Bima,(SM).- Inisiasi eksekutif mengajukan
perubahan Peraturan Daerah (Perda) nomor 4 tahun 2011 tentang retribusi jasa
usaha wabil khusus pasal 7 yang mengamanatkan regulasi soal tanah eks jaminan
desa, kayaknya akan menemui jalan buntu. Sebab, dua Fraksi DPRD Kabupaten Bima,
yakni fraksi PAN dan Fraksi Pelopor Kebangkitan Indonesia Raya (FPKDIR),
dikabarkan menolak rencana perubahan Perda tersebut, saat paripurna berikutnya.
Seperti
yang dihimpun Koran ini, disela-sela paripurna penjelasan Bupati atas dua
Perda, yakni Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTL) ibukota Kabupaten Bima di
Kecamatan Woha 2013-2033 serta Perda nomor 4 Tahun 2011 tentang retribusi jasa
usaha, Senin kemarin di ruang rapat utama DPRD Kabupaten Bima, terendus
pembicaraan non formal beberapa anggota dewan di dua fraksi dimaksud, yang
berencana menolak perubahan Perda retribusi jasa usaha yang diinisiasi
eksekutif.
isyarat
beberapa anggota legislative menolak rancangan perubahan Perda tersebut, masih
sama seperti yang mengemuka pada saat rapat Badan Musyawarah (Banmus) beberapa
waktu lalu yang membahas penjadwalan kegiatan dewan dalam agenda pembahasan dua
Perda sebagaimana yang diparipurna Senin kemarin.
Perubahan
perda nomor 4 tahun 2011 khusus pada pasal 7nya, sama halnya menyetujui intrik
eksekutif melepas diri dari berbagai masalah tanah eks jaminan aparat desa, pun
persoalan lelang tanah yang terus berekses buruk ditengah masyarakat, baik
klaim kepemilikan tanah dan hak mengelola serta berbagai masalah lainnya yang
semestinya yang diselesaikan terlebih dahulu pihak eksekutif.
Ketua
Fraksi PAN, M Aminurllah SE dan sejumlah anggota dewan lainnya, yang dimintai
kebenaran atas desas desus penolakan Perda nomor 4 tahun 2011, hanya tersenyum
menanggapi pertanyaan wartawan. “Nanti kita lihat saat paripurna penyampaian
Pandangan Umum (PU) Fraksi-fraksi, “ujarnya singkat seraya mengisyaratkan
kemungkinan itu bisa saja terjadi, tergantung kesepakatan bersama
anggota-anggota fraksi.
Hanya
saja disampaikan anggota dewan lain, semisal Abdullah SAg dan Ahmad M Saleh,
persoalan tanah eks jaminan desa dan tanah milik pemerintah, kini, berbuntut
panjang dan berdinami tidak baik ditengah masyarakat yang bisa saja berdamapk
pada stabilitas daerah. Saling klaim kepemilikan atas tanah yang diakui
pemerintah merupakan milik daerah, terus bermunculan dan hingga kini tidak
terselesaikan. Artinya, pemerintah dalam hal ini eksekutif, kata keduanya,
mesti memberikan keastian hukum atas status tanah tersebut.
Seperti
apa esensi penolakan perubahan Perda dimaksud, kembali sejumlah anggota dewan
yang tergabung dalam dua fraksi itu mengisyaratkan, tentu berkaitan dengan isi
dan teknis pelaksanaan dari Perda, apakah tidak bertentangan dengan aturan yang
lebih tinggi setingkat undang-undang. (ris)