Kota Bima, (SM).- Nampaknya fenomena dan
fakta menjamurnya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) berlebel mengugurkan
kewajiban program diatas program fiktif, mulai diatensi khusus Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olah Raga (Dikpora) Kota Bima.
Peringatan keras keberadaan PKBM dengan berbagai
program yang cenderung menghabiskan anggaran itu, dipastikan akan dilakukan
penertiban oleh Dikpora. Pernyataan itu, disampaikan Sekretaris Dikpora Kota
Bima, Drs Alwi Yasin MAP, pada Suara Mandiri
Jum’at (4/05) di ruang kerjanya.
Langkah awal yang akan ditempuh Dikpora, jelas Alwi, dengan mendata kembali jumlah PKBM
dalam naungan dinas setempat. Untuk mengetahui bahwa PKBM tersebut aktif dan
betul-betul menjalankan program sebagaimana yang diwajibkan dari usulan
programn yang diberikan, tentu pihaknya akan melakukan audit dan verifikasi serta turun lapangan, melihat
kondisi riil keberdaan PKBM. “Sebelumnya pula, setiap pimpinan PKBM menyerahkan
surat pernyataan bahwa PKBM yang dipimpinnya aktif atau tidak”, ujarnya.
Dinas kata Alwi, tidak akan segan-segan mencabut izin (Rekomendasi) PKBM yang tidak
aktif dan memiliki program fiktif apalagi program yang diembannya sama sekali
tidak bernilai guna bagi masyarakat dan warga binaan. Tindakan tegas tersebut,
dalam rangka menertibkan dan menjawab opini yang berkembang akhir-akhir ini,
soal keberadaan PKBM yang lebih kuantitasnya ketimbang kualitas dan out put
yang dihasilkan.
Banyak latar belakang sebab, kenapa langkah
tegas dan strategis penertiban itu diambil kata Alwi. Merujuk dari fakta dan
hipotesis dari data statistik, khusus anak usia sekolah yang buta aksara dan
melek huruf, untuk Kota Bima sesungguhnya sudah nihil adanya. “Lalu
pertanyaanya kenapa masih ada program dalam bentuk paket buta aksara”, bebernya. Lainya, hampir di setiap sekolah,
sudah ada lembaga pendidikan formal Taman Kanak-Kanak (TK), sementara di sisi lain program Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) masih ada saja di setiap kelurahan.
Bicara data warga belajar memang tidak ada
yang fiktif, karena orangnya memang ada di wilayah PKBM berada. Namun yang
miris kata Alwi, data warga belajar yang dituangkan dalam usulan program setiap
PKBM, kebanyakan data warga belajar yang sudah menempuh pendidikan formal
(reguler), “Jadi tidak heran pada kenyataanya warga belajar di setiap proses
pembelajaran di PKBM, kosong melompom”,
sentilnya.
Tidak itu saja, tegas Alwi, pengalaman
terdahulu, usulan program (proposal) yang diajukan langsung PKBM di provinsi
maupun pusat, tidak akan terjadi lagi. Semuanya kata Alwi, harus satu pintu dan
melewati dinas. “Selama ini PKBM buat dan mengusulkan
proposal sendiri, saat uangnya keluar, dinas
tidak diberitahu. Resikonya, ketika ada pemeriksaan pusat atau propinsi, dinas
kelimpungan bahkan tidak tahu menahu hingga tumpuan kesalahan mesti ditanggung
dinas. (SM.08)