Bima, (SM).- Dana Sekolah
Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) 2012 untuk 48 Kelompok Tani di
Kecamatan Woha tak semua dinikmati petani. Diduga, Rp2,9 juta disunat Kepala
UPTD Pertanian Woha, AH.
Menurut sumber yang meminta
identitasnya tidakdikorankan, setiap kelompok tani mendapat jatah alokasi dana
dari APBN tahun anggaran senilai Rp3,7 juta. Dari total dana tersebut, sekitar
Rp800 ribu diterima masing-masing kelompok tani. Selebihnya diduga disetor ke
oknum Kepala UPTD.
Sumber menceritakan, sekitar
bulan Mei dan Juni 2012, kelompok tani menerima drop bibit jagung, padi dan
kadelei dari UPTD Pertanian Tanaman dan Holkutura Kecamatan Woha. Pada bulan
Desember kemudian didrop susul dengan bantuan keuangan.
Bantuan berupa bibit dimaksud,
menurut sumber, merupakan kegiatan rutinitas setiap tahunnya. Begitu pun dengan
bantuan keuangan, juga didrop pemerintah pada setiap akhir tahun. “Tahun ini
uang cair dua pekan lalu,” ungkapnya.
Kata sumber, sebelum mencairkan
uang, masing-masing kelompok tani mengambil rekomendasi pencairan uang di Bank
BPD pada UPTD Pertanian Tanaman dan Holkutura Kecamatan Woha. “Uang sudah ada
dalam rekening kelompok tani,” ujarnya.
Setelah uang dicairkan kelompok
tani, para ketua kelompok tani harus menyetor kembali uang dicairkan di bank
tersebut pada Kepala UPTD Pertanian Woha, AH. “Rp800 ribunya baru dikasi lagi
ke ketua kelompok,” bebernya.
Sedangkan sisa dari uang
diserahkan pada masing-masing ketua kelompok tani tersebut diambil oleh Kepala
UPTD dengan dalih untuk pengadaan obat-obatan serta pupuk untuk kebutuhan pada
petani dalam kelompok tani.
Kepala UPTD Pertanian Tanaman dan
Holkutura Kecamatan Woha, AH yang dikonfirmasi di ruang kerjanya mengaku,
sebagian dari total dana SLPTT kelompok tani memang diambil. “Memang kita ambil
Rp2,6 juta,” ujarnya, Jum’at pekan lalu.
Menurutnya, dana tersebut untuk
pengadaan kebutuhan para petani serta membiayai Sekolah Lapangan (SL) yang
dijadwalkan diadakan selama 10 kali, selama musim tanam.
“Kita ambil uang untuk pengadaan
pupuk, obat-obatan serta untuk biayai SL. Pengalaman kita tahun-tahun lalu,
petani tidak melakukan pengadaan dan tidak adakan sekolah lapangan, walaupun
uangnya telah diambil,” jelasnya.
Selain itu, para petani juga
tidak pernah mau membuat laporan penggunaan uang serta laporan kegiatan di
lapangan. “Akhirnya kami yang harus buatkan laporan mereka. Pengembalian uang
itu juga atas kesepakatan bersama”, tandasnya. (ima)