Bima, (SM).- RSUD Bima sudah dari dulu melayani pengobatan pasien yang
menggunakan kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Namun, pasien
miskin yang memiliki kartu tersebut acapkali dibebani dengan pembelian obat.
Pihak RSUD Bima yang mestinya menyediakan kebutuhan obat untuk pasien
Jamkesmas, namun seringkali menyuruh pasien membeli obat di luar RSUD Bima.
Selama beberapa hari terakhir ini
saja, sedikitnya ada sekitar delapan orang pasien miskin yang membeli obat.
Berdasarkan data yang diperoleh Koran ini dari petugas setempat, delapan orang
pasien itu masing-masing, Yayat yang dirawat di Sal Bedah, membeli obat
pethidine, kemudian Fatmawati, Rosnawati, Siti Masita, Nurahmi, Siti Rahmawati,
Asmiati yang dirawat di Kamar Bersalin (KBR) juga membeli obat yang
sama. Demikian juga Haerudin yang dirawat di sal bedah. Dan yang terakhir,
kemarin pagi, pasien atas nama Hidayatullah membeli obat jenis Diasepam dan SA
di luar Apotek RSUD Bima.
Pembelian obat tersebut, menurut
pengakuan salah seorang petugas RSUD Bima yang tidak ingin dikorankan namanya
itu, tentu tidak diperbolehkan. Karena, RSUD Bima yang sudah menerima layanan
pasien Jamkeksmas, tidak boleh menyuruh pasien miskin membeli obat. “Di RSUD
Bima tidak boleh terjadi kekurangan obat untuk pasien Jamkesmas. Negara sudah
menanggung semua biaya pengobatan untuk semua pasien miskin. Jadi tak ada
alasan perawat atau dokter menyuruh pasien miskin membeli obat diluar,”
tegasnya.
Kendati harganya tergolong murah,
lanjut dia, bukan berarti cara dan prilaku menyuruh pasien miskin membeli obat
diluar harus dibiasakan. Karena, kebutuhan membeli obat seperti SA, Diasepam
atau pethidine tidak hanya sekali dua kali di beli dalam sehari. “Kalau
sehari-hari obat semacam itu terus dibeli. Mereka (pasien miskin) dapat uang dari
mana. Pihak RSUD Bima harus segera mengatasi persoalan ini, kasihan mereka yang
miskin,” tambahnya.
Di Sal Bedah Wanita, Nurhidayah
warga Kelurahan Rite dan orang tua pasien Kaharudin mengaku pernah membeli obat
di luar RSUD Bima. Nurhidayah mengaku pernah sekali membeli obat seharga Rp20
ribu. Sedangkan Kaharudin, diakuinya pernah membeli obat seharga Rp100 ribu
untuk kebutuhan operasi kencing batu anaknya.
Direktur RSUD Bima, dr. Hj. TIni
Wijanari yang ditemui diruangannya mengaku kaget dengan masalah tersebut. Malah
dirinya balik bertanya pasien miskin mana yang membeli obat di luar. Setelah
Koran ini menunjukan data nama pasien, Tini justru berdalih, jika pasien
membeli obat, pihak RSUD Bima akan menggantinya. “Biasanya nanti setelah mereka
keluar dari RSUD Bima, kepala Ruangan setempat akan mengurus semua kwitansi
pembelian obat pasien Jamkesmas. Kemudian, uang akan diganti,” ujarnya.
Menjawab adanya kekurangan obat,
sehingga pasien miskin membeli di luar RSUD Bima, menurut Tini karena dari
pabrik juga mengalami kekosongan. Sehingga pihaknya kesulitan mencari jenis
obat yang dimaksud. “Biasanya pada bulan-bulan tertentu jenis obat seperti itu
juga kehabisan stock. Kendati harganya sangat murah, tapi jarang bias di
dapat,” tambahnya. (SM.07)