Kota Bima, (SM).- Pemerintah Kota Bima sudah tidak lagi memperkerjakan petugas sebagai
penjaga Pantai Lawata untuk melaksanakan aktivitasnya di areal wisata tersebut.
Namun hingga kini petugas jaga dimaksud belum mau beranjak dari lokasi sebelum
Pemkot mengabulkan tuntutannya.
Penjaga Lawata,
Afandi dan empat anaknya, meminta Pemkot Bima menyediakan 4 unit rumah di
pinggir jalan dalam Kota Bima dan modal usaha serta beberapa tuntutan lainya.
Tuntutan ini disampaikan Afandi
sekeluarga didampingi Farhadis yang mengaku aktivis dan mantan Ketua BEM STISIP
MBojo Bima kepada Sekda Bima, Ir Muhammag Rum dan staf dari Dinas Pariwisata
Kota Bima di ruangan rapat Sekda, Selasa (3/7) kemarin siang.
Menurut Afandi,
tuntutan mereka sudah wajar dengan alasan mereka sudah mengabdi puluhan tahun
yang diperkuat dengan Surat Tugas dari Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bima
dari tahun 2001 dan Surat Tugas dari Dinas Pariwisata Kota Bima dari tahun
2006. “Saya selalu menyerahkan PAD untuk
Kota Bima sekitar Rp300.000,- setiap pekan dan sekitar Rp1 juta setiap hari
libur seperti hari raya Idul Fitri dan hari besar lainya”, aku Fandi, mantan
petinju Amatir tempo dulu.
Kata mereka, apabila
tuntutan ini tidak dikabulkan, akan terjadi permasalahan yang lebih besar,
tidak akan keluar dari Lawata karena tidak mempunyai tempat tinggal lagi selain
dari pembangunan yang ada di Lawata dan setiap bulannya mengeluarkan uang untuk
membayar listrik.
Menaggapi tuntutan
itu, Sekda Kota Bima, Ir Muhamad Rum menyatakan, alasan dikeluarkan itu karena areal Lawata akan
dibangun bangunan baru seperti hotel untuk tamu-tamu yang datang dari luar.
Adapun surat tugas
yang dipegang itu tidak punya kekuatan hukum yang tetap, kapan saja Lawata
diperlukan oleh Pemerintah Kota Bima, bisa saja dibongkar dan orang yang ada
didalamnya ikut dikeluarkan.
Persoalan ini, saat
pertemuan dengan Walikota Bima bersama Afandi telah disepakati, Afandi telah diperintahkan untuk mencari tanah
sekitar 3 hingga 4 are sekitar Kolo, Pemerintah Kota Bima atau uang pribadi
Walikota yang membayarnya. Tapi kenapa sekarang ada persoalan baru lagi.
”Walikota sudah
cukup baik kepada Afandi, kenapa tidak berterima kasih”, jelasnya.
Ia berharap agar
persoalan ini tidak diprovokasi oleh orang lain, karena memang sudah ada
kesepakan dengan Walikota untuk menyelesaiakannya.
Sementara itu,
pejabat penting Dinas Pariwisata Kota Bima mengatakan, Walikota Bima harus
tegas bersikap untuk memita Afandi dan keluarganya meninggalkan lokasi wisata
Pantai Lawata, sebab di sana sudah dijadikan tempat mesum pasangan pria dan
wanita setiap malamnya. “Tuntutan mereka terhadap Pemerintah Kota Bima dengan
meminta pembangunan empat unit rumah dan modal usaha serta tuntutan lainnya,
dinilai terlalu mengada-ngada”, ujar salah seorang Kabid itu.
Beberapa orang Pol
PP juga kepada wartawan seusai melakukan penjagaan saat pertemuan antara
penjaga Lawata dengan Sekda menyatakan, Afandi sekeluarga hanya mau menang
sendiri dan menuntut yang bukan-bukan. “Wartawan lihat sendiri sikap mereka.
Kalau saya Sekda langsung perintahkan Pol PP usir mereka”, ujar mereka.
Apa yang dikatakan
anggota Pol PP bahwa areal lawata dijadikan tempat mesum diperkuat dengan
laporan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Bima saat beraudensi dengan
Walikota Bima H.Qurais H.Abidin sepekan lalu. IMM saat itu, mendesak walikota
untuk menyelesaikan permasalahan Lawata dan Wadu Mbolo karena sudah dijadikan
tempat mesum bagi para muda mudi.
Dalam pertemuan itu,
Firmansyah selaku Ketua IMM Bima mengatakan, berdasarkan hasil investigasi
pihaknya di dalam areal Lawata banyak ditemukan pasangan pria dan wanita
menjadikan tempat untuk tempat berzina, dengan bermodal uang sebesar puluhan
ribu rupiah untuk sekali masuk dalam rumah kosong yang ada di dalam lingkungan
Lawata sekaligus untuk biaya pengamannya. (SM.04)