Bima,
(SM).-
Musyawarah Antar Desa (MAD) III atau musyawarah pendanaan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) Kecamatan Monta yang
dilangsungkan, Rabu (25/4) di aula kantor Camat Monta berlangsung ricuh.
Akibatnya, MAD III sempat tertunda.
Ketua
Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD), Kisman, SH mengatakan, terjadinya kericuhan musyawarah
pendanaan bagi desa penerima program PNPM-MP tahun anggaran 2012 di wilayah
Kecamatan Monta itu dikarenakan Desa Sondo dan Wilamaci tidak mendapatkan
pendanaan pada tahun ini. “MAD III barusan dibuka, maka Kades Sondo melakukan
interupsi meminta klarifikasi terkait tidak adanya pendanaan pada desanya tahun
ini,” terang Kisman.
Dijelaskannya,
tidak adanya pendanaan Program PNPM-MP untuk Desa Sondo dan Wilamaci diduga karena
kedua desa itu belum bisa menghabiskan dana alokasi program pada tahun 2011
lalu. Sehingga, ada sejumlah dana yang dikembalikan ke rekening UPK Kecamatan.
Kata
Kisman, Desa Sondo pada tahun 2011 menerima alokasi anggaran program
PNPM-MP untuk jalan ekonomi sepanjang 1, 5 Km, sedangkan Desa Wilamaci program
pembuatan saluran irigasi sepanjang 1,4 Km. “Para pelaku PNPM-MP di dua desa
itu belum bisa menyelesaikan volume pekerjaan hingga tuntas, sementara dana
pembiayaan sudah habis”, jelasnya.
Dengan
demikian sesuai perjanjian, bagi LKD yang tidak mampu menyelesaikan volume
program hingga batas akhir 31 Maret 2012, maka desa tersebut tidak akan
menerima pendanaan lagi untuk tahun selanjutnya.
Sedangkan
Kepala Desa Sondo, M.Saleh Ibrahim yang dikonfirmasi, membenarkan bahwa Desa
Sondo untuk tahun anggaran 2012 tidak mendapatkan alokasi pendanaan program
PNPM-MP. “Desa saya tidak diberikan alokasi anggaran, padahal secara fisik
pekerjaan jalan ekonomi sudah hampir selesai. Tinggal pengerasannya saja yang
belum”, jelas M.Saleh di kantor Vamat Monta.
Kata
dia, Ketua LKD bukannya tidak mau menyelesaikan volume pekerjaan, akan tetapi
uang untuk pembiayaan yang berasal dari Program PNPM-MP tidak dicairkan. Dengan
tidak mendapatkan alokasi pendanaan, diduga kuat pihak Fasilitator Kecamatan
dan UPK serta fasilitator tehnik sengaja menjadikan desa kami sebagai desa
terhukum. Mestinya, sisa dana yang ada di UPK harus segera dicairkan agar Ketua
LKD bisa menyelesaikan volume pekerjaan itu.
“Saya
tak tahu kenapa UPK bisa menahan dana alokasi untuk LKD di desa saya.
Jangan-jangan hal ini sebuah konsiprasi buruk yang dibangun UPK dan fasilitator”,
tudingnya. (SM.12)