Menanti Asrama Mahasiswa Kota Bima di Malang
Oleh:
Adinul Yaqin
ADALAH sebuah keharusan bagi setiap organisasi mana pun dalam
kehidupan bermasyarakat untuk memiliki visi-misi, plat form, orientasi, tujuan,
target, sasaran dan lain sebagainya. Dalam konteks tersebut adalah organisasi
kemahasiswaan dalam hal ini Ikatan Mahasiswa Kota Bima (IMKOBI) Malang sebagai subnya terkecil dari lembaga yang masih tetap eksis
dan konsisten untuk menjawab tantangan zaman dengan arah geraknya jelas dan
terarah, maka perlu mengambil langkah-langkah kongkrit yang konstruktif untuk
menterjemahkan ide-ide solutifnya sebagai orientasi dari tujuannya yang ingin
dicapai, yakni dengan tetap berpedoman pada nilai-nilai kemanusiaan, sosial dan
tentunya untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakanya, baik kelompok internal
organisasi itu sendiri maupun masyarakat luas khusunya masyarakat Kota Bima yang berada di Malang maupun
yang berada di Kota Bima. Langkah ini diambil semata-mata untuk kemaslahatan
ummat sebagaimana arah gerak dan tujuannya yang ingin dicapai.
Terlepas nilai-nilai dasar yang
ingin dibangun di atas tersebut. Sebuah organisasi kemahasiswaan dalam hal ini IMKOBI yang berada di Malang selalu
bahkan tidak bisa lepas dari persoalan-persoalan, baik persoalan internal yang
menyangkut manajemen-administratif dan kepemimpinan. Pada problem eksternal
seperti persoalan fenoman sosial, politik, ekonomi, pendidikan, budaya dan lain
sebagaianya adalah hal yang perlu dan harus ditanggapi oleh IMKOBI bukan dengan kaca mata kuda tapi lebih
dari itu, yaitu dengan menggunakan kaca atau perspektif yang ilmiah. Dua hal
inilah yang menjadi agenda yang harus diselesaikan oleh IMKOBI sebagai
representasi dari masyarakat Kota Bima yang
berada di luar tentunya.
Fenomena yang tidak dapat dihindari
baik oleh organisasi, personal dan tentunya oleh kita semua adalah persoalan
mainstream atau ideology budaya global –sebuah ideologi yang menekankan pada
pemerataan atau bebas nilai antara individu, kelompok, bangsa, negara, dan
geografis- yang beberapa tahun terakhir telah menjelma seperti Tuhan di
masyarakat kita khususnya di kalangan generasi muda di Kota Bima.
Kondisi inilah yang mulai merambati lumpuhnya kesadaran dan nalar disegala
dimensi kehidupan generasi muda akan akar nilai luhur yang telah diwariasi
oleh nenek moyang kita pada generasi muda.
Keterjebakan kaum muda yang mendapat
posisi sebagai mahasiswa telah mejadi fenomena tersendiri dalam masyarakat kita
dewasa ini. Untuk itulah, dengan adanya dekadensi nilai moral yang kian hari
kian keropos, maka perlu ada langkah-langkah kongkrit yang solutif dan
konstruktif tentunya untuk membenahi kondisi tersebut yakni dengan
mengembalikan kembali nilai-nilai luhur yang telah diwarisi oleh nenek moyang
terdahulu yang pada hari ini telah ditinggalkan. Salah satunya adalah nilai
seni dan budaya. Nilai inilah yang menjadi jawaban atas keterjebakan generasi
kita hari ini, artinya masyarakat di ajak untuk bangga dengan hasil karya
daerahnya sendiri.
Kita ketahui bersama, Kota Bima adalah satu dari sekian daerah yang cukup memiliki
nilai-nilai warisan budaya yang tidak kalah tingginnya dengan daerah lain,
seperti seni dan sastra yang bersifat lisan maupun tulisan, yang sekarang mulai
sedikit-demi sedikit terkikis. Maka inilah yang menjadi salah satu menjadi
tangung jawab kita bersama untuk membangun Kota Bima
pada ranah budaya. Upaya penetrasi negara maju pada negara berkembang seperti
Indonesia , maka mau tidak mau Kota Bima
sebagai bagian dari Indonesia pasti mengalami konsekuensi logis dari
upaya tersebut. Pada sisi lain ketetundukan negara ini pada negara maju, yang
berujung pada dikeluarkannya regulasi-regulasi dan sederetan produk kebijakan
dan undang-undang kesemuanya tidak menguntungkan masyarakatnya.
Prinsip negara ini yang tidak jelas,
akan dibawa ke mana bangsa ini, sampai sekarang belum terjawab. Maka kearifan
lokal adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh negara untuk
menjawab persoalan negara dan budaya global tersebut.
Menggali kembali nilai-nilai luhur
tersebut adalah keharusan, baik oleh generasi muda maupun masyarakat Kota Bima pada umumnya di manapun itu berada, langkah ini sebagai
upaya untuk memposisikan bangsa (daerah) Kota Bima di
mata daerah lain dan dunia lain bahwa kita mampu dan sama seperti yang lain
memiliki nilai budaya. Untuk itulah, kepengurusan IMKOBI Malang mencoba mengambil langkah-langkah dengan mengambil kembali
luhur ke-Bima-an pada entitas dasar peradabannya seperti dahulu yang sekarang
mulai terkikis oleh kuatnya budaya global dan keroposnya internalisasi nilai
budaya Kota Bima yang ada pada generasi muda (mahasiswa Kota Bima di Malang) dan
masyarakat Kota Bima pada umumnya. Tanpa menggali kembali nilai ini sangat
mustahil kita (masyarakat Kota Bima) akan
temukan warisan-warisan luhur pada generasi yang akan datang, bukankah
cita-cita globalisasi adalah bagaimana mereduksi nilai-nilai luhur yang ada di
setiap negeri dan skup terkecilnya adalah Kota Bima.
Sudah sewajarnya kita sebagai
generasi pewaris peradaban Kota Bima untuk
masa yang akan datang harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada
masyarakat kita sekarang khususnya adalah kaum muda. Untuk itulah dalam
kepengurusan ini kami mengangkat arah gerakan dengan membangun tema “Membangun
Kearifan Lokal di Tengah Arus Budaya Globalisasi Melalui Organisasi
Kemahasiswaan”.
Semoga upaya dalam menjawab setumpuk
pekerjaan rumah di atas, kepengurusan IMKOBI mampu
menjawabnya. Namun tanpa dukungan baik material maupun moril dari pemerintah
yakni sinergisitas IMKOBI (Mahasiswa Kota Bima
di Malang) dan adanya asrama permanent sendiri mustahil cita-cita
kami ini akan terwujud. Semoga ijtihad kita selalu di ridhoi oleh Allah
SWT.Amin. (*)
Penulis:
Ketua Kerukunan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Bima (KKPMB) Malang