Grand Finalnya Disaksikan Segelintir Orang
Penghujung tahun 2012
lalu, Lembaga Sampela Mbojo (Lasembo) Bima menggelar acara pemilihan Sampela
Mbojo Kota dan Kabupaten Bima tahun 2012, tepatnya 30 Desember. Kegiatan
tersebut dipusatkan di Convention Hall Paruga Nae yang diikuti 30an peserta,
baik Sampela Siwe maupun Sampela Mone dari berbagai wilayah Bima Raya.
Sayangnya acara tersebut disaksikan hanya segelintir orang.
Catatan Suara Mandiri : S.Samada
MESKI terkesan eksklusif,
acara tahunan tersebut sebenarnya sangat diminati masyarakat Bima. Sayangnya
tahun ini, tak begitu banyak masyarakat yang mengetahui akan adanya kegiatan
budaya dimaksud. Kecuali keluarga para peserta dan para alumni atau kalangan
mereka sendiri yang meramaikan grandfinal Pemilihan Sampela Mbojo 2012 malam
itu, lainnya orang-orang yang peduli akan kegiatan budaya meskipun jumlah bisa
dihitung dengan jari.
Wartawan Suara Mandiri pun hanya
diberitahui oleh seorang kawan, kebetulan ia menjadi juri pada acara itu,
sehingga berkesempatan hadir. Beberapa wartawan dari media lain juga tidak
terlihat, ini membuktikan acara budaya tersebut tidak dipublikasikan. Bahkan
salah seorang pengunjung arena sekitar Paruga Nae sempat bertanya-tanya, ada
apa di dalam gedung Paruga Nae? Begitu disampaikan ada acara Pemilihan Sampela
Mbojo, pengunjung bersama rekan-rekannya bergegas menuju arena kegiatan.
Sayangnya kata dia, tidak diijinkan masuk, karena tidak memiliki undangan. “Kami
tak bisa boleh masuk karena undangannya terbatas,” katanya mengutip pernyataan
panitia.
Ketua Panitia Pemilihan Sampela
Mbojo, Hafitullah dalam sambutan singkatnya mengatakan, acara Pemilihan Sampela
Mbojo 2012 merupakan kegiatan tahunan yang diadakan setiap menjelang akhir
tahun, tepatnya bulan Desember. “Tahun ini merupakan Pemilihan Sampela Mbojo
yang ke-19 sejak Lasembo didirikan sekitar tahun 2002,” ujarnya.
Kata dia, sebelum malam grand
finalnya, para peserta di karantina selama tiga hari di hotel. Selama itu pula
peserta diberikan materi pengetahuan tentang pariwisata, sosial budaya, dan
etika. “Kami sadar acara tahun ini tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya. Yang
terpenting kami bisa melaksanakannya pada tahun ini, sebab dua tahun Pemilihan Sampela
Mbojo fakum karena sesuatu hal. Untuk itu mari kita tata kegiatan dan lembaga
ini dengan dukungan semua pihak,” ajaknya.
Liputan Koran ini, hadir pada
kesempatan itu Asisten 2 Pemerintah Kota Bima, Hj Rini sekaligus membuka acara,
perwakilan Polres Bima Kota, dan beberapa wakil dari dinas terkait, baik di
Pemerintah Kota maupun Pemerintah Kabupaten Bima. Yang special pada malam itu
hadir pula DR Hj Siti Maryam Salahuddin. Dipercayakan sebagai juri pada
Pemilihan Sampela Mbojo 2012 yakni, Abdul Haris, Zulkarnain dan Budayawan Muda
Husayn Laodet.
Tak banyak pejabat terkait yang
hadir, apalagi pada acara budaya seperti ini. Padahal meja tamu kehormatan
sudah disiapkan. Bupati Bima, Walikota Bima, Ketua DPRD juga tidak ada yang
hadir. Ya, ini sudah biasa. Setiap acara kesenian, pejabat-pejabat penting itu
hanya beraninya kirim utusan. Tak sedikitpun dalam hatinya memberi ruang bagi
batinnya untuk sekedar memikirkan bagaimana nasib budaya Bima yang makin lama
makin menghilang. “Yang dipikirkan hanya bagimana mendapatkan proyek dan
menghasilkan uang”.
Salah seorang juri berbisik
ketika itu, “tak ada orang lain yang hadir pada acara seperti ini. Diskusi
budaya, seminar budaya, workshop seni budaya hanya dihadiri oleh orang-orang
ini ini saja. Bagaimana kita membangun budaya yang lebih baik kalau begini
terus”, Zulkarnaen.
“Tapi kita tidak boleh pesimis,
suatu waktu nanti, masyarakat akan sadar betapa pentingnya mempertahankan
budaya positif yang berkembang di kehidupan kita”, tandasnya menambahkan.
Husain Laodet kepada Suara
Mandiri mengaku, acara ini terkesan mendadak, persiapannya kurang, sehingga
puncaknya pada grand final tidak memiliki roh kegiatan budaya. “Ini PR bagi
panitia dan lembaga untuk kegiatan mendatang. Jadi perlu koordinasi pada semua
komponen, ternasuk bekersama dengan media massa
untuk publikasinya, sehingga pementasannya menjadi milik masyarakat Bima
umumnya”, pinta Odet.
Sanggar Tari Oi Masa menampilkan Tari Wadu pada acara Grand Final Pemilihan Sampela Mbojo 2012. |
Selain persoalan kehadiran para
pejabat dan publikasi, pantauan SM, kesiapan mental para peserta sangat kurang,
jauh dari materi peserta Sampela Mbojo tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terlihat
dari penampilan para peserta ketika mendapatkan pertanyaan dari dewan juri.
Termasuk bagaimana peserta berjalan dan menari kreasi, hampir tidak ada rohnya.
“Apa mereka tak ada persiapan, bagaimana sih proses seleksinya, kok jawabanya
banyak yang tidak tepat sasaran. Ini perlu dipertanyakan,” celetuk seorang
pengunjung di telinga wartawan Koran ini.
Menjelang pukul 01.30 dini hari,
puncak pemilihan Sampela Mbojo berakhir
dengan menempatkan R Hurrun Iin dan Mahdin sebagai Sampela Siwe dan Mone Kota
Bima. Santun Aulia Fadilat Mestika dan Muammar Amirullah sebagai Sampela Siwe
dan Mone Kabupaten Bima. Predikat Wakil 1 Kota Bima diraih Sumatia dan Irawan,
sedangkan Wakil 1 Kabupaten Bima didapat Gama Sugiana dan Raf Sanjani.
Sementara wakil 2 Kota Bima, Sri Mandarwati dan Eka Barata Putra, wakil 2
Kabupaten Bima Suci Nurlaila dan I Nyoman Rasuta. Kemudian predikat sebagai
Sampela Favorit Kota Bima direbut Cian Safarahil dan Mus Muliadin, sedangkan
Sampela Favorit Kabupaten Bima Ratu Febrillah dan Adhita Irianto.
Terbesit satu harapan usai
menyaksikan acara Pemilihan Sampela Mbojo 2012. Kegiatan budaya semacam itu tak
bisa dianggap sebagai acara seremoni pemilihan belaka, tapi harus dimaknai lebih
dalam, sehingga bukan sekedar menghabiskan anggaran saja. Materi, kemasan
acara, dan proses seleksi peserta sebaiknya diperketat, sebab Sampela Mbojo
yang terpilih akan menjadi duta terbaik Kota
dan Kabupaten Bima dalam rangka mempromosikan sekalgus mengharumkan nama Bima
dimata dunia. Semoga. (*)