Bima, (SM).- Pemerintah Kabupaten Bima Kamis (31/05) melaksanakan
sosialisasi Undang - Undang No. 14 tahun 2008 dan PP No. 61 tahun 2010 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Acara yang digelar di aula SMKN 3 Bima
dihadiri beberapa kepala SKPD lingkup Kabupaten Bima. Tampak juga,
beberapa wartawan dari media massa dan pegiat warung informasi.
Djunaidin, ketua panitia pelaksana
yang juga Kadis Perhubungan dan Kominfo Kabupaten Bima mengatakan, acara
tersebut merupakan dukungan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Bima dan
Australia Indonesia Partnership For Decentralization (AIPD) dan AusAid
Australia. Karena itulah, Djunaidin mengucapkan terima kasih atas dukungan tim
dari Dirjen IKAP dan Diskominfo Provinsi NTB, dan khususnya Perwakilan AIDP
NTB.
"Semoga saja acara yang
direncanakan berlangsung hingga sore hari ini bisa memberikan pengalaman
terkait dengan penerapan Undang-undang KIP yang nantinya akan menjadi acuan
bagi SKPD dalam memberikan pelayanan informasi publik di Kabupaten Bima,"
katanya.
Djunaidin menceritakan, tidak
semua pejabat bisa menyampaikan informasi. Kata Dia, hal yang mengenai
kebijakan umum daerah yang bisa menyampaikan adalah Bupati, Wakil Bupati, Sekda
dan para asisten. Sedangkan, teknis kedinasan diserahkan ke dinas masing
masing. Karena itulah, mekanisme inilah yang akan diatur lebih lanjut oleh
Bupati.
Asisten Pemerintahan dan Kesra Drs.
Abdul Wahab yang mewakili Bupati Bima sebelum membacakan sambutan tertulis
Bupati, menceritakan kasus yang dialaminya terkait kebebasan informasi.
"Ketika bertugas di Inspektorat ada yang meminta LHP Inspektorat. Nah,
disatu sisi, ada kebebasan informasi, disisi yang lain sebagai PNS
berkewajiban menjaga rahasia negara dan rahasia jabatan," cerita Wahab.
Ketika membacakan sambutan Bupati,
Asisten I menekankan, sebelum adanya pemberlakuan UU KIP, jauh-jauh hari
Pemerintah Kabupaten Bima telah memiliki acuan pelaksanaan kebijakan tentang
pelayanan informasi satu atap. "Sebenarnya kita telah lama sebelum
adanya UU KIP memiliki instrumen untuk mengoptimalkan pelayanan informasi yang
berkaitan dengan pemerintahan, pembangunan dan sosial kemasyarakatan,"
jelas Wahab.
Saat sesi tanya jawab, pertanyaan
yang diajukan oleh Asisten I, akhirnya dijelaskan salah satu panelis Ajeng
Roslinda yang juga wakil ketua komisi informasi. Menurutnya, di berbagai kasus
yang terjadi seperti yang terjadi di Jatim, Permintaan informasi LHP oleh LSM
yang kemudian disengketakan pada komisi informasi tetap tidak diberikan.
Karena, lanjutnya, LHP baru berupa
hasil laporan audit oleh lembaga internal. Berbeda kalau telah diaudit oleh
BPK, lagi pula, LHP bersifat individu. Berbeda kalau yang minta informasi itu
individu yang bersangkutan, harus berikan. Itupun, masih dilihat lagi hasil uji
konsekuensi, jika LHP itu diberikan atau dibuka ke publik apa konsekuensinya.
Intinya menurut Ajeng, kalaupun
pemohon informasi merasa tidak puas mendapatkan informasi, bisa mengajukan
gugatan sesuai dengan prosedur dan tata cara yang telah disyaratkan UU KIP.
Sebaliknya pun demikian, SKPD boleh
tidak memberikan informasi kalau dirasa membahayakan rahasia negara atau
rahasia jabatan. Bila perlu, diajukan kepada komisi informasi untuk membantu
memfasilitasinya.
Acara yang berakhir Pukul 14.15
diakhiri pembacaan hasil-hasil kesepakatan, diantaranya merekomendasikan untuk
segera membentuk sekretariat yang mengelola informasi publik. (SM.07)