan arif di moment seperti ini. Ini juga bentuk ikhtiar membangun bangsa ini. Kompensasi BLSM tak perlu dipolitisir berlebihan. Betapa indahnya jika ketulusan dua pihak sahut menyahut daripada menyalak saat-saat ini.
Kedua, jika kita menerima kebijakan ini tentu berlaku prinsip minus malum (jelek-jelek tapi ada baiknya juga). Baiknya apa? Paling utama kita hemat energi. Energi kita tidak dikuras untuk demo. Kita fokus energi dengan pekerjaan kita, entah siapa saja mulai dari mahasiswa, petani, nelayan, pakar sampai ibu-ibu rumah tangga. Alangkah eloknya, jika ketulusan dikedepankan daripada demo tak habis-habisnya.
Berilah waktu bagi pemerintah memfokuskan dirinya bekerja lebih produktif lagi. Mahasiswa bisa lebih tekun menyelesaikan studinya. Para pakar lanjutkan penelitian. Jangan terpengaruh oleh politisi yang otaknya hanya merancang trik menjatuhkan lawan atas nama rakyat dan targetnya ke-kuasa-an. Justru mental politisi inilah yang memperkeruh situasi politik tanah air kian blunder dan sekarat.
Sayangnya, kita lebih suka demo. Hasilnya, kapan tamat kuliahnya, sebentar lagi. Kapan selesai penelitiannya, sebentar ya, sebentar la. Kapan negara ini menjadi negeri kolam susu, sebentar. Jadilah, Republik Sebentar-Sebentar. Karena, apa yang dikerjakan serba sebentar-sebentar, maka hasilnya serba sebentar-sebentar! (*)
Penulis, penonton aksi demo dari sudut utara kota Jakarta
×
Berita Terbaru Update