Memasuki
usia empat tahun, Layanan Terpadu Satu Pintu atau LTSP kini sudah menjadi idola
para TKI atau calon TKI di NTB. Sejak ada LTSP, bekerja di luar negeri kini
soal gampang. Proses cepat, biaya murah dan bebas calo. Sungguh LTSP telah
memuliakan para pahlawan devisa itu.
Membonceng sepeda motor kakak kandungnya, Halimatussa'diah harus ikut
blasak-blasuk di jalan sempit pemukiman padat penduduk Karang Kelok, Kota
Mataram. Berangkat saat matahari belum terjaga dari Kelayu, Selong, Lombok
Timur, hingga siang, Diah tak kunjung menemukan kantor Layanan Terpadu Satu
Pintu.
Bermodal
informasi kalau LTSP berada di Karang Kelok, Rian, kakaknya Diah begitu pede.
Namun toh akhirnya kakak beradik ini harus bertanya hingga lima kali, sebelum
akhirnya menemukan kantor yang saban hari dipadati para TKI dan calon TKI itu.
"Setelah bertanya sana-sini, akhirnya sampai juga di tempat ini.
Awalnya ragu. Karena tidak juga menemukan penanda kalau ini kantor LTSP,"
kata Rian, Jumat (7/12).
Menjejak
kaki kali pertama di kantor itu, Rian dan Diah kikuk. Celingak-celinguk,
keduanya akhirnya memberanikan diri bertanya. Dilihatnya seorang pegawai duduk
di bagian depan ruang terbuka, macam teras yang luas dengan bangku
berderet-deret tempat ramai orang duduk mengobrol satu sama lain. Pada petugas
itu, Rian dan Diah menyampaikan hajat. "Adik saya harus mengurus dokumen
Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTLN). Ia harus kembali ke Brunei Darussalam
tanggal 17 Desember ini, karena waktu cuti dari majikannya sudah habis,"
kata Rian.
Maka
hari itu mereka datang ke LTSP, tempat satu-satunya para TKI dan calon TKI
mengurus segala dokumen penunjang untuk bekerja di luar negeri sebagai buruh
migran yang legal. Rian lega. Ia yang semula membayangkan mengurus dokumen KTLN
itu bakal ribet, akhirnya tak menemukan aral melintang. Petugas LTSP tempat ia
bertanya, memberi petunjuk teramat jelas tahapan yang harus dilakukan agar
Diah, adiknya segera mengantongi KTLN.
Prosesnya
cepat. Cukup dengan sekali petunjuk, Rian bisa menempuh semua proses itu
sendiri. Menjelang pukul 11.30 Wita, Diah telah menjalani proses pengambilan
foto. Dan keduanya bergabung di teras besar yang rupanya adalah ruang tunggu.
Petugas akan memanggil nama melalui pengeras suara, jika dokumen sudah siap.
Dan selepas Jumat, dokumen KTLN itu akhirnya rampung. Rian dan Diah semringah.
Berapa
biaya mengurus KTLN? Rian mengaku hanya membayar Rp400 ribu. Dan uang itu
terhitung premi asuransi untuk Diah selama ia akan bekerja di Brunei
Darussalam. Selebihnya ia tak mengeluarkan uang sepeserpun. "Jadi hanya
bayar Rp400 ribu saja di meja perusahaan asuransi di dalam kantor LTSP ini.
Sudah itu saja," kata Rian.
Di
Brunei, Diah bekerja sebagai penata laksana rumah tangga. Sudah empat tahun
Diah bekerja di negara kecil nan kaya di utara daratan Kalimantan itu. Diah
berangkat secara resmi melalui PJTKI pada 2008. Lazimnya berangkat pertama
kali, saat itu ia terima beres. Seluruh dokumen diurus dan disiapkan PJTKI.
Karena itu tak heran ia buta sama sekali saat harus mengurus dokumen kali
pertama di LTSP. "Yang kami takuti dari awal ternyata tidak terbukti.
Tidak ada calo. Kami piker juga akan mahal, ternyata tidak. Mengurus dokumen
itu ternyata begitu mudah. Kami yang baru pertama kali saja sudah langsung
bisa. Kami sangat bersyukur dan terbantu," kata Rian.
Diah
sudah dua kali pulang kampung. Tahun 2010 ia mendapat cuti 1,5 bulan dari
majikannya. Cara kerjanya membuat majikannya kepincut, sehingga ia mendapat
perpanjangan kontrak dua tahun lagi. Namun saat kembali ke Brunei, tahun 2010
Diah bebas melanggang, lantaran belum ada aturan yang mengharuskan TKI
mengantongi dokumen KTLN.
Baru
saat mendapat perpanjangan kontrak kali ketiga, Diah mengetahui kalau dirinya
harus mengurus dokumen KTLN sebelum kembali ke Brunei. Itu ia ketahui ketika
mengambil dokumen kontrak kerja yang dibuatkan majikannya di Kedutaan Besar RI
di Brunei. Maka pada 4 November 2012 lalu, Diah pulang kampung selain cuti juga
untuk mengurus dokumen KTLN.
Diah
mengaku betah bekerja di Brunei. Majikannya sudah seperti keluarga. Awalnya ia
mendapat gaji 250 dollar Brunei sebulan, setara Rp1,7 juta. Namun kini gajinya
naik menjadi 300 dollar Brunei atau setara Rp2,1 juta. Itu nyaris menjadi
pendapatan bersih, karena seluruh kebutuhan harian, ditanggung
majikannya. "Sekarang saya dapat kontrak untuk tiga tahun lagi. Tiket
pulang pergi Brunei Lombok disiapkan majikan," kata Diah.
