Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

OPINI : Pendidikan Sebagai Jendela Masa Depan

14 Juni 2012 | Kamis, Juni 14, 2012 WIB Last Updated 2012-06-14T04:58:18Z

Oleh: Nuraeni *)

PERKEMBANGAN pemikiran-pemikiran, membawa kita kepada hal-hal yang cukup positif dan konstruktif, dengan memahami akan fungsi dan peranan sebuah pemikiran yang positif dan objektif, maka akan dapat hadir sebuah impian yang dicita-citakan. Manusia berkembang dengan perananya sebagai makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lainnya.

Jika agamawan cenderung mengokohkan “Tujuan” dan “Hakikat” hidup seorang manusia, filosof cenderung mengatakan “kemungkinan-kemungkinan” hidup dari dan kemana akan dibawa akhirnya. Jika dulu orang suka menggunakan “tanda seru” di dalam rangkaian hidup, manusia modern lebih banyak menggunakan “tanda tanya” bahkan menjadikan dirinya sebagai “tanda tanya”.
Dua tanda tanya bahasa ini – “tanda seru” dan “tanda tanya” – mengifatkan dua dunia yang berbeda, dunia dahulu dan dunia sekarang. “Tanda seru” menyifatkan adanya dunia yang tetap, baku, stabil, tertentukan, dan tertutup. Dunia “tanda seru” adalah dua dunia kebenaran dan kepastian yang menyingkirkan pertanyaan dan kesangsian hidup. Dunia “tanda seru” adalah dunia statis dari pada dinamis, dunia konserfatif dari pada progresif, dan dunia stabil dari pada efolutif. Sebaliknya, dunia “tanda tanya” menyifatkan adanya dunia keterbukaan, dunia yang menekankan relatifitas dan historisitas, dunia dengan penuh dinamis, progretif, dan evolutif.
Pertanyaan-pertanyaan apapun diajukan dalam kehidupan adalah seruan orientasi dinamis, progresif, dan efolutif. Pertanyaan merupakan alat pendobrak keterbukaan dan ketertutupan hidup yang menghintip setiap manusia. Pertanyaan merupakan indikasi kecerdasan seseorang melihat kemungkinan masa depan lebih baik. Kenapa demikian? Karena kehidupan adalah gerakan. Sesuatu bisa dikatakan hidup bila ia bergerak (dinamis) tidak semua sesuatu yang bergerak dikatakan hidup kecuali gerakan yang membawa kepada keberkahan.
Keberkahan membawa kepada kebertambahan, kenikmatan, dan kebahagiaan. Orang yang tidak mampu secara dinamis, progresif, dan evolutif disebut miskin. Orang miskin (diam, statis, dan beku) disebut pengangguran, baik karena faktor internal maupun pengaruh eksternal. Yang dimaksud faktor internal, misalnya, adalah rasa malas, rasa tidak berharga (minder), dan rasa tidak memiliki baik special skill, life skill, maupun leather life skill. Sedangkan pengaruh eksternal dimaksud adalah faktor-faktor seperti ekonomi, sosial, politik (sistem kekuasaan dan pemerintahan), dan budaya, serta global.
Tetapi hidup dan kehidupan kadang tidaklah seperti yang dibayangkan. Sebab, hidup juga menyifatkan pilihan-pilihan dan pendakian-pendakian yang membutuhkan kecakapan. Karena itu, hidup harus diperjuangkan dan merelakan diri untuk berkorban. “berani hidup bererti berani beresiko,” demi kian kata-kata hikmah yang sering kaluk didengungkan para filosuf agar manusia memahami ujian-ujian dan sekalian konsekuansi-konsekuensi hidup baik yang ada dibawah kendali rasio maupun diluar pertimbangan logika.
Jadi gaya hidup seseorang bergantung pada kemampuan kualitatif yang dimiliki khususnya pendidikan. Pendidikan merupakan jendela pembuka bagi mimpi-mimpi dan cita-cita seseorang pemimpin didalam menjalani hidup.
Orang sering bertanya, “mengapa dia jatuh miskin?” “kenapa orang itu bisa beranjak dari hidup yang susah?” “kenapa orang itu hidupnya gelandangan, pengangguran, dan menjadi benalu bagi yang lain?” jawaban yang kerap kali di ajukan adalah pendidikan. Karena pendidikan memberikan peranan sentral bagi keberlangsungan hidup seseorang. Bahwa warna corak kehidupan seseorang bergantung pada seberapa besar volume orang itu mau menjadi pembelajar di sekolah kehidupan ini. Konstruksi mimpi-mimpi dan cita-cita akan menjadi istana kehidupan yang nyata bila ia meleburkan diri di kolam pendidikan. Jangan ditanyakan, “sudah berapa banyak ilmu yang didapatkan dari buku/bangku kuliah,” tapi tanyakannlah “sudah berapa banyak waktumu yang kau hibahkan membaca buku/bangku kuliah.”
Secara sosiologis, pendidikan memberikan amumisi memasuki masa depan ia juga memiliki hibingan dialegtikal dengan transformasi sosial-masyarakat. Bahwa transformasi pendidikan selalu merupakan hasil transformasi sosial-masyarakat dan begitu sebaliknya. Pola dan pelbagai corak sistem pendidikan menggambarkan corak dari tradisi dan budaya sosial-masyarakat yang ada. Sistem pendidikan pesantrem misalnya, pada dasarnya merupakan usaha sadar kelompok islam di Jawa untuk memelihara dan mempertahankan paham Islam tradisional demi tegak dan kokohnya “warga ahlussunah wal Jama’ah”. Kerangka sosiologi ini memberikan pengertian bahwa suatu sistem pendidikan dibangun guna melaksanakan “amanah masyarakat” untuk menyalurkan anggota-anggotanya kedalam posisi-posisi tertentu. Suatu sistem pendidikan bagaimana mampu menjadikan dirinya sebagai mekanisme alokasi posisionil bagi civitas akademika untuk menghadapi masa depannya.
