Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Jendela Redaksi

25 Januari 2012 | Rabu, Januari 25, 2012 WIB Last Updated 2012-01-25T02:18:27Z

SK 188 Bukan ‘Kitab Suci’
DESAKAN pencabutan SK188 oleh warga masyarakat Kecamatan Lambu sudah menjadi harga mati dalam tuntutan setiap aksi yang digelar sejak bergulirnya rencana eksplorasi tambang emas di wilayah Kecamatan Sape, Lambu dan Kecamatan Langgudu, hingga berujung maut yang menewaskan dua warga Lambu saat pembubaran paksa massa aksi yang menduduki Pelabuhan Sape, 24 Desember 2011.
Seharusnya hal ini menjadi pelajaran penting bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bima, khususnya Bupati Bima selaku pemilik kebijakan. Namun Bupati Bima enggan merubah keputusannya untuk mencabut secara penuh izin eksplorasi pertambangan dimaksud dengan alasan takut melanggar hukum dan tidak mau masuk penjara. SK 188 itu bukanlah ‘kitab suci’ yang diagung-agungkan menjadi petunjuk perjalanan hidup manusia, sehingga tak bisa dirubah lagi. Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945 saja masih bisa dilakukan amandemen karena disesuaikan dengan tuntutan zaman dan situasi kehidupan bernegara, apalagi hanya sekedar Surat Keputusan (SK) yang nilai kepentingannya tak seberapa dibanding dengan kepentingan rakyat banyak.      
Seperti halnya desakan dua Fraksi di DPRD Kabupaten Bima masing-masing  Fraksi PAN dan Fraksi PKDIR yang yang memberikan rekomendasi untuk mencabut SK 188 itu pada rapat pembahasan tuntutan warga Kecamatan Lambu yang mendesak pencabutan SK 188, di Gedung DPRD Kabupaten Bima, Sabtu (21/1). Desakan itu atas pertimbangan masalah stabilitas daerah karena dikhawatirkan jika terus dipaksakan berjalan, maka menyebabkan persoalan yang jauh lebih besar.
Masalah lain yang mendesak dan menjadi alasan penting pencabutan izin dimaksud yakni penyetoran uang jaminan keseriusan dari PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) yang melakukan eksplorasi tambang di wilayah Sape, Lambu dan Langgudu. Keberadaan dana dimaksud menjadi bahan pembicaraan dalam rapat anggota dewan. Sebab, baik dalam neraca ABPD tahun 2011 maupun laporan eksekutif sendiri, tidak pernah adanya penjelasan tentang uang jaminan keseriusan sebagai kewajiban dari PT SMN. Seharusnya uang jaminan keseriusan itu disetorkan perusahaan sebelum izin eksplorasi diteken Kepala Daerah. Nyatanya, sampai sekarang tidak ada uang itu. Tapi izin pertambangan (SK188) itu muncul dipermukaan. Pertanyaannya, ke mana uang tersebut? Kedok lahirnya izin usaha pertambangan (IUP) PT SMN pada wilayah Sape dan Lambu tersebut, diakui Mulyati sebagai Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Bima pada periode sebelumnya.
Kondisi ini menyeret Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima dinilai telah melanggar Undang-Undang (UU) atas lahirnya IUP eksplorasi PT SMN di Kecamatan Sape dan Lambu. Sebab  adanya uang jaminan keseriusan dari PT SMN yang disetorkan pada kas Pemerintah sebelum SK eskplorasi, padahal SK lahir, setelah uang jaminan keseriusan disetor. Seharusnya dalam hal Bupati Bima tidak perlu takut untuk mencabut total SK izin eksplorasi PT SMN dengan alasan takut melanggar UU karena pemerintah sendiri juga sudah langgar UU. Alasan Bupati khawatir melanggar UU dan didatangi ramai-ramai warga karena telah melanggar sumpah jabatan (impechment), tidak beralasan karena pemerintah sendiri sudah melanggar UU. Kecuali memang uang keseriusan PT SMN itu sudah dikantongi ‘secara pribadi’? Jadi, tidak ada alasan lagi pemerintah untuk tidak mencabut secara penuh izin dimaksud. Sekali lagi, SK 188 ‘bukan kitab suci’! (*)
×
Berita Terbaru Update