Kemudahan
mengurus dokumen di LTSP tak cuma dirasakan Diah dan Rian. Sinum, TKI asal Desa
Rembitan, Lombok Tengah juga merasakan hal serupa. Sinum yang bekerja di
Perkebunan Sawit di Trengganu, Malaysia Barat juga pulang cuti pada 28 Oktober
lalu. Paling telat, Sinum sudah harus berada di Trengganu 28 Desember
mendatang.
Di
LTSP, Sinum juga mengurus dokumen sendirian tanpa bekal pengalaman sama sekali.
Ia cukup melampirkan salinan paspor, kontrak kerja di negara tujuan, dan
membayar premi asuransi Rp400 ribu, menjalani pengambilan foto, maka dokumen
KTLN sudah di tangan.
Sejumlah
pegawai perusahaan pengerah jasa tenaga kerja juga merasakan hal serupa. Mereka
begitu dimudahkan untuk mengurus dokumen Bebas Fiskal Luar Negeri (BFLN), Kartu
Tenaga Kerja Luar Negeri (KTLN), pembayaran Dana Pembinaan Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (DP3TKI), pengurusan asuransi TKI (premi
dan klaim) penanganan kasus TKI, pendaftaran keikutsertaan PAP (Pembekalan
Akhir Pemberangkatan), serta pengecekan persyaratan TKI yang akan
diberangkatkan (identitas calon TKI, visa kerja, perjanjian penempatan,
perjanjian kerja, sertifikat BLK/Sertifikat Kompetensi Kerja dan sertifikat
kesehatan), yang semuanya di satu atap.
"Kalau
dulu mengurus dokumen itu butuh waktu sampai sebulan untuk satu calon TKI
karena harus mendatangi tempat yang terpisah-pisah, sekarang tidak lagi.
Sekarang murah, mudah dan cepat," kata Arya, salah satu staf pegawai PT
Sinar Makmur, salah satu perusahaan pengerah jasa tenaga kerja di tengah mengurus
dokumen di LTSP.
LTSP
memang dihajatkan untuk memberi pelayanan satu hari atau one day services. Saat
ini hal itu memang belum terwujud. Pengurusan paspor masih belum berada di satu
atap, karena masih harus di kantor Imigrasi. Namun toh, kemudahan tetap ada,
mengingat kantor LTSP persis ada di samping kantor Imigrasi Mataram.
Seperti
kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, M Jumhur
Hidayat, yang kerap datang ke NTB, LTSP ini memang diniatkan untuk memudahkan
TKI dan calon TKI. Termasuk untuk memuliakan mereka dengan pelayanan cepat,
aman dan murah. "Keberadaan lembaga memperpendek rantai birokrasi dan
mengurangi biaya yang harus dikeluarkan para calon tenaga kerja. Ini semua
untuk para TKI kita," kata Jumhur.
LTSP
mulai beroperasi pada 17 Desember 2008, bertepatan dengan perayaan HUT NTB. Ini
adalah lembaga pertama di Indonesia, dan menjadi contoh baik bagi adanya
lembaga serupa di Indonesia. Jumhur mengatakan, dia sudah menawarkan lembaga
serupa di beberapa daerah di Indonesia, namun respon tak begitu memadai.
"LTSP bisa ada di NTB sebagai lembaga pertama di Indonesia atas support
penuh Gubernur NTB," kata Jumhur.
Bagi
NTB, LTSP ini bak penyelamat. Minat masyarakat NTB untuk bekerja ke luar negeri
amat tinggi. Saat ini setidaknya 50 ribu orang NTB berangkat bekerja ke luar
negeri menjadi TKI tiap tahun. Malaysia menjadi tujuan utama. Animo tinggi
menyebabkan banyak TKI itu berangkat tanpa didukung dokumen memadai. Akibatnya,
di negara tujuan mereka menjadi tenaga kerja ilegal. Status ilegal itu
menyababkan mereka tak terjangkau perlindungan memadai.
Dan
sejak LTSP mulai beroperasi, angka TKI ilegal mampu ditekan. Ini misalnya
terlihat dari jumlah TKI yang dideportasi. Ambil contoh Malaysia. Tahun 2008,
jumlah TKI yang dideportasi mencapai 5.592 orang. Tahun 2009 menurun menjadi
4.222 orang, dan 2010 menjadi 3.232 orang hingga menjadi hanya tersisa 2.000-an
orang pada 2011.
Kepekaan
dan kepedulian Pemprov NTB di sektor perlindungan TKI ini mendapat pengakuan
negara. Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi mendapat tanda kerhormatan Satyalencana
Pembangunan dari Presiden SBY. Gubernur NTB adalah pejabat negara pertama yang
memperoleh tanda kehormatan itu. Dan itu adalah apresiasi atas keberhasilan
Gubernur NTB memberikan pelayanan terbaik bagi para TKI sehingga berjalan
mudah, nyaman, dan murah.
Toh
meski begitu, ikhtiar belumlah usai. Gubernur mengatakan, penghargaan itu baru
merupakan langkah kecil dari upaya besar untuk terus memberikan pelayanan
terbaik dalam penempatan dan perlindungan TKI.
Gubernur
mengakui, masih banyak hal yang harus dibenahi terkait pelayanan publik di NTB.
"Tentu perlu diingat, jangan terjebak pada ego sektoral. Kita diberi
amanah oleh negara untuk memberikan pelayanan maksimal," kata Gubernur.
(**)