Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Jawaban Bupati belum Sentuh Akar Masalah

13 Desember 2010 | Senin, Desember 13, 2010 WIB Last Updated 2010-12-13T06:00:24Z
Bima, (SM).- Jawaban Bupati Bima soal proses dan hasil tender Sarang Burung Walet (SBW), saat Paripurna penyampaian Nota Keuangan Rancangan Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Bima tahun Anggaran 2010, Jum’at lalu, belum menyentuh substansi dan akar permasalahan, seperti yang selama ini selalu dituntut elemen masyarakat dan mahasiswa, dalam beberapa aksinya. Nada tak muaskan tersebut, disampaikan salah satu anggota DPRD, duta Partai Hanura, Ahmad Yani.
Menanggapi beberapa petikan jawaban Bupati, terutama sekali soal tidak diberlakukan sepenuhnya Keppres 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PPBJP) yang menafsirkan pemberian hak pengelolaan barang dan jasa khusus SBW, yang sama sekali tidak bertautan. Artinya pengelolaan SBW terkait pemberian hak pengelolaan asset, dinilai Yani sebagai alasan yang tak beralasan.
“Mestinya, aturan yang lebih tinggi yang menyangkut mekanisme dan proses tender seperti yang diamanatkan, haruslah dipatuhi sepenuhnya”, tegas Yani.

Kata dia, mengedapankan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Bupati (Perbup) oleh panitia, seperti yang dijelaskan Bupati, serta menegaskan dalam konteks persoalan tender SBW, berlaku azas atau prinsip Lex Specialis Derogat Lex Generalis atau aturan yang khusus mengabaikan aturan yang umum, sama halnya sengaja mengenyampingkan aturan yang lebih tinggi dan mengedepankan aturan yang rendah.
Menurutnya, apa yang disampaikan Bupati Ferry yang menegaskan, pertimbangan subsatansi prinsip dalam Keppres 80 tahun 2003 dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang untuk memenuhi rasa keadilan sebagai hal yang rasional dan realistis, dengan alasan orang yang mengelola SBW sangatlah langka, sama halnya mengulang sejarah lama (tahun 2005), dimana salah satu rekanan pemenang dan pengelola tender SBW di Kecamatan Sape, pada waktu itu tidak mampu melanjutkan pengelolaan, akibat merasa rugi atas pengelolaan tersebut.
“Apakah hal itu tidak jadi catatan penting dan bahan pembelajaran pemerintah. Sebab, kalau syarat pengalaman tidak dimasukan, seseorang (rekanan) yang tidak memahami seluk beluk pengelolaan SBW sesungguhnya, justeru berdampak pada kerusakan tatanan SBW itu sendiri”, teranbgnya.
Pemerintah, kata Yani, tidak semata-mata memikirkan berapa banyak hasil panen yang akan dilakukan pengelola, atau tidak hanya memikirkan seberapa besar PAD yang dijanjikan pengelola. Namun yang terpenting, bagaimana menciptakan kesinambungan dan keberlangsungan asset (SBW) yang dapat memberikan kontribusi PAD secara terus menerus. Bahkan contohnya, dari 11 titik SBW yang ada di wilayah Kabupaten Bima, kini hanya tinggal 3 titik saja. “Ini menandakan, pemerintah tidak pernah berpikir terhadap kelestarian asset yang ada”, tudingnya.
Mestinya, panitia dapat menjelaskan secara langsung pada legislatif karena pemanggilan yang dilakukan pihaknya secara resmi. Artinya, bukan saja Bupati yang akan memberikan penjelasan atas proses tender tersebut, tetapi panitia seyogyanya, dapat menjelaskan secara tekhnis, bagaimana sesungguhnya mekanisme dan proses tender, hingga diputuskan seperti adanya. Maksudnya, lembaga legislatif pada akhirnya dapat menjelaskan pada masyarakat atas proses tersebut. (SM.08)
×
Berita Terbaru Update