Kota Bima, (SM).- Hiburan malam atau orgen tunggal
belakangan terakhir seringkali menjadi pemicu konflik dan menyebabkan
instabilitas daerah. Persoalannya sepele, hanya karena kesenggol saat menikmati
hiburan tersebut, perkelahian pun tak bisa dihindari. Ujung-ujungnya, antar
kelurahan pun saling bertikai.
Saat menggelar Rapat Koordinasi (Rakor)
keamanan, ketentraman dan ketertiban dengan tokoh masyarakat (toma), tokoh
agama (Toga), Karang Taruna, Ketua RT dan RW se Kota Bima di Convention Hall,
Rabu kemarin, Walikota Bima HM. Qurais H. Abidin meminta agar hiburan malam itu
dibatasi. “Saya minta hiburan malam dibatasi sampai jam 23.00 wita saja. Jika
sudah lewat dari jam itu, aparat yang berwajib bisa menertibkan,” tegasnya.
Kata dia, tidak ada yang melarang
masyarakat ingin menggelar hiburan malam. Namun perlu diingat, karena hidup di
lingkungan bersama dengan masyarakat lain, juga perlu dipikirkan dan menghargai
rasa kenyamanan warga yang ingin hidup tenang. “Hak yang punya hajatan ingin
menggelar hiburan malam. Tapi masyarakat di sekitar juga punya hak untuk
mendapatkan ketentraman. Untuk itu, mari kita saling menghargai satu sama
lain,” ajaknya.
Menurutnya, hiburan malam acapkali memicu
konflik. Karena diatas pukul 23.00 wita, menikmati hiburan malam pasti
dibarengi dengan minuman keras. Jika sudah demikian, segala hal menjadi sangat
sensitif, hal yang sepele saja bisa menyebabkan keributan besar.
Hal yang sama juga disampaikan Kapolres
Bima Kota AKBP. Kumbul KS, SIK, SH, saat menyampaikan pidatonya.
Kata dia, dirinya juga mengingatkan kepada seluruh undangan yang hadir untuk
tidak berlebihan menggelar hiburan malam. “Seperti yang disampaikan Walikota
Bima, hiburan malam seringkali memicu konflik. Untuk itu, kami batasi hiburan
malam sampai pukul 23.00 wita saja,” tegasnya.
Kata dia, perlu diingat, di tengah-tengah
kita juga ada anak-anak dan orang tua yang butuh ketenangan. Jika hiburan malam
digelar hingga subuh hari, maka anak-anak dan orang tua tidak akan beristrahat
dengan tenang. “Anak-anak kita juga pagi-pagi harus berangkat ke sekolah, orang
tua kita pun demikian. Jika kita mengabaikan itu, kita seolah menjadi manusia
yang tidak memiliki hati nurani,” tambahnya. (bnq)