“Muktamar yang Tergadai atau Kader yang Menggadai”
Oleh : Rusdianto
Hal yang menarik dalam muktamar IMM ke XV di medan kali ini, yakni adanya upaya pelemahan yang terstruktur dari berbagai pihak, termasuk berbagai persoalan diantara dinamika pergerakan IMM. Selaksa menengok alur perkembangan sejarah IMM di tengah pergulatan dan massifikasi kekuatan-kekuatan politik. Penempaan selama keberadaan menjadi karakter dari setiap pergerakan. Namun kita sangat perlu membuka tabir-tabir alam yang dianggap sangat melemahkan struktur dan gagasan cerdas dari setiap kader IMM. Selama ini dalam konteks gerakan dan kapasitas intelektual untuk menghadir seluruh potensi ide dan gagasan sungguh telah di penjara oleh ketidakmampuan dalam menjadi aktor-aktor perubahan yang merupakan sikap nyata yang begitu adanya kita lihat.
Pelemahan terhadap sistem, gagasan dan sumber daya kader
adalah seperti gunung es di mana untuk mencari solusi demi memutuskan mata
rantai pelemahan sejenis itu tentu sangat sulit dan belum menjadi sebuah
keharusan untuk direkonstruksi. Kita lihat saja berbagai faktaneka dalam
sejarah perjalanan IMM, dimana untuk keluar dari persoalan patsun-patsun
pragmatisme yang pelik itu sangat susah. Perlu ada kejujuran bahwa pragmatisme
gerakan mahasiswa sangat murah untuk dipertandingkan dalam proses membangun
demokrasi di IMM, karena proses yang di tempuh setiap musyawarah IMM itu
sungguh mahal. Oleh karenanya, harus ada perhatian dari berbagai pihak agar
tidak menjadikan setiap musyawarah sebagai ajang intervensi untuk melegalkan
pragmatisme. Banyak alumni IMM aktif di partai politik yakni Nasdem, Golkar,
PAN dan lainnya. Namun harus diingat bahwa IMM itu organisasi kader dan
bersifat ideologis, maka secara otomatis jangan pernah menggadai IMM dengan
iming-iming uang yang berasal dari partai politik. Ketika politisi dan kader
IMM tidak bisa menjaga kemurnian prestasi dan lebih mengunggulkan politik uang
(money politics), maka IMM ini akan penuh dengan kebohongan dan menjadi boneka
penguasa yang tak lebih hanya sekedar penambal Ban Serep atau sebagai
budak-budak modern (TBC Modern). Untuk memutus mata rantai persoalan ini tentu
harus duduk secara bersama-sama antara alumni-alumni serta kader IMM bahwa
harus ada perubahan atas desain gerakan dan kelembagaan Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah, agar survival gerakan perubahan yang diharapkan itu menjadi
adagium "nasional dan internasional".
Sebagai institusi gerakan kritik, IMM secara struktural kini
memang sudah sangat menyedihkan, dimana persoalan-persoalan pragmatisme sudah
menjadi akut sehingga menggiring IMM di ambang alam raya hitam, yang tak
menentu. Disinilah seluruh kader IMM harus bertanggungjawab atas munculnya
berbagai persoalan itu, bukanlah terjebak pada kemewahan dan pemborosan dalam
setiap aktivitas IMM di setiap level kepemimpinan.
Setiap kader yang menjadi pemimpin IMM harus elegan dalam
tampilannya karena institusi Ikatan adalah sebuah kapal besar yang layak dinakhkodai
oleh manusia-manusia merdeka dan siap membelah kebenaran dengan gagah berani,
jangan sampai kapal yang kita kendalikan menabrak karang sehingga Ikatan ini
dapat menuntun diri sebagai salah satu “Macan Pergerakan Mahasiswa”. Menjadikan
gerakan pembebasan dan berfikir kritik (critical thingking) sungguh tidak mudah
perlu metodologi dan cara-cara yang mumpuni agar kader Ikatan tidak mudah
terjebak pada pragmatisme. Selain itu juga harus dilandaskan pada sisi
kebenaran dan keilmiahan dari setiap pergerakan. Cara berfikir ini tentu harus
diapresiasikan dan dilaksanakan dengan baik agar Ikatan dapat menjadi lokomotif
setiap perubahan di tengah kondisi kebangsaan yang semakin tidak jelas.
Munculnya Ikatan kepermukaan sebagai gerakan kritik (critical
movement) merupakan sebuah keharusan dan tanggungjawab bersama, karena
sesungguhnya IMM memiliki sumber daya kader dan kekuatan gerakan yang sangat
massif. Jangan berhenti pada transformasi struktural saja namun harus
tertransformasi dalam ranah pergerakan sosial kemanusiaan yang bersifat
konkrit. Harapan ini adalah bentuk massifikasi gerakan dan memperkuat basis
dakwah ma'ruf IMM sebagai manivestasi pencapaian tujuan ikatan yang mulia ini.
