Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Mahasiswa Pertanyakan Program BPN

17 Desember 2010 | Jumat, Desember 17, 2010 WIB Last Updated 2010-12-17T04:35:47Z
Bima, (SM).- Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Sosiologi STKIP Bima, Kamis lalu, menggelar aksi demonstrasi di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bima, menyoal berbagai ketidakjelasan program nasional (Prona), Program Larasita dan persoalan lainnya.
Puluhan mahasiswa HMPS Sosiologi STKIP yang dikordinir Makruf, dalam pernyataan sikapnya, mendesak BPN Kabupaten Bima memaksimalisasi program Layanan Rakyat sertifikasi Tanah (Larasati), menjelaskan secara transparansi soal pembiayaan Biaya Perolehan Hak Atas Tanah (BPHAT).
Tuntutan lain yang disampaikan massa aksi soal penarikan sejumlah uang pada Program Nasional (Prona). Mestinya, program nasional pengadaan dan pembuatan sertifikasi tanah yang dilakukan BPN tersebut, tidak dipungut biaya atau gratis adanya. Kemudian menuntut BPN, agar jangan memotong anggaran Prona dan Larasati serta meminta segera dibentuk Satuan Tugas (Satgas) guna melaksanakan tugas Prona dan Larasati.
Lama berorasi dan menyampaikan berbagai tuntutan di depan Kantor BPN Kabupaten Bima yang dijaga ketat aparat Kepolisian Resort Kota Bima, sejumlah wakil massa aksi HMPS Sosiologi STKIP diterima jajaran BPN Kabupaten Bima.

Sepuluh orang wakil massa aksi, di hadapan sejumlah pegawai BPN dengan difasilitasi aparat Kepolisian, mengawali audensi dan pertemuan tersebut, dengan menyampaikan beberapa aspirasi. Diantaranya, program Larasati dinilai tidak terarah dan tidak tepat sasaran, terutama yang terjadi di Kecamatan Sape, Kecamatan Woha, Kecamatan Monta dan Kecamatan Bolo serta kecamatan lainnya.
Mereka juga menilai Prona Sertifikasi Tanah dimaksud, terutama di Kecamatan Sape terindikasi telah dilakukan penarikan uang hingga Rp 1 juta pada 20 orang warga yang mendapatkan jatah Prona dimaksud.
Hal lain yang disampaikan massa aksi, saat pertemuan itu, masalah pembuatan dan pengurusan sertifikasi serta BPHAT pada sejumlah 50 warga, yang dinilai telah merugikan dan memberatkan warga atas sejumlah penarikan yang dilakukan, sementara hingga hari ini, sertifikat yang diharapkan, tak kunjung diperoleh.
Atas sejumlah tuntutan tersebut, mewakili Kepala BPN Kabupaten Bima, Kasi Pengendalian dan Pemberdayaan, Ridwan SH menjelaskan, terkait program Larasati yang dipermasalahkan mahasiswa, sesungguhnya merupakan program nasional yang mulai dilaksanakan tahun 2009. Masuk di wilayah BPN Kabupaten Bima tahun 2010, itupun belum sepenuh berjalan dengan sempurna. Artinya, perangkat keras terkait regulasi program dimaksud, baru sebagian kecil saja.
“Program Larasati untuk Kabupaten Bima baru mendapatkan dua unit motor Larasati saja, sementara perangkat lain seperti mobil dengan kelengkapan sosialisasinya belum diterima”, jelas Ridwan.
Untuk program Larasati juga sampai hari ini, belum menerima dana operasional yang mestinya masuk di DIPA BPN Kabupaten Bima. Sedangkan untuk Prona sesungguhnya gratis. Antara lain pengurusan pendaftaran petugas ukur, untuk lima Tim Prona. Namun untuk biaya sertifikasi ditanggung masyarakat yang menerima program tersebut.
Ia menambahkan, soal sertifikasi masyarakat Desa Pela Kecamatan Monta yang dipermasalahkan mahasiswa, hal itu merupakan pembiayaan rutin kolektif, bukan proyek nasional. (SM.08)
×
Berita Terbaru Update