Bima,
(SM).- Rapat paripurna DPRD Kabupaten Bima terkait SK Bupati Bima nomor
188/2010 tentang eksplorasi tambang di Kecamatan Lambu, berlangsung tegang.
Kesimpulan akhir yang diambil wakil rakyat, merekomendasikan dua opsi kepada
Pemerintah Kabupaten Bima.
Opsi pertama,
DPRD setempat merujuk rekomendasi Fraksi Amanat Nasional (F AN) dan Fraksi
PKDIR yang meminta Bupati Bima segera mencabut SK 188/2010. Sementara
opsi kedua, berdasar pada rekomendasi Fraksi Karya Nurani (F KAN) dan
Fraksi PBKPD, yang intinya mendukung pemberhentian sementara SK 188/2010.
Pantauan Koran
ini dalam rapat paripurna itu, sempat terjadi perang urat saraf antara sesama
wakil rakyat yang persoalkan mekanisme rapat paripurna hingga keabsahan putusan
yang diambil lembaga DPRD untuk direkomendasikan pada Pemerintah Daerah.
Ironisnya lagi, rapat paripurna soal kasus Lambu tersebut, tidak dihadiri Ketua
DPRD Kabupaten Bima H. Muchdar Arsyad. Pun Bupati Bima H. Ferry Zulkarnain pun,
tak tampak hadir dalam acara itu.
Beberapa menit
rapat paripurna dibuka H.M.Nadjib H.M.Ali, sebagai pimpinan siding, H. Mustahid
langsung mengajukan interupsi. Dalam sanggahannya, duta PKB itu mengisahkan
hasil pertemuan komisi III DPR dengan Bupati Bima, Selasa malam. Kata dia,
komisi III DPR RI yang sengaja datang ke Bima menyikapi
kasus Lambu, meminta Bupati Bima agar mencabut SK 188.
Pernyataan H.
Mustahid, disanggah anggota DPRD lainnya, M.Nur Jafar. Duta PKS itu mengingatkan
agar rapat paripurna tersebut, tidak perlu mengumbar hasil pertemuan pada
tempat lain. Sementara Nurdin Amin yang menyambung sanggahan tersebut, meminta
pimpinan sidang agar langsung mengambil kesimpulan rapat paripurna tersebut dan
dilanjutkan dengan musyawarah dan mufakat untuk mencapai keputusan.
Hj Mulyati,
anggota lainnya, justru malah mempertanyakan rapat paripurna pengambilan
keputusan lembaga DPRD atas persoalan Lambu itu. Kata duta PKPB itu, rapat
paripurna pengambil keputusan tidak biasanya terjadi.
Lain lagi
dengan Ir. Ahmad menyampaikan pendapatnya agar pengambilan keputusan lembaga
DPRD dilakukan oleh Panitia Khusus (Pansus), bukan justru melalui rapat
paripurna pada hari itu. Duta Pelopor itu meminta agar Pansus dibentuk.
Sementara M.
Aminurllah berpendapat, rapat paripurna tersebut sudah benar sesuai dengan Tata
Tertib (Tatib) DPRD Kabupaten Bima. Dia mengajak agar hari itu diputuskan
persoalan Lambu, supaya dilanjutkan ke Pimpinan Daerah. Menurutnya, lahirnya
rapat paripurna tersebut atas usulan alat kelengkapan Dewan, yakni pendapat
fraksi-fraksi dewan yang disampaikan dalam rapat internal pimpinan Dewan dengan
anggota DPRD. “Persoalan yang dihadapi sekarang (kasus Lambu,red) bersifat emergenci.
Yang kita lakukan hari ini sudah jelas dan benar. Ini keadaan darurat,” sambung
Sukrin HT mendukung M. Aminurllah.
Anggota Dewan
lainnya, M. Firdaus, justru ragu dengan keputusan yang akan dicapai DPRD dalam
rapat paripurna tersebut. Duta PKS kuatir sah atau tidaknya keputusan yang
dicapai, dimata hukum. “Satu sisi, hari ini harus ada putusan terhadap
persoalan Lambu. Tetapi, kita tidak boleh melangkahi peraturan yang kita buat.
Fraksi Dewan bukan alat kelengkapan Dewan. Jangan sampai putusan yang kita
ambil nanti, cacat hukum,” ujarnya. (SM 06)