Kalaulah hal demikian tidak bisa dilakukan maka akan
menurunkan daya juang setiap kader, perlawanan yang masif dan bukan hanya
riak-riak begitu saja, karena perjuangan itu harus dipersembahkan untuk rakyat.
Kader Ikatan harus mempunyai talenta pergerakan untuk menciptakan letupan
sejarah demi menyuarakan penolakan atas dominasi kezaliman yang terstruktur.
Arus besar dari sebuah masalah adalah instrumentasi globalisasi yang kita hadapi, hal itu karena mempertahankan eksistensi dan integritas individu, karakter bangsa dan negara. Untuk menghadapi globalisasi, maka kader Ikatan diperlukan kemampuan sumber daya manusia dan kelembagaan yang kuat untuk membangun pergulatan dengan globalisasi dalam konteks membangun kerajaan-kerajaan perdamaian sejati sebagai "kesadaran fastabiqul khaerat". Oleh karena itu, hanya kedaulatanlah yang menjadi payung bagi seluruh kader IMM bahwa "Billahi Fisabililhaq Fastabiqul Khaerat" adalah mainstream dan pisau analisis sosial sebagai rumusan baru.
Dari refleksi diatas maka IMM telah mengambil peran sejarah untuk menghadirkan karakter building dalam membangun generasi, tidak hanya itu, kedepan IMM tentu memiliki kerja-kerja intelektual sebagai bagian dari obor pencerahan bangsa dengan memperluas wilayah peran untuk mengawal perubahan. Sebagai corak gerakan mahasiswa Islam IMM tidak terlepas dari arus perubahan yang terjadi akhir-akhir ini, geliatnya linear dengan timbulnya rasa ketidakadilan, ketimpangan sosial, dan penindasan terhadap rakyat oleh kekuasaan. Upaya depolitisasi yang dilakukan oleh penguasa, serta hegemoni kelompok kepentingan dalam konstelasi politik nasional, senantiasa menjadi agenda penting dalam setiap gerakan mahasiswa. Sepak terjang kelompok muda intelektual (mahasiswa) telah menghasilkan berbagai konsep, terutama sisi dinamika dan pergeseran pola gerakan, yang di dalamnya termuat pola kepemimpinan, karena secara teoritik pergeseran itu akan berimbas signifikan terhadap pola kepemimpinan dan dinamika masyarakat dalam skala yang lebih luas sangat mempengaruhi faktor X dalam agenda gerakan.
Arus besar dari sebuah masalah adalah instrumentasi globalisasi yang kita hadapi, hal itu karena mempertahankan eksistensi dan integritas individu, karakter bangsa dan negara. Untuk menghadapi globalisasi, maka kader Ikatan diperlukan kemampuan sumber daya manusia dan kelembagaan yang kuat untuk membangun pergulatan dengan globalisasi dalam konteks membangun kerajaan-kerajaan perdamaian sejati sebagai "kesadaran fastabiqul khaerat". Oleh karena itu, hanya kedaulatanlah yang menjadi payung bagi seluruh kader IMM bahwa "Billahi Fisabililhaq Fastabiqul Khaerat" adalah mainstream dan pisau analisis sosial sebagai rumusan baru.
Dari refleksi diatas maka IMM telah mengambil peran sejarah untuk menghadirkan karakter building dalam membangun generasi, tidak hanya itu, kedepan IMM tentu memiliki kerja-kerja intelektual sebagai bagian dari obor pencerahan bangsa dengan memperluas wilayah peran untuk mengawal perubahan. Sebagai corak gerakan mahasiswa Islam IMM tidak terlepas dari arus perubahan yang terjadi akhir-akhir ini, geliatnya linear dengan timbulnya rasa ketidakadilan, ketimpangan sosial, dan penindasan terhadap rakyat oleh kekuasaan. Upaya depolitisasi yang dilakukan oleh penguasa, serta hegemoni kelompok kepentingan dalam konstelasi politik nasional, senantiasa menjadi agenda penting dalam setiap gerakan mahasiswa. Sepak terjang kelompok muda intelektual (mahasiswa) telah menghasilkan berbagai konsep, terutama sisi dinamika dan pergeseran pola gerakan, yang di dalamnya termuat pola kepemimpinan, karena secara teoritik pergeseran itu akan berimbas signifikan terhadap pola kepemimpinan dan dinamika masyarakat dalam skala yang lebih luas sangat mempengaruhi faktor X dalam agenda gerakan.
Penulis : Rusdianto Mantan Aktivis DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan Mahasiswa Komunikasi Politik Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta