Bima, (SM).- Program pemerintah yang bertujuan membuka lapangan kerja
untuk rakyat tak semata-mata berjalan sesuai rencana. Acapkali, dengan
kompleksnya persoalan, program tersebut pun menjadi tak tepat sasaran. Seperti
program pengentasan kemiskinan dari kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Kabupaten Bima tahun 2011 lalu. Sebanyak 20 ekor sapi yang diserahkan
ke kelompok ternak Kebun Percontohan Desa Punti Kecamatan Soromandi gagal dan
tak sesuai rencana. Karena hingga memasuki bulan Maret ini, tersisa enam ekor,
selebihnya banyak yang mati.
Hal tersebut diakui oleh anggota
Kelompok yang tidak ingin namanya dikorankan,
saat menghubungi Suara Mandiri via
celuller, Kamis kemarin. Kata dia, pengelolaan ternak dimonopoli oleh Ketua
Kelompoknya. “Aturannya, sapi itu harus diserahkan ke masing-masing anggota
sebanyak dua ekor, bukan dikelola sendiri oleh Ketua Kelompok”, ungkapnya.
Dijelaskannya, pada Kelompok “Kebun
Percontohan” itu ada sepuluh orang anggota, dengan jumlah sapi bantuan sebanyak
20 ekor. Mestinya Ketua Kelompok menjalankan perintah aturan dengan membagi per
satu anggota sebanyak dua ekor sapi. “Seandainyan sapi itu dibagi, tentu tak
ada banyak sapi yang mati. Sampai sekarang sudah 14 sapi yang mati karena
kelaparan dan tak dirawat dengan baik”, terangnya.
Melihat sikap dominasi pelaksanaan
program yang ditunjukan oleh Ketua Kelompok itu, sumber mengaku pesimis sapi
yang tersisa itu bisa berkembang biak dengan baik. Karena selama pengelolaannya
tidak dilaksanakan dengan baik dan melibatkan seluruh anggota yang ada.
Ketua Kelompok Kebun Bersama, Drs.
Hasanudin membantah tudingan anggotanya bahwa dirinya mendominasi pelaksanaan
program tersebut. Dari awal, pihaknya sudah melibatkan semua anggota dan
memberikan pengarahan agar sapi bantuan itu dirawat dan bersama-sama. “Siapa
yang memberikan informasi itu, suruh menghadap ke saya. Tudingan itu tidak
benar”, tepisnya, saat di hubungi via celuller Kamis kemarin.
Mengenai sapi yang mati, Hasanudin
mengakui memang banyak sapai yang mati dan maish tersisa sekitar enam ekor.
“Seandainya angota rajin datang urus sapi, tentu masalahnya tidak seperti ini.
Tapi semua anggota malas, makanya sapi banyak yang sakit dan mati”, tegasnya.
Menjawab keinginan anggota kelompok
agar sapi tersebut dibagi sebanyak dua ekor ke masing-masing anggota,
Hasanuddin menjelaskan, dalam aturan sudah jelas mengatur pembagiannya setelah
tiga tahun dirawat dan dikembangbiakkan. “Aturannya, sapi yang baru diterima
bukan langsung dibagi ke anggota kelompok. Dirawat dan dikembangbiakan dulu
selama tiga tahun, baru dibagi”, tegasnya.
Karena banyak sapi yang sudah mati,
dia menambahkan, pihaknya sudah melaporkannya ke Bappeda. Selanjutnya,
bertanggungjawab dengan upaya mengembangbiakan sapi yang tersisa. “Jika sapi
yang tersisa ini sudah banyak, dan waktu tiga tahun sudah lewat, maka sapi ini
akan kita bagi ke anggota kelompok”, tambahnya. (SM.07)