Bima, (SM).- Anggota DPRD Kabupaten Bima Nurdin Amin yang juga korban
penganiayaan mengakui Partai Politik (Parpol) pengusung ikut intervensi dirinya
melaporkan kejadian yang dialaminya pada Kepolisian.
Kata Nurdin, kemarin secara lisan
sudah ada penekanan dari H. Supardin atas nama partai agar dirinya melaporkan
secara resmi pada Kepolisian. “Saya melaporkan ke Polisi, juga atas keinginan
pribadi”, akunya pada Suara Mandiri.
Dijelaskanya, laporan ke Polisi
tersebut bagian dari harga diri. Karena dirinya berada di lembaga DPRD tersebut
mewakili banyak rakyat dan atas nama partai. “Memang pimpinan DPRD berharap
kita saling mema’afkan,” akuinya.
Keinginan pimpinan DPRD tersebut
sudah diakomodirnya dan sebagai sesama manusia telah mema’afkan perbuatan M.
Aminurllah tersebut. “Sudah saya ma’afkan, tapi bukan berarti keinginan secara
hukum surut,” timpalnya.
Sebelum terjadi penganiayaan,
dirinya sudah mengingatkan pada Aminurlah agar tidak marah-marah, apalagi
sekarang ini bulan Ramadhan. “Jalur hukum tetap, bahkan partai berencana
sediakan kuasa hokum”, tegasnya.
Bagaimana kronologis kejadian
penganiayaan tersebut? duta PDIP itu menceritakan, awalnya rapat lanjutan
Banggar pembahasan KUA-PPAS RAPBD tahun 2013 sudah berjalan beberapa saat.
Seperti biasa, rapat diwarnai protes.
Rapat yang digelar hari Senin
tersebut merupakan rapat lanjutan setelah diskor pada hari Kamis pecan
sebelumnya. “Anggota lain protes agar rapat ditunda lantaran Sekda dan Asisten
II tidak hadir dalam rapat tersebut,” kisahnya.
Namun sebagian anggota Banggar yang
lain serta pimpinan DPRD dan pimpinan rapat setuju agar rapat Banggar tersebut
dilanjutkan, meski Sekda dan Asisten II tidak hadir. “Karena rapat tersebut
hanya rapat lanjutan skor,” ucapnya.
Menurut dia, dalam Tata Tertib tidak
semua unsur eksekutif harus hadir dalam rapat Banggar. Terkecuali pimpinan
rapat wajib hadir karena untuk memimpin rapat. “Tapi Aminurlah ngotot agar
rapat ditunda,” kenangnya.
Nurdin mengaku dirinya mencoba
memberikan pemahaman terhadap Aminurlah akan aturan internal DPRD Kabupaten
Bima dalam Tatib. “Namun dia melemparkan buku pada saya dan bahkan menempelkan
pada muka saya,” akunya.
Kata dia, karena sikapnya demikian,
dirinya berupaya mendorong Aminurlah sembari meminta agar tidak marah-marah.
“Mungkin karena itu saya akhirnya dipukul satu kali dan terjatuh di lantai,”
tuturnya di hadapan anggota dewan lain.
Tidak puas dengan pukulan satu kali,
lanjutnya, Maman (sapaan M.Aminurlah kembali memukulnya beberapa kali meski dalam
kondisi tidak berdaya dan terkapar di lantai. “Saya tidak pernah melawan sampai
datang orang yang melerai”, kisahnya.
Sekda Bima H. Masykur H.MS yang
dimintai kejelasan atas ketidakhadirannya dalam rapat Banggar DPRD Kabupaten
Bima mengakuinya. Saat itu dirinya tidak hadir lantaran harus memimpin rapat
persiapan kehadiran tim BPK.
Sekda mengaku sudah memberikan
delegasi pada Asisten II agar mewakili eksekutif dalam rapat Banggar di DPRD
tersebut. Namun Asisten II belum sempat menuju DPRD, tiba-tiba ada kabar bahwa
terjadi penganiayaan.
“Sebenarnya tanpa saya dan Asisten
II, rapat Banggar bisa saja diwakili yang lain. Apalagi sudah ada Kepala Bapeda
dan jajaran selaku leading sektornya KUA-PPAS. Karena Banggar adalah pekerjaan
kolektif”, timpalnya. (SM.06)