Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

LTSP, Memuliakan Para TKI

18 Desember 2012 | Selasa, Desember 18, 2012 WIB Last Updated 2012-12-18T14:27:19Z


Memasuki usia empat tahun, Layanan Terpadu Satu Pintu atau LTSP kini sudah menjadi idola para TKI atau calon TKI di NTB. Sejak ada LTSP, bekerja di luar negeri kini soal gampang. Proses cepat, biaya murah dan bebas calo. Sungguh LTSP telah memuliakan para pahlawan devisa itu.

Membonceng sepeda motor kakak kandungnya, Halimatussa'diah harus ikut blasak-blasuk di jalan sempit pemukiman padat penduduk Karang Kelok, Kota Mataram. Berangkat saat matahari belum terjaga dari Kelayu, Selong, Lombok Timur, hingga siang, Diah tak kunjung menemukan kantor Layanan Terpadu Satu Pintu.
Bermodal informasi kalau LTSP berada di Karang Kelok, Rian, kakaknya Diah begitu pede. Namun toh akhirnya kakak beradik ini harus bertanya hingga lima kali, sebelum akhirnya menemukan kantor yang saban hari dipadati para TKI dan calon TKI itu.  "Setelah bertanya sana-sini, akhirnya sampai juga di tempat ini. Awalnya ragu. Karena tidak juga menemukan penanda kalau ini kantor LTSP," kata Rian, Jumat (7/12).
Menjejak kaki kali pertama di kantor itu, Rian dan Diah kikuk. Celingak-celinguk, keduanya akhirnya memberanikan diri bertanya. Dilihatnya seorang pegawai duduk di bagian depan ruang terbuka, macam teras yang luas dengan bangku berderet-deret tempat ramai orang duduk mengobrol satu sama lain. Pada petugas itu, Rian dan Diah menyampaikan hajat. "Adik saya harus mengurus dokumen Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTLN). Ia harus kembali ke Brunei Darussalam tanggal 17 Desember ini, karena waktu cuti dari majikannya sudah habis," kata Rian.
Maka hari itu mereka datang ke LTSP, tempat satu-satunya para TKI dan calon TKI mengurus segala dokumen penunjang untuk bekerja di luar negeri sebagai buruh migran yang legal. Rian lega. Ia yang semula membayangkan mengurus dokumen KTLN itu bakal ribet, akhirnya tak menemukan aral melintang. Petugas LTSP tempat ia bertanya, memberi petunjuk teramat jelas tahapan yang harus dilakukan agar Diah, adiknya segera mengantongi KTLN.
Prosesnya cepat. Cukup dengan sekali petunjuk, Rian bisa menempuh semua proses itu sendiri. Menjelang pukul 11.30 Wita, Diah telah menjalani proses pengambilan foto. Dan keduanya bergabung di teras besar yang rupanya adalah ruang tunggu. Petugas akan memanggil nama melalui pengeras suara, jika dokumen sudah siap. Dan selepas Jumat, dokumen KTLN itu akhirnya rampung. Rian dan Diah semringah.
Berapa biaya mengurus KTLN? Rian mengaku hanya membayar Rp400 ribu. Dan uang itu terhitung premi asuransi untuk Diah selama ia akan bekerja di Brunei Darussalam. Selebihnya ia tak mengeluarkan uang sepeserpun. "Jadi hanya bayar Rp400 ribu saja di meja perusahaan asuransi di dalam kantor LTSP ini. Sudah itu saja," kata Rian.
Di Brunei, Diah bekerja sebagai penata laksana rumah tangga. Sudah empat tahun Diah bekerja di negara kecil nan kaya di utara daratan Kalimantan itu. Diah berangkat secara resmi melalui PJTKI pada 2008. Lazimnya berangkat pertama kali, saat itu ia terima beres. Seluruh dokumen diurus dan disiapkan PJTKI. Karena itu tak heran ia buta sama sekali saat harus mengurus dokumen kali pertama di LTSP. "Yang kami takuti dari awal ternyata tidak terbukti. Tidak ada calo. Kami piker juga akan mahal, ternyata tidak. Mengurus dokumen itu ternyata begitu mudah. Kami yang baru pertama kali saja sudah langsung bisa. Kami sangat bersyukur dan terbantu," kata Rian.
Diah sudah dua kali pulang kampung. Tahun 2010 ia mendapat cuti 1,5 bulan dari majikannya. Cara kerjanya membuat majikannya kepincut, sehingga ia mendapat perpanjangan kontrak dua tahun lagi. Namun saat kembali ke Brunei, tahun 2010 Diah bebas melanggang, lantaran belum ada aturan yang mengharuskan TKI mengantongi dokumen KTLN.
Baru saat mendapat perpanjangan kontrak kali ketiga, Diah mengetahui kalau dirinya harus mengurus dokumen KTLN sebelum kembali ke Brunei. Itu ia ketahui ketika mengambil dokumen kontrak kerja yang dibuatkan majikannya di Kedutaan Besar RI di Brunei. Maka pada 4 November 2012 lalu, Diah pulang kampung selain cuti juga untuk mengurus dokumen KTLN.
Diah mengaku betah bekerja di Brunei. Majikannya sudah seperti keluarga. Awalnya ia mendapat gaji 250 dollar Brunei sebulan, setara Rp1,7 juta. Namun kini gajinya naik menjadi 300 dollar Brunei atau setara Rp2,1 juta. Itu nyaris menjadi pendapatan bersih, karena  seluruh kebutuhan harian, ditanggung majikannya. "Sekarang saya dapat kontrak untuk tiga tahun lagi. Tiket pulang pergi Brunei Lombok disiapkan majikan," kata Diah.
