Dompu, (SM).-
Dua orang pria dan wanita, yakni Sunardi warga Desa Bara, Kecamatan Woja dan
Nurlida, warga Kecamatan Madapangga yang diduga sebagai anggota LSM Gerakan
Bongkar Masalah dan Korupsi (Gembok), kembali berulah dengan mengancam pejabat
di Dompu dengan senjata api jenis pistol palsu. Dua pejabat yang diancam
tersebut menimpa, Kasi Retribusi Pasar, Ruslan S.Sos dan Kabid Pendapatan Dinas
PPKAD Dompu Mustakim S.Sos.
Perisitiwa pengancaman yang dilakukan dua orang pelaku tersebut
yang juga mengaku dari Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara (LPPN) berkantor
di Kabupaten Bima, terjadi pada Kamis (26/7). Periswa nahas ini berawal dari
pelaku Nurdida yang menelpon mantan kepala sementara pasar Dompu Ruslan
melalui handpone (Hp) pribadi Ketua Koperasi Pasar Eny Erianingsi.
Dia menelpon saat hari masih pagi, ketika itu dia (Ruslan) tengah
berada di kantornya. “Pagi hari saya ditelfon oleh Nurdida yang mengaku dari
KPK melalui telfon genggam Ketua Koperasi Pasar. Awalnya dia ajak bertemu
karena ingin menanyakan sesuatu pada saya. Tapi saya tidak bisa mendatanginya,
karena sedang melaksanakan tugas di kantor”, ujarnya.
Karena tak diladeni dengan serius, akhirnya pelaku Nurdidah
mengata – ngatain Ruslan dengan nada mengancam. Untuk itu Ruslan meminta agar
wanita tersebut menemuinya di kantor. “Dia datang dengan seorang rekannya
Sunardi di ruangan Kabid Pendapatan Mustakim S.Sos”, katanya.
Nurdida tak sendiri, dia datang ke kantor PPKAD bidang Pendapatan
bersama rekannya Sunardi. Ketika masuk ruangan, dia mulai betingkah dan mengaku
sebagai anggota KPK. Kedua pelaku menuju ruangan Kabid tersebut. Saat dimintai
identitas, awalnya Nurdida menyebut nama samarannya Aprilia. Namun setelah
Mustakim memintai kartu anggota KPK, dia tak dapat menunjukannya. Kemudian
wanita itu menunjukan surat tugas LSM Gembok serta menunjukan kartu LPPN.
Setelah itu, Nurdida menyampaikan maksud kedatangannya yakni
menanyakan soal cetakan karcis retribusi pasar. Karena menurut pemahaman dia
bahwa karcis itu dibuat pada tahun 2011, lalu masih digunakan untuk pungutan
sampai sekarang ini. Padahal tuduhan Nurdida sangat keliru karena yang dia lihat
itu adalah Perda Kabupaten Dompu 18 tahun 2011 pada kop karcis. “Kami sudah
jelas kalau yang tertulis itu adalah Perda dan bukan tanggal atau tahun
pembuatan karcis. Tapi dia tetap saja menekan kami agar mengakui kami salah”,
jelasnya.
Ironisnya, saat itu wanita yang mengenakan jaket kulit warna
hitam, sempat memperlihatkan senjata api jenis pistol di pinggangnya. Ruslan
dan Mustakim sempat ketakutan akan terjadi apa – apa pada dirinya. Karena
mereka berfikir secara tidak langsung Nurdida mengancam menggunakan senjata.
“Parahnya lagi, Nurdida bilang kepada kita, bahwa dia bisa saja menangkap kami
kalau dia (Nurdida) mau”, katanya.
Karena terindikasi gagal menekan Mustakim dan Ruslan, dua
orang pria dan wanita tersebut kemudian meninggalkan ruangan Kabid Pendapatan.
