Kota Bima, (SM).- Kontrol terhadap kinerja dan kebijakan
Pemerintah Kota (Pemkot) Bima selama ini dinilai tidak maksimal yang dilakukan
lembaga DPRD Kota Bima, banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang sampai saat ini belum
ada kesimpulan jelas apa yang menjadi sikap jelas lembaga wakil rakyat. Seperti
masalah tambang marmer, pembangunan lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) dan masalah
lainnya.
Kritik pada lembaga wakil rakyat
disampaikan sendiri Anggota DPRD Kota Bima, Duta PKPB, Sudirman DJ, SH kepada
media ini di sela-sela rapat Badan Anggaran (banggar). Sentilan Sudirman
setelah mengetahui aktifitas pertambangan marmer di Kelurahan Oi Fo’O teryata
tidak memiliki kontribusi bagi pemasukan daerah, menurutnya beroperasinya
pertambangan marmer dibawah kecaman dan aksi penolakan oleh masyarakat
menunjukan lemahnya kontrol dewan terhadap kebijakan pemerintah daerah.
Fakta, sampai saat ini, atas adanya
aksi penolakan terhadap keberadaan tambang marmer, dewan tidak pernah memiliki
sikap jelas terhadap keberadaan tambang, padahal aksi penolakan bahkan hearing
yang digelar dewan dengan perwakilan masyarakat beberapa kali dilakukan.
Setelah itu tidak ada satupun surat sakti dewan menyikapi semua itu.” Anggota
dewan itu bayak tidak mungkin satu dua orang yang bersikap,” pungkas mantan
pengacara kondang ini kecewa.
Bila setiap masalah yang muncul dari
keluhan rakyat tidak pernah disikapi secara kelembagaan oleh sebuah lembaga
negara apalagi lembaga yang mewakili suara rakyat menunjukan lembaga ini begitu
mandul. Peryataan mandulnya lembaga DPRD Kota Bima, menurut DJ sapaan akbranya
ini, sangat terang benerang terjadi, banyak kepentingan-kepentingan yang
menghinggapi sikap lembaga dewan sehingga tidak pernah dengan jelas dan tegas
menjalankan tiga fungsi yang diamanakan oleh rakyat.
Lembaga dewan memiliki tiga fungsi, pengawasan,
budgeting dan legislasi. Bila fungsi kontrol atau pengawasan dilakukan secara
maksimal Kota Bima tidak akan seamburadul seperti saat ini dalam segala hal. Dj
kembali menyorot persoalan tambang marmer. Menurutnya, persoalan tambang marmer
yang kemudian tidak memberikan sumbangsih bagi pendapatan daerah, lucunya lagi
perusahaan sampai saat ini masih dalam proses mencari batuan adalah bentuk
tidak jelasnya proses perijinan tambang tersebut.
Bila proses perijinannya sesuai aturan,
tentu tidak akan muncul permasalahan. Kalau permasalahan tersebut dikontrol
dengan tegas oleh lembaga dewan tentunya pemerintah saat ini tidak akan
seenaknya mengeluarkan kebijakan. Pembangunan Confention Hall yang mengaburkan
anggaran rakyat hanya untuk kepentingan segelincir kelompok elit diamini
padahal masih banyak kebutuhan anggaran untuk kepentingan pembangunan yang pro
rakyat. (dd)