Bima,
(SM).- Tidak dilanjutkannya pemanggilan
Dinas Peternakan Kabupaten Bima terkait dugaan penggelapan dana insentif sapi
bagi 26 kelompok senilai Rp2,6 miliyar, bukan saja dinilai adanya main mata
para legislator, namun justru dianggap mengkerdilkan citra lembaga dewan itu
sendiri.
Akademisi
STISIP Mbojo Bima, Syarif Ahmad, MSi, menegaskan, poin penting yang menjadi
dugaannya atas kinerja setengah hati dan main matanya legislator di Komisi II
tersebut, bentuk ketidakpahaman wakil rakyat, baik pada fungsi dan tugasnya pun
pada materi yang akan diklarifikasi atas dugaan penggelapan yang terjadi ditubuh
Dinas Peternakan.
Duganya
pula, anggota dewan yang duduk di komisi II tidak memiliki pengetahuan yang
komperhensif pada persoalan yang tengah mengemuka. Lebih tegas dugaannya, telah
terjadi konspirasi antara legislative dan eksekutif (Komisi II) untuk ‘mengeruk’
keuangan daerah yang tengah dan telah dialokasikan atas program dimaksud.
Akademisi
yang tengah menyelesaikan gelar doctor ini sangat sepakat sebagaimana
dinyatakan Dra Hj Mulyati, anggota dewan lainnya yang membantah pernyataan Ir
Suryadin anggota Komisi II merunut pendapat Depdagri, anggaran yang bersumber
dari pusat semisal APBN yang dialokasikan pada daerah, pengawasannya menjadi
kewenangan pusat termasuk didalamnya DPR RI. Sebagai lembaga yang memiliki tiga
fungsi jelasnya, yakni pengawasan, budgeting dn legislasi, tentu sudah menjadi
fitrahnya berkewajiban melakukan kontroling alias pengawasan secara menyeluruh
pada seluruh anggaran yang bersumber darimanapun, termasuk dari APBN itu
sendiri.
Menjadi
keliru dan sangat sesat sentilnya, jika pemahaman yang diterima anggota dewan
sebagaimana dimaksud Ir Suryadin, dijadikan pedoman baku untuk tidak
melakukan pengawasan alokasi sumber anggaran pusat yang dialokasikan pada
daerah, apalgi ada indikasi dan dugaan telah terjadi penggelapan dan penyunatan
yang dilakukan secara sengaja dan terstruktur.
Bahkan,
katanya, kalau seperti itu yang dipahami dan terjadi ditingkat apilkasi
lapangan, maka sama halnya DPRD yang ada didaerah kabupaten atau kota, ikut dan
telah mengamini konspirasi jahat dan korupsi yang terstruktur dari pusat yang
secara tidak langsung telah dimigrasi ke daerah, termasuk Bima merujuk kasus
dugaan penggelapan insentif sapi senilai Rp 2,6 Miliyar tersebut.
Pemanggilan
dinas peternakan oleh Komisi II, kata dia, menjadi sebuah keharusan danb
kewajiban, sebagai bagian dari kewenangan dan kewajiban yang diamanatkan rakyat
pada dewan. Tentu menjadi pertanyaan dan timbul dugaan berlebih bagi publik,
pastinya, jika Komisi II tidak melanjutkan pemanggilan apalagi menghentikan
ditengah jalan. “Ada main mata dan konspirasi jahat dong kalau tidak
melanjutkan pemanggilan, “sindirnya.
Pemanggilan
maksudnya, untuk mengkalirifikasi dan mencari tahu duduk persolaan
sesungguhnya. Lalu kalau memang terindikasi ada dugaan pengelapan dan
penyunatan anggaran dibalik program tersebut yang dilakukan Dinas Peternakan,
banyak cara yang bisa ditempuh Komisi II, baik merekomendasikan pemecatan
jabatan Kadis yang bersangkutan dengan alasan tidak amanah. Atau
merekomendasikan pada pihak berwajib atas dugaan itu.
sebelumnya,
sebagaimana hasil temuan lapangan Komisi II, ada banyak kejanggalan yang
berbau penyimpangan pada realisasi penyaluran bantuan dalam bentuk insensif
yang diterima kelompok ternak disejumlah desa penerima di wilayah Kabupaten
Bima. Dari 26 kelompok ternak sapi penerima insentif semestinya mendapat
anggaran masing-masin Rp 100 juta dengan asumsi satu sapi hamil mendapatkan
insentif sebesar Rp 500 ribu. Namun fakta lapangan hasil monitoring Komisinya,
ternyata yang diterima anggota kelompok berfariatif alias kurang dari jumlah
yang telah diamanatkan oleh program tersebut.
Parahnya
lagi, disejumlah kelompok ternak yang beruntung mendapatkan dana insentif
tersebut, ada banyak ditemukan penerima yang bukan anggota yang terdaftar
sesuai dengan nama yang ada dalam kelompok. Maksudnya banyak orang diluar
kelompok yang menikmati dana insentif yang diakuinya bersumber dari APBN Dipa
anggaran Dinas Peternakan Propinsi. Yang lebih aneh lagi, jumlah kelompok
penerima dana insentif banyak yang tidak termasuk dalam kelompok ternak sapi
program penyelamatan. Padahal diketahui, program insentif mestinya pemilik sapi
atau kelompok yang masuk dalam program penyelamatan.(ris)