Tak sampai disitu, setelah lebih dari puluhan menit, Mustakim menemukan satu
rangkap surat tugas LSM Gembok Nurdida diatas mejanya. Mustakim menelpon
Sunardi bermaksud menyuruhnya datang untuk mengambil kembali surat yang
ketinggalan.
Dari situ, dia mulai menelfon para wartawan untuk melihat langsung
ciri – ciri seseorang sempat membawa nama lembaga KPK tersebut. Kesempatan itu
menjadi lahan empuk bagi sejumlah wartawan Dompu yang memang selama ini sangat
geram mendengar aksi oknum – oknum wartawan gadungan dan anggota KPK palsu.
Pria berkulit hitam dan kepala botak ini sampai kewalan melayani
pertanyaan wartawan secara bertubi – tubi padanya. Karena situasi yang
tak mengutungkannya untuk bertingkah seperti awal, sehingga dia terpaksa memilih
berkelit. Dia mengatakan tidak mengatahui soal tujuan Nurdida dalam melakukan
pengancaman dan hal yang tidak menyenangkan diri Kabid pendapatan dan
Kasi Retribusi Dinas PPKAD. Tak lama kemudian, dia menelpon rekannya
Nurdida. Kedatangan Nurdida semakin menambah drama tentang petualangan wanita
tomboy ini sebelum ke kantor Ruslan, telah mendapatkan uang sebesar Rp450 ribu
dari Eny, Ketua Koperasi Pasar Dompu. Enypun didatangkan pada saat itu.
Eny membenarkan bahwa dirinya telah menyerahkan uang tunai Rp450
ribu. Uang itu bukan pinjaman, sebab tak tahan dengan ulah wanita asal Bima ini
yang berlaga membawa nama anggota LSM Gembok dan KPK. “Mulanya dia minta
dipinjamin uang untuk membeli 50 lembar materei. Saya berpikir kalau dia
kelamaan di kantor, saya akan dibuat pusing, makanya saya kasi uang Rp4500 ribu
tanpa pinjaman agar dia segera pergi dari kantor saya”, terangnya.
Sementara Nurdida mengakui menerima uang Rp450 ribu dari Eny. Tapi
dia membantah kalau berasal dari LSM Gembok. Sebab, katanya kapasitas saat ini
sebagai badan intelejen LPPN. Sejumlah pegawai setempat menyaksikan
Nurdida yang sedang berjuang membantah semua tuduhan dari Mustakim dan Ruslan.
Tak lama kemudian salah seorang aktifis Dompu Iwahyuddin Boy pun
menanyakan keberadaan pistol api pada Nurdida. Nurdida mengakui bahwa memiliki
pistol. Kemudian Boy menanyakan ijin kepemilikan senjata, ternyata dia tak
mampu menunjukannya. Yang dia perlihatkan hanya kartu Perbakin. Boy lagi – lagi
meminta pelaku agar menyerahkan pistol tersebut. Perempuan itupun menurutinya
dengan mencabut pistol dari pingganya tanpa perlawanan.
Awalnya semua orang yang ada di dalam ruangan, merasa takut
melihat pitol tersebut. Bentuknya memang tak diragukan lagi sebagai pistol
asli. Tapi setelah diperiksa, ternyata pistol tersebut hanya sebuah korek api
yang sangat mirip dengan pistol biasa.
Suasana pun semakin memanas dan kabar keberadaan dua oknum ini
menjadi heboh. Sejumlah pegawai dan pejabat di sekitar datang menyaksikan
peristiwa itu.
Tak lama kemudian, dua orang anggota Buru Sergap (Buser) Polres
Dompu datang menyeret keduanya ke Mapolres Dompu untuk diamankan, berikut
barang bukti berupa sepucuk pistol dimaksud. Sejauh ini pihak Polres Dompu
tengah melakukan pemeriksaan terhadap kedua pelaku yang mengaku dari KPK yang
kerap meresahkan aparatur pemerintah itu. (SM.15)