Dompu, (SM).- Program bedah rumah kumuh yang dilaksanakan Bappeda
Dompu melalui anggaran Kementerian Daerah Tertinggal (KPDT) tahun 2012 yang
dilanjutkan pada 2013, terus menuai protes warga. Bahkan tak sedikit
dari para aktifis muda yang mengeritisi beberapa
dugaan kejanggalan terhadap dalam pelaksanaan program tersebut karena dianggap
merugikan daerah dan rakyat.
Diantaranya, predesium
Aliansi Masyarakat Miskin Kota (AMMK), MF Yuniarto. Pria ini
menilai, ada banyak dugaan penyimpangan yang dia
temukan pada program bedah rumah kumuh. Selain banyak warga miskin
yang tidak terdata sebagai penerima bantuan tersebut.
Pihaknya juga mencium
‘aroma tak tak sedap’ atau pelaksanaan kegiatan yang menyalahi
prosedur. Diantaranya, indikasi mark up harga satuan
barang jenis bahan bangunan. Dugaan penyimpangan katanya,
terindikasi melibatkan Unit Pengelolah Kegiatan (UPK), pendamping dan jajaran
ke atas. ‘’Ini kejaganggalan yang kami temukan sementara di beberapa desa/
kelurahan yang mendapatkan program bedah rumah tahun 2013,’’cetusnya.
Pria yang akrab disapa
Joyo ini menganggap, permainan oknum tertentu yang menyalahi aturan,
dapat merugikan nasib masyarakat miskin. Bahkan para
pedagang bahan bangunan pun didiskriminasi atas kebijakan
mengarahkan untuk membeli bahan bangunan pada salah satu toko tertentu.
Ditegaskannya,
pihaknya akan terus melakukan infestigasi terhadap kasus tersebut untuk
melengkapi data yang mereka peroleh saat ini. Data itu, nanti rencananya akan
disampaikan kepada lembaga penegak hukum. ‘’Kami belum siap membeberkan
desa/kelurahan mana saja yang bermasalah. Kami masih melengkapi
datanya,’’terang mantan Ketua HUmpad Kabupaten Dompu ini.
Di tempat terpisah, PPK
Program bedah rumah kumuh, Ir.Abdul Muis yang dihubungi mengatakan, dirinya
belum menemukan dugaan tindak penyimpangan dalam pelaksanaan program
bedah rumah yang melibatkan UPK dan pendamping. ‘’Mungkin teman –
teman (MF Yuniarto) keliru,’’tegasnya.
Ia menggambarkan, harga
bahan bangunan saat ini melambung naik. Misalnya seng semula hanya 35 ribu /
lembar. Sekarang sudah naik sampai Rp40 ribu/lembar. Sementara masalah yang
dihadapi masyarakat yakni kelangkaan bahan bangunan seperti seng dan
kayu. Hampir semua tokoh cepat laris barangnya, sehingga
sebagian masyarakat tak mendapatkan barang itu. ‘’Bayangkan
saja, toko tak mampu melayani kebutuhan bahan bangunan 3000 orang yang
mendapatkan program bedah rumah kumuh itu,’’tegasnya.
Ia menganggap, terlalu
sulit ruang bagi pihak tertentu untuk melakukan hal yang buruk dalam program
ini. Sebab dana pencairan pertama senilai Rp3 juta dari rencana 2 kali
pencairan atau total dananya Rp6 juta, langsung masuk ke rekening masyarakat
penerima bantuan. Masyarakat, sudah pintar. Mereka membeli sendiri kebutuhan
bahan bangunannya. ’’Tidak ada yang mau ngasi uang ke UPK dan pendamping.
Mereka beli sendiri, mereka sudah pintar,’’tegasnya.
Akan tetapi, jikapun ada
kejadian seperti yang ditemukan oleh AMMK, itu hanya kasuistik.
‘’saya sendiri tidak bisa mengawal semua kegiatan di lapangan. Kalaupun ada itu
kasuistik,’’pungkasnya. (dym)