Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Terendus, Dua Fraksi Tolak Perubahan Perda

26 Februari 2013 | Selasa, Februari 26, 2013 WIB Last Updated 2013-02-25T17:30:02Z


Bima,(SM).- Inisiasi eksekutif mengajukan perubahan Peraturan Daerah (Perda) nomor 4 tahun 2011 tentang retribusi jasa usaha wabil khusus pasal 7 yang mengamanatkan regulasi soal tanah eks jaminan desa, kayaknya akan menemui jalan buntu. Sebab, dua Fraksi DPRD Kabupaten Bima, yakni fraksi PAN dan Fraksi Pelopor Kebangkitan Indonesia Raya (FPKDIR), dikabarkan menolak rencana perubahan Perda tersebut, saat paripurna berikutnya.

Seperti yang dihimpun Koran ini, disela-sela paripurna penjelasan Bupati atas dua Perda, yakni Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTL) ibukota Kabupaten Bima di Kecamatan Woha 2013-2033 serta Perda nomor 4 Tahun 2011 tentang retribusi jasa usaha, Senin kemarin di ruang rapat utama DPRD Kabupaten Bima, terendus pembicaraan non formal beberapa anggota dewan di dua fraksi dimaksud, yang berencana menolak perubahan Perda retribusi jasa usaha yang diinisiasi eksekutif.
isyarat beberapa anggota legislative menolak rancangan perubahan Perda tersebut, masih sama seperti yang mengemuka pada saat rapat Badan Musyawarah (Banmus) beberapa waktu lalu yang membahas penjadwalan kegiatan dewan dalam agenda pembahasan dua Perda sebagaimana yang diparipurna Senin kemarin.
Perubahan perda nomor 4 tahun 2011 khusus pada pasal 7nya, sama halnya menyetujui intrik eksekutif melepas diri dari berbagai masalah tanah eks jaminan aparat desa, pun persoalan lelang tanah yang terus berekses buruk ditengah masyarakat, baik klaim kepemilikan tanah dan hak mengelola serta berbagai masalah lainnya yang semestinya  yang diselesaikan terlebih dahulu pihak eksekutif.
Ketua Fraksi PAN, M Aminurllah SE dan sejumlah anggota dewan lainnya, yang dimintai kebenaran atas desas desus penolakan Perda nomor 4 tahun 2011, hanya tersenyum menanggapi pertanyaan wartawan. “Nanti kita lihat saat paripurna penyampaian Pandangan Umum (PU) Fraksi-fraksi, “ujarnya singkat seraya mengisyaratkan kemungkinan itu bisa saja terjadi, tergantung kesepakatan bersama anggota-anggota fraksi.
Hanya saja disampaikan anggota dewan lain, semisal Abdullah SAg dan Ahmad M Saleh, persoalan tanah eks jaminan desa dan tanah milik pemerintah, kini, berbuntut panjang dan berdinami tidak baik ditengah masyarakat yang bisa saja berdamapk pada stabilitas daerah. Saling klaim kepemilikan atas tanah yang diakui pemerintah merupakan milik daerah, terus bermunculan dan hingga kini tidak terselesaikan. Artinya, pemerintah dalam hal ini eksekutif, kata keduanya, mesti memberikan keastian hukum atas status tanah tersebut.
Seperti apa esensi penolakan perubahan Perda dimaksud, kembali sejumlah anggota dewan yang tergabung dalam dua fraksi itu mengisyaratkan, tentu berkaitan dengan isi dan teknis pelaksanaan dari Perda, apakah tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi setingkat undang-undang. (ris)
×
Berita Terbaru Update