Ilmu di dalam Islam, yang sering kali diterjemahkan dengan sains (science), merupakan materi pokok pendidikan yang harus diajarkan di sekolah-sekolah karena fungsinya sebagai penentu pola hidup masyarakat, seperti mobilitas sosial (berpindah-pindah atau berpegian dari satu tempat ke tempat lain), pengetahuan kehidupan (individual maupun sosial), kerangka nilai dan kehidupan dan sebagainya. Sebagai kerangka mobilitas sosial, ilmu pengetahuan atau sains telah menemukan cara-cara mengubah satu bentuk energi ke bentuk lainnya, lebih praktis lebih pragmatis, dan lebih berdaya guna bagi kehidupan manusia.
Pelbagai kemajuan sains dan tekhnollogi di dalam kehidupan masyarakat bisa dirumuskan ke dalam kerangka yang masih mendasar sifatnya, yaitu bahwa sains itu tumbuh dan berkembang melalui proses pendidikan. Pendidikanlah yang meneruskan sejumlah pengetahuan dari generasi ke generasi, rekonstruksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengguna di setiap zaman. Pendidikan hadir menyapa manusia untuk mengetahui sesuatu, baik mengenai lingkungan sosial maupun lingkungan alamnya.
Pengetahuan lingkungan alam bisa diketahui proses pembelajaran yang disebut observasi. Kemudian dari observasi diketahui mengenai mekanisme hukum-hukum alam. Lalu muncul apa yang melekat pada manusai keinginan tahu dan pikiran rasional guna menguak “misteri” alam ini. Ini menunjukan bahwa pendidikan memberikan rasa “keberpihakan” kepada peserta didik yaitu keberpihakan kepada sesuatu yang rasional dan berguna, dan pada gilirannya menimbulkan sesuatu motivasi yang secara pokok mampu menentukan pilihan terbaik bagi masa depannya.
Kiranya masyarakat sepakat bahwa pendidikan merupakan sarana mengubah masa depan. Pendidikan diyakini sebagai amunisir yang mampu memberikan kemampuan tekhnologi, fungsional, informatif, dan terbuka bagi pilihan utama masyarakat. Kecenderungan ini makin menguat manakala budaya gobal membikin masyarakat semakin terbuka dan sistematis  yang lebih ditentukan oleh kompetensi rasional-individual, penguasaan informasi dan tekhnologi, dan kerjakeras. Bukan lagi ditentukan oleh sesuatu yang tidak rasional seperti kharisma, kesalehan lahiriah, dan keturunan.
Pendidikan dipersepsikan sebagai wahana bagi pertumbuhan daya kritis, kreatif, akal kecerdasan personal, sosial, dan kemanusiaan di tengah-tengah pluralisme. Pluralisme kehidupan mengharuskan pelaku kehidupan ini dibekali pendidikan yang bernbilai positif menuju pribadi pintar, kreatif dan berbudi luhur. Orang yang cerdas/pintar selalu menggunakan nalarnya secara benar dan objektif. Orang kreatif mempunyai banyak pilihan dalam memenuhi kepentingan hidupnya. Orang arif dan luhur budi bisa menentukan pilihan tepat dan menolak cara-cara kekerasan.
Kecerdasan dan kearifan bersumber dari daya kritis dan kesadaran atas nilai diri dan sosial, sehingga tumbuh kepedulian pada sesama. Karena itu, proses pembelajaran haruslah dibebaskan dari doktrin legal formal. Seperti baik-buruk, benar-salah, halal-haram, mukmin-kafir dan sebagainya, yang dapat mengebiri peserta didik kepada berpihakan sosial.
Proses pembelajaran hendaknya juga dijauhkan dari proses reproduksi ideologi kelas dominan yang memaksa nilai-nilai pendidikan ke arah komoditi bisnis dan langgengnya kekuasaan. Proses pembelajaran hendaknya diarahkan pada terciptanya tranformasi dan edukasi sosial secara menyeluruh.
Yang jelas, belajarlah! Karena dengan belajar semua menjadi mungkin dan kebebasan memilih menjadi terbuka bagi munculnya alternatif masa depan yang lebih. Seorang pembelajar akan senantiasa merasa bodoh dan haus akan ilmu baru, laksana seseorang dalam kehausan, lalu ia meminum air garam maka ia justru semakin haus dan haus. Jadi, ilmu dan orang berilmu merupakan pengawal sejati kelangsungan kehidupan manusia.
Penting dan perlu untuk kita pahami bahwa kehidupan ini adalah sebuah cerita tentang masa depan yang baik. Dan yang menjadi pemeran utama adalah kita yang menyadari akan eksistensi pendidikan dalam kehidupan kita, karena pendidikan akan menjadi sutradara yang pantas untuk mendapatkan nominasi terbaik. (*)
Penulis: Mahasiswa STISIP Bima *)



×
Berita Terbaru Update