Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bima
mendapatkan tropi Adipura hanyalah isapan jempol belaka, faktanya kondisi pasar
saja tidak terurus. Jelas terlihat, kita menyaksikan kondisi pasar begitu kotor
dan becek serta berbau, khususnya pada los pasar ikan sisi selatan pasar Raya
Bima. Begitupun dengan kondisi sampah yang berserakan, hal itu tidak saja
terjadi di dalam los pasar namun juga terjadi sepanjang jalan di sekitarnya.
RABU KEMARIN, Suara Mandiri berkesempatan mengunjungi
pasar Raya Bima. Kondisi pasar Raya Bima bukan sekali ini saja terlihat dan
terkesan kotor dan jorok, sejak lama pasar tersebut kondisinya tidak pernah
berubah, Pemerintah hanya bisa menagih retribusi tanpa memperhatikan kenyamanan
pasar. Tidak saja warga yang berbelanja namun juga warga sekitarpun mengeluhkan
kondisi pasar saat ini yang jauh dari kata layak disebut sebagai pasar.
Yang paling membuat pengunjung pasar tidak
nyaman adalah bau yang ditimbulkan dari keberadaan sampah sisa-sisa aktifitas
pasar, seperti bekas potongan daun dan plastik serta air bekas. Terlihat pula
saluran air yang tidak berfungsi, akibatnya bau tidak sedap menjadi keseharian
para pengunjung. Seperti disampaikan sejumlah pengunjung pasar, Jahariah pada
Koran ini.
Ia mengaku sangat tidak nyaman bila
berbelanja di Pasar Raya Bima, namun bagaimana lagi hanya ada satu pasar yang
ada, walaupun begitu kotor dan jorok karena keseringan akhirnya sudah terbiasa.
”Sudah terbiasa pak, mau bagaimana lagi,” ujarnya.
Menurut Jahariah, pemerintah jangan hanya
menerima retribusi dari aktifitas pasar, tetapi harus memperhatikan kondisi
pasar, jangan biarkan kesan jorok dan kotor tetap melekat apalagi statusnya
Pasar Raya yang lokasinya berada di jantung Kota Bima. Tentunya menjadi
penilaian orang luar kalau pasar saja begitu kotor, belum lagi di lokasi-lokasi
yang lain, mungkin saja kondisinya sama.
Demikian halnya diungkapkan Adi, warga
Penaraga. Menurutnya, pemerintahh jangan saja berpidato telah membangun gedung-gedung
megah dan jalan-jalan beraspal, taman-taman yang banyak kalau salah satu ikon
suatu daerah seperti pasar tidak terurus, tentunya menjadi pertanyaan besar.
“Kemana sih pemerintahnya,” sorot Adi.
Ya begitulah pemerintah, senangnya
dipuja-puja karena berhasil membangun gedung bertingkat, gang dan jalan
dihotmix. Baru sedikit dikritik kupingnya kepanasan. Padahal hal itu sekedar
mengingatkan bahwa masih ada tugas yang terabaikan, seperti halnya Pasar raya
Bima. Bukan menjadi alasan pembenaran, bahwa kondisi pasar dimana pun berada
tetap kondisinya sama, sembrawut.
Karena itu, kebijakan yang urgen tak
pernah diseriusi, padahal anggaran pemerintah yang besar tentunya bukan menjadi
masalah hanya untuk menganggarkan pembenahan kondisi pasar saat ini, apalagi
pasar di sebuah kota
kecil seperti Kota Bima.