Kemudahan mengurus dokumen di LTSP tak cuma dirasakan Diah dan Rian. Sinum, TKI asal Desa Rembitan, Lombok Tengah juga merasakan hal serupa. Sinum yang bekerja di Perkebunan Sawit di Trengganu, Malaysia Barat juga pulang cuti pada 28 Oktober lalu. Paling telat, Sinum sudah harus berada di Trengganu 28 Desember mendatang.
Di LTSP, Sinum juga mengurus dokumen sendirian tanpa bekal pengalaman sama sekali. Ia cukup melampirkan salinan paspor, kontrak kerja di negara tujuan, dan membayar premi asuransi Rp400 ribu, menjalani pengambilan foto, maka dokumen KTLN sudah di tangan.
Sejumlah pegawai perusahaan pengerah jasa tenaga kerja juga merasakan hal serupa. Mereka begitu dimudahkan untuk mengurus dokumen Bebas Fiskal Luar Negeri (BFLN), Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTLN), pembayaran Dana Pembinaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (DP3TKI), pengurusan asuransi TKI (premi dan klaim) penanganan kasus TKI, pendaftaran keikutsertaan PAP (Pembekalan Akhir Pemberangkatan), serta pengecekan persyaratan TKI yang akan diberangkatkan (identitas calon TKI, visa kerja, perjanjian penempatan, perjanjian kerja, sertifikat BLK/Sertifikat Kompetensi Kerja dan sertifikat kesehatan), yang semuanya di satu atap.
"Kalau dulu mengurus dokumen itu butuh waktu sampai sebulan untuk satu calon TKI karena harus mendatangi tempat yang terpisah-pisah, sekarang tidak lagi. Sekarang murah, mudah dan cepat," kata Arya, salah satu staf pegawai PT Sinar Makmur, salah satu perusahaan pengerah jasa tenaga kerja di tengah mengurus dokumen di LTSP.
LTSP memang dihajatkan untuk memberi pelayanan satu hari atau one day services. Saat ini hal itu memang belum terwujud. Pengurusan paspor masih belum berada di satu atap, karena masih harus di kantor Imigrasi. Namun toh, kemudahan tetap ada, mengingat kantor LTSP persis ada di samping kantor Imigrasi Mataram.
Seperti kata  Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, M Jumhur Hidayat, yang kerap datang ke NTB, LTSP ini memang diniatkan untuk memudahkan TKI dan calon TKI. Termasuk untuk memuliakan mereka dengan pelayanan cepat, aman dan murah. "Keberadaan lembaga memperpendek rantai birokrasi dan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan para calon tenaga kerja. Ini semua untuk para TKI kita," kata Jumhur.
LTSP mulai beroperasi pada 17 Desember 2008, bertepatan dengan perayaan HUT NTB. Ini adalah lembaga pertama di Indonesia, dan menjadi contoh baik bagi adanya lembaga serupa di Indonesia. Jumhur mengatakan, dia sudah menawarkan lembaga serupa di beberapa daerah di Indonesia, namun respon tak begitu memadai. "LTSP bisa ada di NTB sebagai lembaga pertama di Indonesia atas support penuh Gubernur NTB," kata Jumhur.
Bagi NTB, LTSP ini bak penyelamat. Minat masyarakat NTB untuk bekerja ke luar negeri amat tinggi. Saat ini setidaknya 50 ribu orang NTB berangkat bekerja ke luar negeri menjadi TKI tiap tahun. Malaysia menjadi tujuan utama. Animo tinggi menyebabkan banyak TKI itu berangkat tanpa didukung dokumen memadai. Akibatnya, di negara tujuan mereka menjadi tenaga kerja ilegal. Status ilegal itu menyababkan mereka tak terjangkau perlindungan memadai.
Dan sejak LTSP mulai beroperasi, angka TKI ilegal mampu ditekan. Ini misalnya terlihat dari jumlah TKI yang dideportasi. Ambil contoh Malaysia. Tahun 2008, jumlah TKI yang dideportasi mencapai 5.592 orang. Tahun 2009 menurun menjadi 4.222 orang, dan 2010 menjadi 3.232 orang hingga menjadi hanya tersisa 2.000-an orang pada 2011.
Kepekaan dan kepedulian Pemprov NTB di sektor perlindungan TKI ini mendapat pengakuan negara. Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi mendapat tanda kerhormatan Satyalencana Pembangunan dari Presiden SBY. Gubernur NTB adalah pejabat negara pertama yang memperoleh tanda kehormatan itu. Dan itu adalah apresiasi atas keberhasilan Gubernur NTB memberikan pelayanan terbaik bagi para TKI sehingga berjalan mudah, nyaman, dan murah.
Toh meski begitu, ikhtiar belumlah usai. Gubernur mengatakan, penghargaan itu baru merupakan langkah kecil dari upaya besar untuk terus memberikan pelayanan terbaik dalam penempatan dan perlindungan TKI.
Gubernur mengakui, masih banyak hal yang harus dibenahi terkait pelayanan publik di NTB. "Tentu perlu diingat, jangan terjebak pada ego sektoral. Kita diberi amanah oleh negara untuk memberikan pelayanan maksimal," kata Gubernur. (**)
×
Berita Terbaru Update