Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Kerasnya Hidup Sebagai Pemecah Batu

17 Januari 2013 | Kamis, Januari 17, 2013 WIB Last Updated 2013-01-18T13:36:34Z
Kota Bima, (SM).- kerasnya menjalani hidup sebagai pemecah batu, mungkin belum dirasakan semua warga Kota Bima, tetapi oleh pasangan suami istri, A. rajak (70) dibantu istri tercinta (Fatimah (65) tidak ada pilihan lain, walaupun diusia tuanya masih tetap bekerja untuk tetap menafkahi keluarganya.
Berbincang dengan A. Rajak saat bekerja dipegunungan Bedi, jalan lintas Kuburan Dana Taraha, sedikit memberikan motifasi menjalani kerasnya kehidupan. Diceritakannya, sudah 30 bekerja menjadi pemecah batu, sejak remaja sampai kemudian saat sekarang telah memiliki tujuh anak dan cucu.
Pendapatan tidak menentu, menjadikan pekerjaan pemecah batu sangat tidak disukai pada jaman itu, warga lebih memilih menjadi buruh pasar, walaupun demikian tetap dijalani, bahkan sampai saat ini. Berbicara penghasilan A.Rajak mengaku masih tetap tidak menentu padahal kerja memecahkan batu cukup keras.
Untuk harga satu truk batu ukuran besar, hanya dihargai Rp 150 ribu itupun belum ongkos buruh angkut, belum waktu yang dibutuhka untuk memecahkan batu cukup lama, yaitu empat sampai lima hari. Dengan waktu tersebut belum tentu langsung mendapatkan pembeli,”ya kita tunggu lagi pembeli, untung kalau ada yang langsung dating membeli,” ujarnya.
Begitupun dengan batu ukuran kerikil, butuh waktu satu sampai dua bahkan tiga bulan untuk mencapai target muatan satu truknya, sementara untuk harga sangat murah, kerja tiga bulan dihargai hanya Rp. 500 ribu.
Dengan tidak menentunya dan kerasnya perjuangan memecah, mengumpulkan hasilnya yang tidak menentu, A. Rajak mengaku tetap menjalaninya karena kurangnya lapangan pekerjaan. Bila dihitung- hitung penghasilan tidak menentu tersebut tentunya sangat kurang untuk memenuhu kebutuhan hidup sehari-hari.
Bericara bantuan, A. Rajak enggan tertalu mengarah pembicaraan mengenai adanya perhatian pemerintah, diakuinya selama ini tidak pernah mendapatkan perhatian, apalagi bantuan. Yang dibutuhkan bantuan peralatan yang lebih baik tidak pernah direalisasikan bahkan kerap memasukan proposal tetap tidak pernah diperhatikan.
Terakhir memang ada bantuan dari Dinas Sosial iwalaupun hanya satu ekor kambing, A. rajak menilai sedikit membantu, namun yang sangat diharapkan tentunya bukan kambing tetapi sarana dan prasarana pendukung pekerjaan menjadi pemecah batu yang dibutuhkan sehingga dapat meningkatkan produksi.(dd)
×
Berita Terbaru Update