Bima, (SM).- Petani tambak di sekitar watasan
Donggobolo Kecamatan Woha dan di wilayah Palibelo, kembali tertimpa musibah.
Sekitar pukul 14.00 Wita Senin (9/4), tambak warga digenangi air laut.
Kali ini, lokasi maupun luas areal
tambak para petani yang digenangi air pasang tersebut tidak jauh beda pada
tahun-tahun sebelumnya. Diperkirakan luas areal yang menjadi korban alam itu
mencapai ratusan Hektarare (Ha).
Musibah kali ini, juga hampir sama
peristiwanya dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini, air pasang diakui
para pemilik tambak tergolong besar dibanding pada tahun sebelumnya. “Air
pasang perlahan-lahan datang, sekitar mulai pukul 9 pagi. Awalnya air pasang
belum masuk ke areal tambak, hanya pada tempat alirannya,” kisah Ilyas Mahmud,
salah seorang petani tambak di watasan Donggobolo.
Lambat laun, kenangnya, air laut
kian membesar. Pada akhirnya meluap masuk ke dalam areal tambak. “Kalau sudah
masuk ke dalam tambak, tidak ada lagi yang bisa kita lakukan. Hanya bisa
menunggu air turun,” melemasnya.
Selain Ilyas Mahmud, nasib serupa
juga dialami petani tambak lainnya, seperti Ruslan, Khaerullah, Jufrin, Sadam
dan lainnya. Para petani tambak di sekitar watasan tersebut, juga mengalami
kerugian yang sama.
Ilyas dan petani tambak lainnya,
belum bisa perkirakan apakah semua isi tambak sudah ikut dibawa arus atau
justru sebaliknya. “Biasanya, ikan yang ada bisa ikut keluar dan bisa juga
bertambah dari jumlah semula,” timpal Ruslan.
Namun yang pasti, kata dia, dengan
digenangi oleh air laut minimal pembatas petak tambak yang satu dengan yang
lainnya ada yang rusak. Karena itu, dibutuhkan biaya untuk perbaiki kembali
petak yang jebol tersebut. Kalau petani tambak yang menderita rugi dengan
gejala alam yang demikian, justru ada warga lain yang diuntungkan atas musibah
tersebut. Misalkan saja bagi warga yang bermata pencaharian dari mengais rejeki
di laut.
Biasanya pada musim-musim air pasang
yang menyebabkan tambak jebol, warga yang mengais nafkah di laut yang
diuntungkan. Hasil tangkapan mereka naik berlipat ganda, bahkan jenis ikan
bandeng yang dominan hasil tangkapan. Seperti yang dialami M.Natsir warga asal
Desa Pandai Kecamatan Woha. Ia sehari-sehari mengais rejeki di laut. Hasil
tangkapannya kesehariannya hanya bergantung pada faktor musim. Saat musim
hujan, nihil.
“Kalau seperti saat-saat sekarang
ini, justru berlipat ganda. Karena banyak ikan banndeng yang terjaring.
Ikan-ikan bandeng tersebut, kita sadar yang keluar dari tambak petani. Tapi itu
lah rejeki kita,” tuturnya.
Selain yang rutinitas keseharian di
laut, saat-saat musibah seperti jebolnya tambak, juga dimanfaatkan oleh warga
yang lain untuk memasang pukat di setiap titik-titik yang berpotensi tempat
persemaian ikan. (SM 06)