Bima, (SM).- Penyelidikan dan penyidikan kasus
pembakaran dan pengerusakan meja dan kursi tamu pimpinan DPRD Kabupaten Bima 24
Desember 2011 lalu, dinilai ada keganjilan, mengingat perkara pokok kasus
tersebut adalah pengerusakan sehingga disangkakan melanggar pasal 170 ayat 1
junto pasal 406, junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Mencermati jiwa pasal yang
disangkakan penyidik Polisi, kata Imran, ada keganjilan dalam penetapan
para tersangka atau terdakwa. Dimana penyidik Polisi tidak tuntas melakukan
penyelidikan dan penyidikan, sehingga dinilai tidak mencerminkan keadilan hukum
sesuai harapan public. “Ada indikasi pilih kasih dalam penetapan tersangka,
Karena saat aksi itu ada sekitar 50-an orang gabungan mahasiswa yang melakukan
aksi unjuk rasa di kantor DPRD kabupaten Bima,” katanya.
Menurutnya, saat ini 9 tersangka
tersebut telah diserahkan ke Pengadilan Negeri Bima dan berstatus sebagai
terdakwa. Ada beberapa alasan mereka menilai keganjilan penanganan kasus
tersebut, antara lain, yang melakukan aksi demo tersebut diperkirakan 50-an
orang dari elemen mahasiswa Bima.
Nah, lanjut dia, dalam hal ini penyidik
harus obyektif melakukan penyelidikan dan penyidikan karena dalam video rekaman
yang mereka serahkan sebagai alat bukti petunjuk, penyidik bisa melihat siapa
pemicu sehingga terjadi pembakaran fasilitas lembaga DPRD tersebut.
“Aksi pembakaran secara
spontanitas ini dipicu oleh orasi salah seorang orator yang mengatakan bahwa
korban penembakan di Sape saat itu sudah sampai 5 orang meninggal. Nah, kalimat
ini yang diindikasi memicu aksi anarkis massa saat itu,” urainya.
Pihaknya mengharapkan, pihak
Polres Bima Kota obyektif dan profesional dalam melakukan penyelidikan dan
penyidikan, mengingat pemicu dan otak pembakaran tersebut tidak dijadikan
tersangka. “Kami harapkan persidangan Senin mendatang dengan agenda menonton
video rekaman aksi pembakaran sebagai alat bukti petunjuk didepan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Bima, akan terungkap sejauhmana keterlibatan 9 terdakwa
tersebut,” tandasnya. (SM.12)